SEJARAH AGAMA KRISTEN PROTESTAN DI KOTA KUPANG
A.
Pendahuluan
Protestanisme adalah sebuah mazhab dalam agama Kristen.
Mazhab atau denominasi ini muncul setelah protes Martin Luther
pada tahun 1517
dengan 95 dalilnya.
Kata Protestan sendiri
diaplikasikan kepada umat Kristen yang menolak ajaran maupun otoritas Gereja Katolik. Kata ini didefinisikan sebagai gerakan agamawi
yang berlandaskan iman dan praktik Kekristenan
yang berawal dari dorongan Reformasi Protestan dalam segi doktrin, politik
dan eklesiologi, melawan apa yang dianggap sebagai penyelewengan Gereja Katolik Roma. Merupakan satu dari tiga
pemisahan utama dari "Kekristenan Nicaea (Nicene), yaitu di
samping Gereja Katolik Roma dan Gereja
Ortodoks. Istilah "Protestan" merujuk kepada "surat
protes" yang disampaikan oleh para pembesar yang mendukung protes dari Martin Luther
melawan keputusan Diet Speyer pada tahun 1529, yang
menguatkan keputusan (edik) Diet Worms
yang mengecam ajaran Martin Luther sebagai ajaran sesat (heretik).
B.
Sejarah
masuknya agama Kristen Protestan di Indonesia
Kedatangan
bangsa-bangsa barat, khususnya Portugis dan Belanda di Indonesia didorong oleh
berbagai motif. Motif yang mendorong bangsa Portugis ke Timor ialah kekristenan
dan rempah-rempah. Sedangkan bangsa Belanda memiliki motif tambahan yakni
faktor politis dan sosial. Agama Kristen dibawa ke NTT oleh orang Portugis.
Mula-mula di Pulau Solor dan kemudian ke seluruh Pulau Flores dan Pulau Timor,
bagian yang berdekatan dengan Pulau Solor, yaitu Lifao dan Dili. Jadi agama
Kristen yang bercorak Roma katolik dibawa oleh para missionaris Portugis.
Daerah-daerah dimana agama katolik merupakan jumlah terbesar masyarakat NTT
kini ialah yang digarap lebih dulu oleh Portugis., yaitu di Pulau Flores dan
dua kabupaten di Pulau Timor yakni Timor Tengah Utara dan Belu.
Tiga ordo memikul tugas misi di asia yaitu Ordo Fransiscan, Ordo Jesuit dan Ordo Dominikan. Yang bertugas di Pulau Solor, Flore dan Timor adalah Ordo Dominikan, tetapi segala usaha pengkristenan di Timor tidak jauh berbeda dengan di Maluku yang telah digariskan oleh Fransiskus Xaverius dari Ordo Jesuit yang tiba di Maluku pada tahun 1546.
Missionaris yang pertama tiba di Pulau Timor adalah Antonia de Taveiro pada tahun 1556. Pada tahun 1562 dikirim lagi para bruder. Setiap orang yang akan dibaptiskan hanya diharuskan mempelajari Credo, Pengakuan Dosa, Doa Bapa Kami, Salam Maria dan 10 perintah. Sistem pengkristenan pertama kali lebih ditekankan pada kuantitas dibanding kualitas. Akibatnya adalah banyaknya orang yang bersedia dibaptis namun selang beberapa waktu setelah dibaptis, mereka kembali ke dalam kekafirannya. Pengluasan penyebaran Injil oleh Portugis di NTT ini mulai menghadapi tantangan pada abad yang XVII dengan datangnya Belanda yang mendirikan bentengnya di Kupang, yang dinamainya “Fort Concordia” pada tahun 1613.
Gereja Protestan Selama Pemerintahan Belanda
Tiga ordo memikul tugas misi di asia yaitu Ordo Fransiscan, Ordo Jesuit dan Ordo Dominikan. Yang bertugas di Pulau Solor, Flore dan Timor adalah Ordo Dominikan, tetapi segala usaha pengkristenan di Timor tidak jauh berbeda dengan di Maluku yang telah digariskan oleh Fransiskus Xaverius dari Ordo Jesuit yang tiba di Maluku pada tahun 1546.
Missionaris yang pertama tiba di Pulau Timor adalah Antonia de Taveiro pada tahun 1556. Pada tahun 1562 dikirim lagi para bruder. Setiap orang yang akan dibaptiskan hanya diharuskan mempelajari Credo, Pengakuan Dosa, Doa Bapa Kami, Salam Maria dan 10 perintah. Sistem pengkristenan pertama kali lebih ditekankan pada kuantitas dibanding kualitas. Akibatnya adalah banyaknya orang yang bersedia dibaptis namun selang beberapa waktu setelah dibaptis, mereka kembali ke dalam kekafirannya. Pengluasan penyebaran Injil oleh Portugis di NTT ini mulai menghadapi tantangan pada abad yang XVII dengan datangnya Belanda yang mendirikan bentengnya di Kupang, yang dinamainya “Fort Concordia” pada tahun 1613.
Gereja Protestan Selama Pemerintahan Belanda
1. Masa
Oud Hollandse Zending (1614-1814).
Masa ini adalah
masa yang paling panjang dari sejarah pekabaran Injil di Timor dan
pulau-pulaunya. Sayangnya data-data mengenai masa ini sangat sedikit. Menurut
sumber-sumber resmi, gereja di Indonesia termasuk Timor, dianggap sebagai
bagian atau cabang dari gereja Belanda.
Sebagai
pemerintah, VOC mempunyai tanggung jawab pemeliharaan dan penyebaran iman
Kristen di Indonesia. Gereja di Indonesia harus merupakan copian yang persis
sama dengan gereja di Nederland. Terus-menerus gereja di Indonesia diingatkan
untuk mengikuti segala sesuatu yang dipraktekkan dalam gereja Belanda dan hidup
menurut peraturan yang berlaku di sana.
Pendeta Belanda
yang pertama kali tiba di Kupang ialah Drs. Matheus Van der Broek pada tahun
1514. Corak gereja ialah Protestan (Hervormd). Sejalan dengan yang umum berlaku
diutamakan pemeliharaan rohani pegawai VOC dalam Benteng Corcondia. Pekabaran
Injil keluar benteng belum dilaksanakan secara sistematis dan serius kecuali
bila ada waktu luang.
Pendeta Van der
Broek harus cepat pulang. Kemudian pulau dan jemaatnya dilupakan untuk lebih
kurang 50 tahun. Pada tahun 1670 ditempatkan Ds. Key Sero Kind di Kupang. Belum
lama ia diganti oleh Ds. A. Corpius tahun 1687 yang setahun kemudian wafat.
Terhitung dari tahun 1688 sampai tahun 1730 hanya terdapat 8 kali perkunjungan
oleh pendeta dari Batavia (Jakarta). Sekolah yang pertama kali didirikan di
Timor ialah di Kupang tahun 1701. Jumlah muridnya sebanyak 22 orang. Sekolah
itu diawasi oleh Majelis Gereja Kupang.
Statistik jemaat Kupang:
Tahun 1702 jumlah anggota 54 orang
Tahun 1719 jumlah anggota 84 orang
Tahun 1729 jumlah anggota 460 orang
Tahun 1753 jumlah anggota 1300 orang
Agama krieten
kemudian menuju pulau Rote pada tahun 1739 yang dimulai oleh raja Thi. Mulanya
ia ke Batavia untuk suatu urusan tetapi di sana ia berjumpa dengan agama
Kristen. Sekembalinya ke Rote, ia dan rakyatnya meminta masuk Kristen. Kemudian
disusul oleh raja Lole. Pada tahun 1760 jumlah orang Kristen di Rote sudah
mencapai 5870 dengan 1445 murid sekolah.
Di pulau Sabu,
agama Kristen masuk pada tahun 1758. Pada tahun 1766 sudah terdapat 5 jemaat
yaitu Timu, Seba, Liae, dan Menia. Seringkali jemaat-jemaat di NTT tidak
bergembala atau setidaknya tidak layani seperti seharusnya, tetapi Tuhan terus
bertindak dan mereka dapat bertahan sampai abad ini.
2. Masa
Nederlandse Zendeling Genootschap (1814-1860)
Pada abad XVII
di Eropa barat muncul segolongan orang yang mementingkan saleh, sederhana,
beribadat, mempelajari kitab suci serta giat mengajarkan pekabaran Injil.
Aliran baru ini terkenal dengan nama Pietisme. Salah satu dari persekutuan PI
di Indonesia dan di Timor adalah Nederlandse Zendeling Gennotschap (NZG) yang
didirikan tanggal 19 desember 1799, tahun dimana VOC dibubarkan. NZG itu
memainkan peranan yang sangat penting di pulau Timor selama lebih kurang 40
tahun , tetapi di Sabu jauh lebih lama.
Cara NZG berbeda
dengan Oud Hollandse Zending. Dengan sadar NZG tidak mau melanjutkan propaganda
gerakan atau ajaran tertentu, supaya dengan jalan itu mendirikan suatu tipe
gereja yang tertentu. Yang ia mau lakukan ialah hanya mengajarkan
prinsip-prinsip agama Kristen yang benar kepada orang-orang kafir.
Tenaga NZG yang
pertama ialah Dws. R. Le Bruyn. Ia tiba di Kupang pada tahun 1819. Dikarenakan
keadaan daerah yang buruk dan fisiknya lemah, maka sepuluh tahun kemudian ia
meninggal dunia yakni 21 Mei 1929. Walaupun demikian hasil karyanya tetap
cemerlang di Timor.
Yang dikerjakan oleh Ds. R. Le Bruyn sbb:
1.
Mengunjungi anggota
jemaat di sekitar Kupang dan Babau, terletak 16 km dari Kupang
2.
Menterjemahkan thalil
ke dalam bahasa Melayu.
3.
Mengarang buku-buku
yang berguna bagi PI.
4.
Mendirikan lembaga
Alkitab Hindia Belanda.
5.
Mengumpulkan orang
untuk memperbaiki gedung gereja Kupang yang sudah ditinggalkan sejak 1797.
6.
Membagi waktu untuk
mengunjungi jemaat-jemaat di Rote dan Kisar, yang dilayani dari Kupang juga.
7.
Ia juga mengabarkan
Injil dikalangan budak yang banyak memberi hasil dan kadang-kadang melalui
budak-budak ini tuan-tuannya dapat ditarik kepada Kristus.
8.
Ia membuka lagi
sekolah-sekolah yang sudah ditutup di Kupang dan Rote.
9.
Dengan bantuan Residen
Hessert dapat dibangun satu rumah piatu.
Pendeta-pendeta
selanjutnya yang dikirim dari Belanda meneruskan pekerjaan NZG. Ada yang
berhasil, ada yang tidak, ada yang harus cepat pulang karena sakit, dan ada
yang meninggal dunia. Guru-guru sekolah, ada yang merangkap sebagai guru jemaat
dan dididik di Kwekschool di Ambon. Oleh karena itu, “pola Ambon” sangat
mempengaruhi jemaat-jemaat dan kehidupan di Timor. Sama seperti di Ambon dan
Minahasa, juga di Timor bahasa Melayu dianggap dan dipakai sebagai bahasa
gereja dan bahasa sekolah resmi.
3. Masa
Indische Kerk (1860-1941)
Indische Kerk
yang merupakan gereja negara yang dibentuk di Indonesia pada tahun 1817. Gereja
dijadikan suatu lembaga administrasi negara yang mengurus soal-soal rohani.
Gereja bergantung pada negara dalam segala hal. Pengurus Indische Kerk dilantik
oleh gurbenur jenderal. Pengurus itu yang disebut Kerk Bestuur berkedudukan di
Batavia.
Pengangkatan
pendeta diusul oleh pengurus itu. Tiap-tiap pendeta, syamas dan jemaat harus
disyahkan oleh gubernur jendral. Indische Kerk tidak mau mempropagandakan
ajaran-ajaran tertentu. Indische Kerk tidak menjadi gereja Gereformeerd atau
Hervormd tetapi Protestan. Prinsip-prinsip dari Indische Kerk ialah
Protestantisme.
Tujuan utama
dari Kerk Bestuur ialah memperhatikan kepentingan, baik dari agama Kristen pada
umumnya maupun dari gereja Protestan. Khususnya memperkembangkan pengetahuan
agamiah, memajukan adat kebiasaan Kristen, menjaga keamanan dan kerukunan,
menanamkan rasa cinta terhadap pemerintah dan tanah air. Dalam tujuan itu
hampir-hampir tidak terdapat unsur kerygama Perjanjian Baru. Kerygama itu
dirubah dan disesuaikan dengan situasi baru. Maksud ajaran Indische Kerk yakni
memperlengkapi anggota-anggotanya dengan nilai-nilai religius dan ethis.
Tokoh-tokoh
gereja pada akhir XIX ialah Donselaar dan J.J Niks. Donselaar bekerja sejak NZG
berdiri, dan tetap bekerja di Timor sampai wafatnya pada tahun 1883. J.J Niks
ditempatkan di Babau dan bekerja disana antara tahun 1874 dan tahun 1894.
Pada tahun 1890 di Rote ditempatkan Ds. J.J Le Grand. Pada tahun 1895 Le Grand menerbitkan kitab Injil Lukas dalam bahasa Rote dan untuk pertama kali khotbah dibuat dalam bahasa Rote. Le Grand juga mendidik siswa untuk menjadi Indlands Leraar (guru pribumi). Atas usahanya dibuka di Rote tahun 1902 sebuah sekolah guru Injil yang disebut STOVIL (School Tot Opeleiding Voor Inslands Leraar).
Pada tahun 1890 di Rote ditempatkan Ds. J.J Le Grand. Pada tahun 1895 Le Grand menerbitkan kitab Injil Lukas dalam bahasa Rote dan untuk pertama kali khotbah dibuat dalam bahasa Rote. Le Grand juga mendidik siswa untuk menjadi Indlands Leraar (guru pribumi). Atas usahanya dibuka di Rote tahun 1902 sebuah sekolah guru Injil yang disebut STOVIL (School Tot Opeleiding Voor Inslands Leraar).
Pada tahun 1910
di Kupang ditempatkan seorang predikant Voorzitter yang memimpin gereja di
seluruh keresidenan Timor, yaitu Ds. William Black. Ia mengusahakan PI di pulau
Alor pada tahun 1911. Ds. Groothius berkedudukan di Babau. Ia berusaha
menterjemahkan Injil ke dalam bahasa Timor dan berkhotbah dalam bahasa Timor.
Pada tahun 1916 Injil baru mulai masuk ke pedalaman Timor. Di pulau Timor pada
tahun 1922 tiba Ds. P. Middelkoop yang khususnya mengadakan penelitian mengenai
bahasa Timor serta buku-buku nyanyian gereja.
Pada tahun 1922
Stovil dipindahkan ke Kupang dalam tahun 1931 Stovil ditutup oleh gereja sebab
timbulnya sesuatu gerakan (yang ditanggapi oleh pimpinan sebagai nasionalisme).
Kemudian dibuka lagi sebagai suatu sekolah Theologia di Soe tahun 1936 dan
berlangsung sampai perang dunia kedua. Jumlah anggota Kristen di TTS pada tahun
1920 hanya 200 orang saja. Sesudah perang dunia II jumlah meningkat menjadi 80.000
orang.
Di Alor Ds.
Binkhuisen memberi banyak perhatian pada bidang pendidikan. Penggantinya Ds.
Van Daalen telah membaptiskan ribuan orang antara 1923-1924. Hanya dua orang,
yaitu Boeken Kruger dan Mollema tinggal lebih dua atau tiga tahun di Alor.
Banyak tenaga jatuh sakit sebab keadaan kesehatan di Alor amat berat bagi orang
barat. Tetapi atas usaha orang-orang ini hampir setiap tempat di Alor ada
gereja, sekolah dan pesanggrahan, dan kadang-kadang di tempatkan seorang Island
Leraar yang bertugas sebagai pendeta dan pengawas sekolah.
Di Pulau Flores
juga terdapat beberapa jemaat, khususnya di kota-kota yang dikunjungi dua kali
setahun dari Kupang. Begitu juga di beberapa kota sumbawa timur.
GEREJA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG
GEREJA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG
Dengan
mendaratnya Jepang di Kupang pada permulaan tahun 1942, berarti berakhirlah
juga pemerintahan Hindia Belanda di NTT. Keadaan gerejapun kocar-kacir. Semua
tenaga Belanda ditahan. Jemaat-jemaat masih dilayani oleh pelayannya
masing-masing, namun jaminan hidup bagi para pelayan bergantung 100% pada
jemaatnya masing-masing, padahal sebelumnya mereka digaji oleh pemerintah.
Tiap-tiap pelayan harus berusaha mencari nafkahnya dengan berkebun, berladang,
atau sawah.
Pada waktu itu
dibentuk suatu badan pengurus untuk mengatur hal-hal gerejawi di Timor. Badan
itu disebut Badan Gereja Timor Selatan. Anggota-anggotanya sbb:
Ketua
: Bapak N. Nisnoni, Raja Kupang
Wakil Ketua : Bapak Arnoldus dari kota Kupang
Sekretaris : Pedeta E. Tokoh
Bendahara : Bapak Habel dari Oeba
Anggota-anggota: Penantua Kafin dari Oeba
Penantua Radja dari Nunhila
Pendeta J. Amtiran dari Oenesu
Pendeta Huardao dari kuanino
Wakil Ketua : Bapak Arnoldus dari kota Kupang
Sekretaris : Pedeta E. Tokoh
Bendahara : Bapak Habel dari Oeba
Anggota-anggota: Penantua Kafin dari Oeba
Penantua Radja dari Nunhila
Pendeta J. Amtiran dari Oenesu
Pendeta Huardao dari kuanino
Anggota gereja
disentralisir dan para pelayan digaji dengan gaji tertentu yaitu Pendeta
sebesar Rp. 50/bulan; guru jemaat Rp. 25; utusan Injil Rp. 15.
Tugas dari badan gereja ini selain dalam
bidang keuangan ialah:
1. Mengangkat pendeta, guru jemaat dan utusan Injil
2. Mengedarkan keputusan derma yang dicetak diatas kertas berwarna
3. Mengawasi sekolah-sekolah oleh pengawasnya Bapak J. nait.
1. Mengangkat pendeta, guru jemaat dan utusan Injil
2. Mengedarkan keputusan derma yang dicetak diatas kertas berwarna
3. Mengawasi sekolah-sekolah oleh pengawasnya Bapak J. nait.
Pada zaman
Jepang terdapat juga pendeta-pendeta yang menjadi korban. Yang perlu dicatat
ialah Pdt. Dikuanan dan Pdt. Riwu di Alor. Ada juga pendeta atau pak guru Tube
di tarus. Dengan demikian, maka dalam periode 1942-1945 gereja Timor masih
bertahan kendatipun dalam situasi perang yang sulit. Suatu bukti dari sejarah
bahwa Tuhan senantiasa bekerja memelihara gereja melalui berbagai tokoh
manusia, baik pendeta maupun awam.
SITUASI MENJELANG PEMBENTUKAN GMIT (1945-1947)
SITUASI MENJELANG PEMBENTUKAN GMIT (1945-1947)
Pengaruh dari
dalam dan dari luar antara lain dari kompensasi Zending internasional di
Edinburg pada tahun 1910 menimbulkan suara-suara dalam Indische Kerk untuk
menyerahkan tanggung jawab gerejawi kepada gereja-gereja suku (Ambon, Minahasa,
Timor) dengan jalan menginstitusikan gereja-gereja itu sebagai gereja-gereja
yang berdiri sendiri. Perkembangan ini bertahun-tahun lamanya ditahan oleh Kerk
Bestuur. Pimpinan Indische Kerk khawatir bahwa uniformitasnya akan hilang.
Dalam sidang Am
gereja Protestan Indonesia (Indische Kerk) pada tahun 1933, telah diputuskan
bahwa gereja-gereja yang akan berdiri sendiri ialah:
1. Gereja Protestan Injili
Minahasa (GMIM)
2. Gereja Protestan Maluku (GPM)
3. Gereja Timor.
Pada tahun 1937 suatu komisi persiapan konstitusi
gereja Timor mulai pekerjaannya di Kupang dibawah pimpinan Ds. G. P Locher
tetapi belum dapat diselesaikan sebelum pecahnya perang.
Pada tahun 1945 datanglah dari negeri Belanda Ds. E.
Durkstra. Ia memulai tugasnya dengan menyusun suatu komisi untuk mempersiapkan
suatu sinode yang berdiri sendiri. Pada tanggal 31 oktober 1947 gereja di Timor
memperoleh kedudukan sebagai gereja yang berdiri sendiri dengan nama Gereja
Masehi Injili di Timor (GMIT).
Ds. Durkstra Predikant Voorzitter terakhir menjadi
ketua yang pertama. Sekertarisnya ialah Pdt. E. Tokoh. Pada tahun 1948 GMIT
menjadi anggota Dewan Gereja-gereja di Indonesia DGI (sekarang PGI).
Sinode GMIT yang pertama terdiri dari enam klasis,
yaitu:
1. Klasis
Kupang yang meliputi Kupang dan Amarasi, dengan Pdt. J. Arnoldus sebagai ketua
klasis.
2. Klasis
Camplong yang meliputi Fatuleu dan Amfoang, dengan Pdt. Naiola sebagai ketua
klasis.
3. Klasis
Soe yang meliputi Amanuban, Amanatun, Mollo, TTU dan Belu dengan Pdt. M. Bolla
sebagai ketua klasis.
4. Klasis
Alor/Pantar dengan Pdt. M. Molino sebagai ketuanya.
5. Klasis
Rote dengan Pdt. J. Zacharias sebagai ketuanya.
6. Klasis
Sabu dengan Pdt. M. Radja Haba sebagai ketuanya.
Disamping enam klasis terdapat juga tiga jemaat yang
berdiri sendiri, yaitu Jemaat Kota Kupang, Jemaat Ende (Flores), dan Jemaat
Sumbawa (NTB).
MASA GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR (1947-KINI)
1.
Masa 1947-1950 ditandai
oleh pimpinan lama dan kelanjutan keadaan (struktur pimpinan keuangan, dan
lain-lain) yang lama. Perkembangan pokok ialah:
a. Mendidik
jemaat-jemaat yang telah biasa hidup dalam suasana Indische Kerk tentang apa
artinya gereja yang berdiri sendiri dibidang pelayanan, tanggung jawab
keuangan, administrasi, dan lain-lain.
b. Tata
gereja yang dipakai ialah boleh dikatakan modifikasi dari praktek pada waktu
itu dengan warisan dari periode-periode yang lalu.
c. Dalam
periode ini terjadi perpisahan finansial antara gereja dan negara.
2.
Masa 1950-1975 ditandai
oleh pimpinan yang baru dan situasi yang baru pula
Masa ini diawali oleh pengangkatan tenaga-tenaga luar negeri. Hanya Ds. Middelkoop yang tinggal di Soe, khususnya untuk pekerjaan penterjemahan Alkitab dalam bahasa Timor. Hal ini memberikan kesempatan bagi GMIT agar dengan bebas mengusahakan pola-pola dan bentuk-bentuk pelayanan sendiri.
Masa ini diawali oleh pengangkatan tenaga-tenaga luar negeri. Hanya Ds. Middelkoop yang tinggal di Soe, khususnya untuk pekerjaan penterjemahan Alkitab dalam bahasa Timor. Hal ini memberikan kesempatan bagi GMIT agar dengan bebas mengusahakan pola-pola dan bentuk-bentuk pelayanan sendiri.
Usaha
pertama ialah menyusun tata gereja baru, yang Theologis dapat lebih
dipertanggungjawabkan tata gereja ini yang disyahkan pada tahun 1952 kemudian
1972 diperluas tapi isinya tetap sama. Pada waktu itu banyak pekerjaan di
bidang liturgi. Juga ada studi dan percakapan tentang apa itu perjamuan, apa
itu perkawinan, apa itu disiplin gereja.
Pimpinan
sinode masa itu:
1950 – 1952 : ketua Pdt. J.L. Ch. Abineno; sekretaris Pdt. A.J. Toelle
1952 – 1953 : ketua Pdt. J.L. Ch. Abineno; sekretaris Pdt. B. Meroekh
1954 – 1956 : ketua Pdt. M. Bolla; sekretaris Pdt. L. Radja Haba
1956 – 1958 : ketua Pdt. J.L. Ch. Abineno; sekretaris Pdt. L. Radja Haba
1958 – 1960 : ketua Pdt. J.L. Ch. Abineno; sekretaris Pdt. A. Dethan
1950 – 1952 : ketua Pdt. J.L. Ch. Abineno; sekretaris Pdt. A.J. Toelle
1952 – 1953 : ketua Pdt. J.L. Ch. Abineno; sekretaris Pdt. B. Meroekh
1954 – 1956 : ketua Pdt. M. Bolla; sekretaris Pdt. L. Radja Haba
1956 – 1958 : ketua Pdt. J.L. Ch. Abineno; sekretaris Pdt. L. Radja Haba
1958 – 1960 : ketua Pdt. J.L. Ch. Abineno; sekretaris Pdt. A. Dethan
Masa
1960 – 1970 suatu periode dimana dicoba cara ini dan itu mengatasi kesulitan,
khususnya kekurangan keuangan, tetapi ciri utama nampaknya kelemahan dalam
perkembangan GMIT. Masa ini dapat dibagi dalam dua sub periode.
a. 1960
– 1965 keadaan masyarakat, politik ekonomi yang semakin ambruk, berakhir dalam
Nasakom yang pengaruhnya agak besar di beberapa daerah GMIT dan G30S PKI.
b. 1960
– 1970 periode ini meliputi gerakan Roh yang berpusat di Soe dan TTS umumnya,
pada satu pihak dan permulaan masa pembangunan di lain pihak.
Pimpinan sinode 1960 –
1970 ketua Pdt. L. Radja Haba; sekretaris Pdt. M. Arnoldus
Masa 1970 – 1975 ditandai oleh pimpinan baru yang lebih muda dan berpengalaman di klasis dan jemaat yang bekerja dalam suasana yang lebih dinamis (pelita I dan pelita II) dengan hubungan oikumuneis yang lebih luas dan intensif.
Ketua Pdt. J.A. Adang STh dan sekretaris Pdt. A.L. Nitti STh.
Tidak terdapat angka yang lengkap dan dapat dipercayai untuk tahun 1974 akan tetapi untuk 1953 jumlah anggota 253.501 dan untuk 1972 yaitu 517.779.
Masa 1970 – 1975 ditandai oleh pimpinan baru yang lebih muda dan berpengalaman di klasis dan jemaat yang bekerja dalam suasana yang lebih dinamis (pelita I dan pelita II) dengan hubungan oikumuneis yang lebih luas dan intensif.
Ketua Pdt. J.A. Adang STh dan sekretaris Pdt. A.L. Nitti STh.
Tidak terdapat angka yang lengkap dan dapat dipercayai untuk tahun 1974 akan tetapi untuk 1953 jumlah anggota 253.501 dan untuk 1972 yaitu 517.779.
No comments:
Post a Comment