BAB I
HAKIKAT BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN
PENDAHULUAN
Istilah belajar sebenamya telah lama dan banyak dikenal.
Bahkan pada era sekarang ini, hampir semua orang mengenal istilah belajar.
Namun apa sebenamya belajar itu, rasanya masing-masing orang mempunyai tangkapan
yang tidak sama.
Sejak manusia ada, sebenamya ia
telah melaksanan aktivitas belajar. Oleh sebab itu, kiranya tidak berlebihan
jika dikatakan bahwa aktivitas itu telah ada sejak adanya manusia.
Mengapa manusia melaksanakan
aktivitas belajar ? Jawabannya adalah karena belajar itu salah satu kebutuhan
manusia. Bahkan ada ahli yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk belajar.
Oleh karena manusia adalah makhluk belajar, maka sebenamya di dalam dirinya
terdapat potensi untuk diajar.
Pada masa sekarang ini,
belajar menjadi sesuatu yang tak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia.
Hampir di sepanjang waktunya, manusia banyak melaksanakan “ritual-ritual”
belajar.
Apa sebenamya belajar itu, banyak ahli yang memberikan
batasan. Belajar mempunyai sejumlah ciri yang tak dapat dibedakan dengan
kegiatan-kegiatan lain yang bukan belajar. Oleh karena itu, tidak semua
kegiatan yang meskipun mirip belajar dapat disebut dengan belajar.
Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang
peranan yang penting / vital. Mengajar adalah proses membimbing kegiatan
belajar, dan kegiatan mengajar hanya bermaksan bila terjadi kegiatan belajar
siswa. Oleh karena itu, adalah penting sekali bagi setiap guru memahami
sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa, agar ia dapat memberikan bimbingan
dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswa.
1. PENGERTIAN BELAJAR
1.1.Pengertian belajar yang
dipergunakan sehari – hari
Dalam
pengertian yang umum atau populer, belajar adalah mengurupulkan sejumlah
pengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari seseorang yang lebih tahu atau
yang sekarang ini dikenal dengan guru. Dalam belajar, pengetahuan tersebut
dikumpulkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya menjadi banyak. Orang yang
banyak pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang banyak belajar,
sementara orang yang sedikit pengetahuannya diidentifikasi sebagai orang yang
sedikit belajar, dan orang yang tidak berpengetahuan dipandang sebagai orang
yang tidak belajar.
Belajar dalam
pengertian mengurupulkan sejumlah pengetahuan demikian, tampaknya masih diikuti
juga sampai sekarang. Orang baru dikatakan belajar manakala sedang membaca
bacaan, membaca sejumlah tugas mata kuliah atau mata pelajaran, membaca buku
pelajaran. Seorang murid yang sedang mengerjakan tugas-tugas matematika biasa
disebut sedang belajar. Orang yang sedang menimba pengetahuan pada bangku
sekolah lazim juga dikenal sebagai pelajar. Bahkan orang yang banyak menguasai
ilmu pengetahuan lazim dikenal dengan kaum terpelajar. Singkat perkataan, belajar
dalam pengertian umum atua populer adalah suatu upaya yang dimaksudkan untuk
menguasai sejumlah pengetahuan.
Pengetahuan
belajar demikian, secara konseptual tampakanya sudah mulai ditinggalkan orang,
meskipun secara praktikal masih banyak yang menganut. Ini karena berkembang
pesatnya teknologi informasi seperti sekarang ini. Guru tidak lagi dipandang
sebagai satu-satunya sumber informasi yang dapat memberikan informasi apa saja
kepada para pembelajar.
Hampir semua
ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang “belajar”. Sering
kai pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian ini
kita akan berkenalan dengan beberapa perumusan saja, guna melengkapi dna
memperluas pandangan kita tentang mengajar.
Belajar
adalah modifikasi atau memperteguh kelakukan melalui pengalaman. (leaming is
defined as the modifkation or strengthening of behavior through experincing).
Menurut
pengertian ini, belajar adalah merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan
suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas
daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan
hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Pengertian ini
sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar, yang mengatakan bahwa belajar
adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan
kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.
Sejalan dengan
perumusan diatas, ada pula tafsisan lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
dengan lingkungan.
Dibandingkan
dengan pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar itu prinsipnya sama,
yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya.
Pengeritan ini menitik beratkan pada interaksi antara individu dengan
lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar.
William Burton mengemukakan bahwa : A good leaming situation consist of a rkh
and baried series of leaming experiences unified around a vigorous purpose, and
carried on in interaction with a rkh, varried and provocative environment.
Dari
pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a. Situasi belajar harus
bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh masyarakat. Tujuan merupakan
salah satu aspek dari belajar.
b. Tujuan dan maksud belajar
timbul dari kehidupan anak sendiri.
c. Di dalam mencapai tujuan
itu, siswa senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan-rintangan dan
situasi-situasi yang tidak menyenangkan.
d. Hasil belajar yang utama
adalah pola tingkah laku yang bulat.
e. Proses belajar terutama
mengerjakan hal-hal yang sebenamya. Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan
apa yang dipelajari.
f. Kegiatan-kegiatan dan
hasil-hasil belar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi
belajar.
g. Siswa memberikan reaksi
secara keseluruhan.
h. Siswa mereaksi sesuatu
aspek dari lingkungan yang bermakna baginya.
i.
Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam
lingkungan itu.
j.
Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang
tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi belajar.
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandangan
psikologi belajar tertentu. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan,
maka berbarengan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar.
Justru dapat dikatakan, bahwa dengan tumbuhnya pengetahuan tentang belajar,
maka psikologi dalam pendidikan menjadi berkembang secara pesat. Di dalam masa
perkembangan psikologi pendidikan di jaman mutakhir ini muncullah secara
beruntun aliran psikologi pendidikan masing-masing yaitu :
-
Psikologi behavioristik
-
Psikologi kognitif
-
Psikologi humanistik
Ketiga aliran psikologi
pendidikan di atas tumbuh dan berkembang secara beruntun, dari periode ke
periode berikutnya. Dalam setiap periode perkembangan aliran psikologi tersebut
bermunculan teori-teori tentang belajar. Bertolak dari kenyataan itu, maka
berbagai teori belajar yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok teori
belajar, masing-masing yaitu :
-
Teori-teori belajar dari psikologi behavioristik.
-
Teori-teori belajar dari psikologi kognitif
-
Teori-teori belajar dari psikologi humanistik.
Para penulis buku psikologi
belajar, umumnya mendefinisikan belajar sbagai suatu perubahan tingkah laku
dalam diri seseorang yang relatif menetap sebagai hasil dari sebuah pengalaman.
Selain itu, ahli-ahli psikologi mempunyai pandangan yang berada mengenai apa
belajar itu.
Dalam pandangan
psikologis, setidak-tidaknya ada empat pandangan mengenai belajar.
Pertama, pandangan yang berasal
dari aliran psikologi behavioristik. Menurut pandangan ini, belajar
dilaksanakan dengan kontrol instrumental dari lingkungan. Guru mengkondisikan
sedemikian sehingga pembelajar atau siswa mau belajar. Mengajar dengan demikian
dilaksanakan dengan kondisioning, pembiasaan, peniruan. Hadian dan hukuman
sering ditawarkan dalam mengajar dan belajar demikian. Kedaulatan guru dalam
belajar demikian relatif tinggi, sementara kedaulatan siswa sebalikya, relatif
rendah.
Kedua, pandangan yang berasal
dari psikologi humanistik. Pandangan humanistik ini merupakan anti tesa
pandangan behavioristik. Dalam pandangan demikian, belajar dapat dilakukan
sendiri oleh siswa. Dalam belajar demikian siswa senantiasa menemukan sendiri
mengenai sesuatu tanpa banyak campur tangan dari guru. Peranan guru dalam
mengajar dan belajar demikian relatif rendah, sementara kedaulatan guru relatif
rendah.
Ketiga, pandangan yang berasal dari
psikologi kognitif. Pandangan ini merupakan konvergensi dari pandangan
behavioristik dan humanistik. Menurut pandangan demikian belajar merupakan
perpaduan dari usaha pribadi dengan kontrol instrumental yang berasal dari
lingkungan. Oleh karena itu, metode belajar yang cocok dalam pandangan ini
adalah eksperimentasi.
Berdasarkan
diagram sebagaimana pada diagram 1.1. diketahui, bahwa dalam pandangan
psikologi behavioristik, tanggung jawab siswa dalam belajar rendah, sedangkan
tanggung jawab guru dalam mengajar tinggi. Sebaliknya, dalam pandangan
psikologi humanisti, tanggung jawab guru rendah sedangkan tanggung jawab siswa
tinggi. Sementara itu, dalam pandangan psikologi kognitif, tanggung jawab guru
dan siswa sama-sama sedang.
Selain ketiga
pandangan tersebut, ada pandangan keempat dari psikologi gestalt.
Menurut pandangan psikologi gestalt, belajar adalah usaha yang bersifat
totalitas dari individu, oleh karena totalitas lebih bermakna dibandingkan
dengan sebagian-sebagian.
1.2.Pengertian belajar menurut
psikologi behavioristik
Behaviorisme
adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan rasa
tidak puas terhadap teori psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah
karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja.
Berkat
pandangan dalam psikologi dan naturalisme science maka timbullah aliran baru
ini. Jiwa atau sensasi atau image tak dapat diterangkan melalui jiwa itu
sendiri karena sesungguhnya jiwa itu adalah respons-respons psikologis. Aliran
lama memandang badan adalah sekunder, padahal sebenamya justru menjadi titik
pangkal bertolak. Natural science melihat semua realita sebagai gerakan-gerakan
(movemant), dan pandangan ini mempengaruji timbulnya behaviorisme. Metode
instrospeksi sesungguhnya tidak tepat, sebab menimbulkan pandangan yang
berbeda-beda terhadap objek luar. Karena itu harus dkarai metode yang objektif
dan ilmiah. Dari eksperimen menunjukkan bahwa tikus dapat membedakan antara
wama hijau dan wama merah dan dapat pula dilatih. Jadi kesadaran itu tiada
gunanya.
Dalam
behaviorisme, masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Dengan
tingkah laku segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Behaviorisme dapat
menjelaskan segala kelakuan manusia secara seksama dan menyediakan perogram
pendidikan yang efektif.
Dari uraian
tersebut, ternyata konsepsi behaviorisme besar pengaruhnya terhadap masalah
belajar. Belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan hubungan
antara stimulus dan respons.
Dengan
memberikan rangsangan (stimulus), maka anak akan mereaksi dengan respons.
Hubungan situmulus - respons ini akan
menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar, jadi pada dasamya
kelakuan anak adalah terdiri atas respons-respons tertentu terhadap
stimulus-stimulus tertentu. Dengan latihan-latihan pembentukan maka
hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond
Theory.
Beberapa teori
belajar dari psikologi behavioristik dikemukakakn oleh para psikolog
behavioristik. Mereka ini sering disebut “ Contemporary Behaviorists”
atau jg disebut “S-R Psychologists”. Mereka berpendapat bahwa tingkah
laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement)
dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan
yang erat antara reaksi-rekasi behavioral dengan stimulasinya.
Guru-guru yang
menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku murid-murid merupakan
reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan
bahwa segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar. Kita dapat
menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar belakang
penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.
Teori-teori yang mengawali perkembangan psikologi behavioristik
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa belajar menurut
psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari
lingkungan. Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada faktor-faktor
kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Oleh karena itu, teori ini juga
dikenal dengan teori conditioning. Tokoh-tokoh psikologi behavioristik
mengenai belajar ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Gutrie dan
Skinner.
Psikologi aliran behavioristik mulai mengalami
perkembangan dengan lahimya teori-teori tentang belajar yang dipelopori oleh
Thondike, Pavlov, Wabon, dan Ghuyhrie. Mereka masing-masing telah mengadakan
penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang berharga mengenai hal
belajar.
Pada mulanya pendidikan dan pengajaran di Amerika serikat
di dominasi oleh pengaruh Thondike (1874-1949). Teori belajar Thondike disebut
“connectionism”, karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi
antara stimulus dan respons. Teori ini sering disebut “trial dan error leaming”
individu yang belajar melakukan kegiatan melalui proses “trial and error” dalam
rangka memilih respon yang tepat bagi stimulus tertentu. Thondike mendasarkan
teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku berbagai binatang
antara lain kucing, tingkah laku anak-anak dan orang dewasa.
Objek penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang
belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pada aktivitas untuk
merespon situasi itu. Dalam hal itu, objek mencoba berbagai cara beraksi
sehingga menemukan keberhasilan dalam membuat koneksi sesuatu rekasi dengan
stimulasinya. Ciri-ciri belajar dengan “trial and error” yaitu :
1. Ada motif pendorong
aktivitas
2. Ada berbagai respon
terhadap situasi
3. Ada eliminasi respon-respon
yang gagal / salah ; dan
4. Ada kemajuan rekasi-reaksi
mencapai tujuan. Dari penelitiannya itu Thondike menemukan hukum – hukum :
(1) “law of readiness”, jika reaksi terhadap stimulus
didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi
memuaskan
(2) “law of exercise”, makin banyak dipraktekkan atau
digunakannya hubungan stimulus respon, makin kuat hubungan itu. Praktek perlu
disertai dengan “reward”.
(3) “law of effect” , bilamana terjadi hubungan antara
stimulus dan respon dan dibarengi dengan “state of affairs” yang memuaskan,
maka hubungan itu menjadi lebih kuat. Bilamana hubungan dibarengi “state of
affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang.
Sementara Thondike mengadakan penelitiannya, di Rusia
Ivan Pavlov (1849-1936) juga menghasilkan teori belajar yang disebut “classkal
conditioning” atau “stimulus substitution”. Mula-mula teori conditioning ini
dikembangnkan oleh Pavlov (1972).
Teori Pavlov berkembang dari percobaan laboratoris
terhadap anjing. Dalam percobaan ini, anjing diberi stimulus bersyarat sehingga
terjadi reaksi bersyarat pada anjing.
Ia melakukan percobaan terhadap anjing. Anjing tersebut
diberi makanan dan diberi lampu. Pada saat diberi makanan dan lampu keluarkan
respon anjing tersebut berupa keluamya air liur.
Demikian juga
jika dalam pemberikan makanan tersebut disertai dengan bel, air liur tersebut
juga keluar.
Pada saat bel atau lampu diberikan mendahului makanan,
anjing tersebut juga mengeluarkan air liur. Makanan yang diberikan tersebut
oleh Pavlov disebutu sebagai perangsangan yang bersyarat, sementara bel atau
lampu yang menyertai disebut sebagai perangsang bersyarat.
Terhadap perangsang tak bersyarat yang disertai dengan
perangsang bersyarat tersebut, anjing memberikan respons berupa keluamya air
liur. Selanjutnya, ketika perangsang bersyarat (bel, lampu) diberikan tanpa
perangsang tak bersyarat anjing tersebut tetap memberikan respon dalam bentuk
keluamya air liur. Oleh karena perangsang bersyarat (sebagai pengganti
perangsang tak bersyarat : makanan) ini ternyata dapat menimbulakn respons,
maka dapat berfungsi sebagai conditioned. Karena itu, teori Pavlov ini dikenal
teori classkal conditioning. Menurut Pavlov pengkondisian yang dilakukan pada
anjing demikian ini, dapat juga berlaku pada manusia.
Teori kondisioning Pavlov tersebut dapat dimodelkan
sebagai berikut :
Bel / lampu + makan ® air liur (berulang-ulang)
Bel / lampu ® air liur
Teori kondisioning ini lebih lanjut dikembangkan oleh Watson
(1970) adalah orang pertama di Amerika Serikat yang mengembangkan teori
belajar berdasarkan hasil penelitian Pavlov. Watson berpendapat, bahwa belajar
merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respons-respons bersyarat
melalui stimulus pengganti. Menurut Watson, manusia dilahirkan dengan beberapa
refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta dan marah. Semua
tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus-respon baru
melalui “conditioning”.
Salah satu percobaannya adalah terhadap anak umur 11
bulan dengan seekor tikus putih. Rasa takut dapat timbul tanpa dipelajari
dengan proses ekstinksi, dengan mengulang stimulus bersyarat tanpa di barengi
stimulus tak bersyarat.
E.R. Guthrie memperluas penemuan Watson tentang
belajar. Ia mengemukakan prinsip belajar yang disebut “the law of
association” yang berbunyi : suatu kombinasi stimulus yang telah menyertai
suatu gerakan, cenderung akan menimbulkan gerakan itu, apabila kombinasi
stimulus itu muncul kembali. Dengan kata lain, jika anda mengerjakan sesuatu
dalam situasi tertentu, maka nantinya dalam situasi yang sama anda akan
mengerjakan hal serupa lagi. Menurut gutrie, belajar memerlukan reward dan
kedekatan antara stimulus dan respon. Gutrie berpendapat, bahwa hukuman itu
tidak baik dan tidak pula buruk. Efektif tidaknya hukuman tergantung pada
apakah hukuman itu menyebabkan murid belajr ataukah tidak ?
Teori belajar kondisioning ini kemudian dikembangkan oleh
Gutrie (1935-1942). Gutrie berpendapat bahwa tingkah laku manusia dapat diubah
: tingkah laku jelek dapat diubah menjadi baik. Teori Gutrie berdasarkan atas
model penggantian stimulus saut ke stimulus yang lain. Responsi atas suatu
situasi cenderung di ulang manakala individu menghadapi situasi yang sama.
Inilah yang disebut dengan asosiasi.
Menurut Gutrie, setiap situasi belajar merupakan gabungan
berbagai stimulus (dapat intemal dan dapat ekstemal) dan respon. Dalam situasi
tertentu, banyak stimulus yang berasosiasi dengan banyak respon. Asosiasi
tersebut, dapat benar dan dapat juga salah.
Ada tiga metode pengubahan tingkah laku menurut teori
ini, yaitu :
a. Metode respon bertentangan.
Misalnya saja, jika anak jijik terhadap sesuatu, sebutlah misalkan saja boneka,
maka permainan anak yang disukai tersebut diletakkan di dekat boneka. Dengan
meletakkan permainan di dekat boneka, dan ternyata boneka tersebut sebenamya
tidak menjijikkan, lambat laun anak tersebut tidak jijik lagi kepada boneka.
Peletakan permainan yang paling disukai tersebut dapat dilakukan secara
berulang-ulang.
b. Metode membosankan.
Misalnya saja anak kecil suka mengisap rokok. Ia disuruh merokok terus sampai
bosan ; dan setelah bosan, ia akan berhenti merokok dengan sendirinya.
c. Metode mengubah lingkungan.
Jika anak bosan belajar, maka lingkungan belajarnya dapat diubah-ubah sehingga
ada suasana lain dan memungkinkan ia betah belajar.
Selanjutnya,
Skinner mengembangkan teori kondisioning dengan menggunakan tikus sebagai
kelinci percobaan. Dari hasil percobaannya Skinner membedakan respon menjadi
dua, ialah respon yang timbul dari stimulus tertentu dan operant (instrumental)
respons yang timbul dan berkembang karena diikuti oleh perangsang tertentu.
Oleh karena itu, teori Skinner ini dikenal dengan operant conditioning.
Seperti halnya Thondike, Skinner menganggap “reward” atau
“reinforcement” sebagai faktor terpenting dalam proses belajar. Skinner
berpendapat, bahwa tujuan psikologi adalah meramal dan mengontrol tingkah laku.
Skinner membagi dua jenis respon dalam proses belajar, yakni :
(1). Responsents :
respon yang terjadi karena stimulus
khusus misalnya Pavlov
(2). Operants :
respon yang terjadi karena situasi
random
Perbedaan penting antara Pavlov’s classkal conditioning
dan Skinner’s operant conditioning ialah dalam classkal conditioning,
akibat-akibat suatu tingkah laku itu. Reinforcement tikdak diperlakukan karena
stimulusnya menimbulkan respon yang diinginkan.
Operant conditioning, suatu situasi belajar dimana
suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement langsung.
Dalam percobaannya terhadap tikus-tikus dalam sangkar,
digunakan suatu “diskriminative stimulus” (tanda untuk memperkuat respons)
misalnya tombol, lampu, pemindah makanan. Disamping itu, digunakan pula suatu
“reinforcemen stimulus, berupa makanan”.
Dalam pengajaran,
operants conditioning menjamin respon-respon terhadap stimulus. Apabila murid
tidak menunjukkan reaksi-reaksi terhadap stimulus guru tak mungkin dapat
membimbing tingkah lakunya ke arah tujuan behavior. Guru berperan penting di
dlaam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar ke arah
tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
Jenis-jenis
stimulus :
(1) Jenis-jenis stimulus
(2) Positive reinforcement : Penyajian stimulus yang
meningkatkan probabilitas suatu respon
(3) Negative rinforcement : Pembatasan stimulus yang
tidak menyenangkan, yang jika dihentikan akan mengakibatkan probabilitas respon
(4) Hukuman : pemberian stimulus yang
tidak menyenangkan misalnya : “Contradktion or reprimand”. Bentuk hukuman lain
berupa penangguhan stimulus yang menyenangkan (removing adalah pelasant or reinforcing stimulus).
(5) Primary rinforcement : stimulus pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan fisiologis
(6) Modifikasi tingkah laku
guru :
Perlakuan guru terhadap murid-murid berdasarkan minat dan kesenangan mereka.
Jadwal
reinforcement menguraikan tentang kapan dan bagaimana suatu respon diperbuat ?
Ada empat cara penjadwalan reinforcement :
1. “Fixed-ratio schedule”;
yang didasarkan pada penyajian bahan pelajaran, yang mana pemberi reinforcement
baru memberikan penguatan respon setelah terjadi jumlah tertentu dari respon.
2. “Variable ratio schedule”;
yang didasarkan penyajian bahan pelajaran dengan penguat setelah rata-rata
respon
3. “Fixed interval schedule”;
yang didasarkan atas satuan waktu tetapi diantara “reinforcement”
4. “variable interval
schedule”; pemberian renforcement menurut respon betul yang pertama setelah
terjadi kesalahan-kesalahan respon.
Paling tidak tidak, ada enam
konsep operant conditioning ini yaitu :
a. Penguatan positif dan negatif
b. Shopping, ialah proses pembentukan tingkah laku yang makin
mendekati tingkah laku yang diharapkan.
c. Pendekatan suksesif, ialah proses
pembentukan tingkah laku yang menggunakan penguatan pada saat tepat hingga
respon pun sesuai dengan yang diisyaratkan.
d. Extention, ialah proses penghentian kegiatan sebagai akibat
dari ditiadakannya penguatan.
e. Chaining of respons, ialah respon dan stimulus yang
berangkaian satu sama lain
f. Jadwal penguatan ialah variasi pemberian
peguatan : rasio tetap dan bervariasi, interval tetap dan bervariasi.
g. Menurut
Menurut thondike, belajar
dapat dilakukan dengan mencoba-coba (trial and error).mencoba-coba ini
dilakukan, manakala seseorang tidak tahu bagaimana harus memberikan respon atas
sesuatu. Dalam mencoba-coba ini seseorang mungkin akan menemukan respoons yang
tepat berkaitan dengan persoalan yang dihadapinya.
Karakteristik belajar trial
dan error adalah sebagai berikut :
a. Adanya motivatie pada diri seseorang
yang mendorong untuk melakukan sesuatu
b. Seseorang berusaha melakukan berbagai
macam respons dalam rangka memenuhi motive-motivenya.
c. Respons-respons yang dirasakan tidak
bersesuaian dengan motivenya dihilangkan
d. Akhirnya seseorang mendapatkan jenis
respon yang paling tepat.
Beberapa hukum belajr yang
ditemukan oleh Thoendike adalah sebagai berikut :
a. Hukum kesiapan (law of readiness).
Jika seseorang siap melakukan sesuatu, dan ia melakukannya, maka ia puas.
Sebaliknya, jika ia siap melakukan sesuatu, tetapi tidak melakukannya, maka ia
tidakpuas. Implikasi dari hukum ini adalah, bahwa motivasi sangat penting dalam
belajar. Sebab pemuas yang antara lain berupa terpemenuhinya motif-motif
seseorang, menjadikan seseorang belajar berulang-ulang.
b. Hukum latihan (low of exercise).
Jika seseorang mengulang-ulang respons terhadap suatu stimulus, maka akan
memperkuat hubungan antara respon dan stimulus. Sebaliknya jika respons
tersebut tidak digunakan, hubungannya dengan stimulus semakin lemah. Tetapi
lemah dan kuatnya hubungan antara respons dan stimulus tersebut tergantung
kepada memuaskan tidaknya respons yang diberikan. Implikasi hukum ini adalah
baha belajar dimulai dari tingkatan yang mudah berangsur-angsur menuju yang
sukat. Berangkat dari yang sederhana berangsur-angsur menuju ke yang kompelks.
c. 0hukum akibat (law of effect).
Manakala hubungan antara respon dengan stimulus menimbulkan kepuasan, maka
tingkatan penguatannya kian besar. Sebaliknya jika hubungan antara respon
dengan stimulus menimbulkan ketidak puasan, maka tingkatan penguatannya kian
lemah. Dengan perkataan lain, hukum akibat ini punya keyakinan bahwa orang
punya kecenderungan mengulang respon yang memuaskan dengan menghindari respon
yang tidak memuaskan. Hukum ini membawa implikasi kebenaran bagi diadakannya
eksperimentasi dalam belajar.
Selain mengemukakan tiga
hukum belajar, Tondike mengemukakan
prinsip-prinsip belajar, yaitu :
a. Pada saat seseorang berhadapan dengan
sebuah situasi yang bagi dia termasuk baru, berbagai ragam respon ia lakukan.
Respon tersebut ada kalanya berbeda-beda sampai yang bersangkutan memperoleh
respon yang benar.
b. apa yang ada pada diri seseorang, baik
itu berupa pengalaman, kepercayaan, sikap dan hal-hal lain yang telah ada pada
dirinya, turut menentukan tercapainya tujuan yang ingin dicapai.
c. Pada diri seseorang sebenamya terdapat
potensi untuk mengadakan seleksi terhadap unsur-unsur penting dari yang kurang
atau penting hingga akhirnya dapat menentukan respon yang tepat.
d. Orang cenderung memberikan respon yang
sama terhadap situasi yang sama.
e. Orang cenderung mengadakan assosiative
shiffing, ialah menghubungkan respon yang ia kuasai dengan situasi tertentu
tatkala menyadari bahwa respon yang ia kuasai dengan situasi tersebut mempunyai
hubungan.
f. Manakala suatu respon cocok dengan
situasinya relatif mudah untuk dipelajari (concept belongingness).
1.3. Pengertian Belajar Menurut
Psikologi Kognitif
Ada beberapa ahli yang belum
merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajr
sebagai proses hubungan stimulus-respon-reinforcement. Mereka
berpendapat, bahwa tingkahlaku seseorang tidak hanya dikontrol oleh Reward
dan reinforcement. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitif.
Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada
kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan seseorang terlibat langsung
dalam situsi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi kaun
kognitif berpandangan, bahwa tingkahlaku seseorang lebih bergantung kepada
insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi. Keseluruhan
adalah lebih dari bagian-bagiannya. Mereka memberi tekanan pada organisasi
pengamatan atas stimulus di dalam lingkungan serta faktor-faktor yang
mempengaruhi pengamatan.
Menurut psikologi kognitif,
belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha
untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh
pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari
informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan. Mempraktekkan,
mengabaikan dan respon-respon yang lainnya guna mencapai tujuan. Para psikolog
kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dipunyai sebelumnya, sangat
menentukan terhadap perolehan belajar :yang berhasil dipelajari yang berhasil
diingat dan yang mudah dilupakan.
Salah satu teori belajar
yang berasal dari psikologi kognitif adalah teori pemerosesan informasi. Menurut
teori ini, belajar dipandang sebagaoi proses pengolahaninformasi dalam otak
manusia. Sedangkan pengolahan oleh otak manusia sendiri dimulai dengan pengatan
(penginderaan) atas informasi yang berada dalam lingkungan manusia, penyimpanan
(baik untuk jangka waktu pendek maupun panjang), penyimpanan / pengkodean /
penyadian terhadap informasi-informasi yang tersimpan, dan setelah membentuk
pengertian, kemudian dikeluarkan kembalii oleh pembelajar.
Menurut teori ini suatu
informasi yang berasal dari lingkungan pembelajar, pada awalnya diterima oleh
reseptor. Reseptor-sreseptor tersebut memberikan simbol-simbol informasi yang
ia terima, dan kemudian diteruskan ke registor penginderaan yang terdapat pada
saraf pusat. Dengan demikian, informasi-informasi yang diterima oleh registor
penginderaan telah mengalami
transformasi.
Informasi yang masuk ke
dalam syaraf pusat tersdebut kemudian disimpan dalam waktu pendek.
Informasi-informasi yang disimpan dalam waktu sebentar ini, sebagian
diantaranya diteruskan ke memori jangka pendek, sedangkan selebihnya hilang
dari sistem. Proses pereduksian seperti ini dikenal juga dengan persepsi
selektif. Sementara memori jangka pendek lazim juga dikenal dengan memori kerja
dan kesadaran. Kapasitas memori jangka pendek ini amat terbatas, waktunya juga
pendek.
Informasi dalam memori
jangka pendek dapat ditranspormasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya,
diteruskan ke memori jangka panjang. Saat transpormasi, informasi-informasi
baru terintegrasi dengan informasi-informasi lama yang sudah tersimpan dalam
memori jangka panjang bertahan lama, dan disiapkan untuk dipergunakan di
kemudian hari.
Pengeluaran kembali atas
informasi-informasi yang terseimpan dalam memori jangka panjang adalah dengan
pemanggilan. Dalam pikiran yang sadar, informasi mengalir dari memori jangka
panjang ke memori jangka pendek, dan kemudian kegenerator respon. Sementara
untuk respon otomatis, informasi mengalir langsung dari memori jangka panjang
kegenerator respon selama pemanggilan.menurut psikologi belajr kognitif, reinforcemen
sangat penting juga dalam belajar, meskipun alasan yang dikemukakan berbeda
dengan psikologi behavioristik. Sebab, manakala menurut psikolog behavioristik
reinforcemen berfungsi sebagai pemerkuat respon atau tingkah laku, maka menurut
psikolog kognitif, berfungsi sebagai sumber umpan balik, megurangi
keragu-raguan hingga mengarah kepada pengertian.
Teori kognitif berpijak pada
tiga hal yaitu :
(1) Perantara sentral (central
intermediaries)
(2) Proses-proses pusat otak (central
brain), misalnya ingatan atau ekpektasi merupakan integrator tingkah laku yang
bertujuan. Pendapat ini berdasarkan pada inferensi tingkah laku yang tampak
(diamati)
(3) Pertanyaan tentang apa yang dipelajari ?
Jawabannya adalah struktur kognitif, bahwa yang dipelajari adalah fakta, kita
mengetahui dimana adanya, yang mengetahui altemate routes illustratis
cognitive structure . variabel tingkah laku non habitual adalah struktur
kognitif sebagai bagian dari apa yang dipelajari.
(4) Pemahaman dalam pemecahan masalah.
Pemecahan suatu masalah ialah dengan cara menyajikan pengalaman lampau dalam
bentuk struktur perseptual yang mendasari terjadinya insight (pemahaman) di
mana adanya pemgetian mengenai hubungan-hubungan yang essensial. Perferensi
yang digunakan adalah the contemporary structuring of the problem.
Prinsip-prinsip belajar teori kognitif :
(1) Gambaran perseptual sesuai dengan
masalah yang dipertunjukkan kepada siswa adalah kondisi belajar yang penting.
Suatu masalah belajar yang trstruktur dan disajikan upaya gambaran-gambaran
yang esensial terbuka terhadap inspeksi dari siswa.
(2) Organisasi pengetahuan harus merupakan
sesuatu mendasar bagi guru atau perencana pendidikan. Susunanya dari yang
sederhana ke yang kompleks, dalam arti dari keseluruhan yang sederhana ke
keseluruhan yang lebih kompleks. Masalah bagian keseluruhan adalah masalah
organisasi dan tidak bertalian dengan teori pola kompleksitas. Sesuai dengan
pandangan mengenai pertumbuhan kognitif, maka organisasi pengetahuan tergantung
pada tingkat perkembangan siswa.
(3) Belajar dengan pemahaman (understanding)
adalah lebih permanen (menetap) dan lebih memungkinkan untuk ditransferkan,
dibandingkan dengan rte leaming atau belajar dengan formula. Berbeda dengan
teori stimulus respon, teori yang menitikberatkan pada pentingnya kebermaknaan
dalam belajar dan mengingat (retention).
(4) Umpan balik kognitif mempertunjukkan
pengetahuan yang benar dan tepat dan mengoreksi kesalahan belajr. Siswa
menerima atau menolak sesuatu berdasarkan konsekuensi dari apa yang telah
diperbuatnya. Dalam hal ini kognitif setara dengan penguatan (reinforcement)
pada S-R theory, tetapi teori kognitif cenderung menempatkan titik beratnya
pada pengujian hipotesis melalui umpan balik.
(5) Penetapan tujuan (goal setting) penting
sebagai motivasi belajar. Keberhasilan dan kegagalan menjadi hal yang
menentukan cara menetapkan tujuan untuk waktu
yang akan datang.
(6) Berfikir defergen menuju ke ditemukannya
pemecahan masalah atau terciptanya produk yang berilai dan menyenagkan. Berbeda
dengan berfikir konvergen yang menuju ke mendapatkan jawaban-jawaban yang benar
secara logika. Berfikir defergen menuntut dukungan (umpan balik) bagi upaya
tentatif seseoranbg yang orisinil agar supaya dia dapat mengamati dirinya
sebagai kreatif potensial.
Teori Belajar Cognitive-Field dari Lewin
Bertolak dari penemuan
Gestalt Psychology, Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar
cognitive field dengan menaruh perhatian kepadakepribadian dan psikologi
sosial. Lewin memandang masing-mading individu berada di dalam suatu medan
kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis dimana individu
bereaksi disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan
dimana individu bereaksi, misalnya : orang-orang yang ia jumpai, objek materiil
yang ia hadapi, serta fungsi-fungsi kejiwaan yang ia miliki. Lewin berpendapat,
bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan-kekuatan, baik
dalam diri individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan, maupun dari
luar diri individu seperti sebagai akibat dari perubahan dalam struktur
kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan,
satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan
motivasi intemal individu. Lewin memberikan peranan yang lehih penting pada
motivasi dari reward.
Teori Belajar Cognitive Development dari Piaget
Dalam teorinya Piaget
memandang bahwa proses berfikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi
intelektual dari konkret menuju abstrak.
Piaget adalah seorang
psikolog developmental karena penelitiannya mengenai tahap-tahap perkembangan
pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajr individu. Dia
adalah salah seorang psikolog suatu teori komperhensif tentang perkembangan
intelegensi atau proses berfikir. Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental
memberikan kemampuan-kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada.
Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Apabila
ahli biologi menekankan penjelasan tentang pertumbuhan struktur memungkinkan
individu mengalami penyesuaian diri dengan lingkungna, maka Piaget tekanan
penyelidikannya lain. Piaget menyelidiki masalah yang sama dari segi
penyesuaian / adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau
kognisi berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk di dalam
individu akibat interaksinya dengan lingkungan.
Piage memakai istilah scheme
secara interchageably, Piaget memakai istilah scheme secara
interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang
dapat diulangulang. Scheme berhubungan dengan :
-
Refleks-refleks
pembawaan, misalnya bemafas, makan, minum
-
Scheme
mental, misalnya scheme of classifkation, scheme of operation (pola tingkah
laku yang masih sukar diamati seperti sikap), scheme of operation (pola tingkah
laku yang dapat diamati).
Menurut Piaget,
intelegensiitu sendiri terdiri dari tiga aspek yaitu :
a. Struktur, disebut juga scheme seperti
yang dikemukakan di atas.
b. Isi disebut juga content, yaitu pola
tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah.
c. Fungsi, disebut juga fungcion, yang
berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual, fungsi itu
sendiri terdiri dari dua macam fungsi invarian, yaitu organisasi dan adaptasi.
-
Organisasi,
berupa kecakapan seseorang / organisme dalam menyusun proses-proses fisik dan
psikis dalam bentu sistem-sistem yang koheren.
-
Adaptasi,
yaitu adaptasi individu terhadap lingkungannya. Adaptasiini terdiri dari dua
macam proses komplementer yaitu asimilasi dan akomodasi.
+
Asimilasi
: Proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi masalah
dalam lingkungannya.
+
Akomodasi
: Proses perubahanrespon individu terhadap stimuli lingkungannya.
Dengan penjelasan seperti di
atas dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan individu.
Pertumbuhan intelektual
terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equlibrium-equilibrium.
Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai
tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Pengaplikasian di dlaam
belajar, perkembangan kognitif bergantung kepada komodasi. Kepada siswa harus
diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak
dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantngkan
diri pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini siswa akan mengadakan usaha
untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan
mempermudahpertumbuhan kognitif.
Jadi secara singkat dapat
dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu structure,
content, dan function. Anak yang sedang mengalami perkembangan. Struktur
dan kontent intelektualnya berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan
mtersusun sehingga berubah / berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun
sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan, masing-masing mempunyai
struktur psikologis khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget
mengartikan inteligensi adalah sejumlah struktur piskologis yang ada pada
tingkat perkembangan khusus.
Tahap-tahap Perkembangan
Piaget mengidentifikasi
empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu :
1. Kematangan
2. pengalaman fisik / lingkungan
3. transmisi sosial
4. equilibrium atau self regulation
Selanjutnya ia membagi
tingkat-tingkat perkembangan
1. Tingkat sensori motoris 0.0 – 2.0 Tiap
2. tingkat preoperasinal 2.0 – 7.0 anak
3. tingkat operasi konkret 7.0 – 11.0 ber-
4. tingkat operasi formal 11.0
- beda
Penjelasan :
1. Bayi lahir dengan refleks bawaan, skema
dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks.
Pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang
tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan inderanya.
2. tingkat preoperasional
anak mulai timbul
pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat ia
jumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja. Baru pada menjelang akhir tahun
ke-2 anak telah mulai mengenal simbol / nama. Dalam hubungan ini Philips (1969)
membagi atas :
1. concreteness
2. interversibility
3. centering, (ini tampak adanya
egocentisme)
4. state vs transformation, dan
5. transductive reasoning
1. tingkat operasi konkret
anak telah dapat mengetahui
simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak.
Kecakapan kognitif anak :
(1) Combinativy classifkation
(2) Reversibility
(3) Associativity
(4) Identity
(5) Serializing
Anak mulai kurang
egocentrisme-nya dan lebih sociocentris (anak mulai membentuk peer
group)
2. Tingkat operasi formal
Anak telah mempunyai
pemikiran abstrak pada bentuk-bentuk kompleks. Flavell (1963) memberikan
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pada pemikiran anak remaja adalah
hypothetko-deductive.
Ia telah dapat membuat
hipotesis-hipotesis dari suatu problema dan membuat keputusan terhadap problema
itu secara tepat, tetapi anak kecil belum dapat menyimpulkan apakah
hipotesisnya ditolak atau diterima.
b. Periode propositional thinking
Remaja telah dapat meberikan
statemen atu proposisi berdasarkan pada data yang konkret. Tetapi kaang-kadang
ia berhadapan dengan proporsi yang bertentangan dengan fakta.
c. Periode combinatorial thinking
Bila remaja itu
mempertimbangkan tentang pemecahan problem ia telah dapat memisahkan
faktor-faktor yang menyangkut dirinya dan mengkombinasi faktor-faktor itu.
Jerome bruner dengan Discovely Leaming-nya
Yang menjadi dasar ide J.
Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan
secara aktif di dalam belajr di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa
yang disebutnya discovery leeaming, yaitu dimana murid mengorganisasi
bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedor ini berbeda dengan reception
leaming atau expositoryteaching, dimana guru menerangkan informasi
dan murid harus mempelajari semua bahan / informasi itu.
Banyak pendapat yang
mendunkung discovery leaming itu, diantaranya J. Dewey (1933) dengan complete
art of reflective activity aau dikenal dengan problem solving. Ide Bruner itu
ditulis dalam bukunya Process of Education. Di dalam buku itu ia melaporkkan
hasil dari suatu konferensi diantara suatu para ahli science. Ahli sekolah /
pengajaran dan pendidik tentang pengajaran science. Dalam hal ini /ia
mengemukakan pendapatnya, bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif
dalam bentuk intelektual yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada
tingkat permulaan pengajaran hendaknya dapat diberikan melalui cara-cara yang
bermakna, dan makin meningkat ke arah yang abstrak.
Bruner mendapat pertanyaan,
bagaimana kita dapat mengembangkan program pengajaran yang lebih efektif bagi
anak yang muda ? Jawaban Bruner ialah dengan mengkoordinasikan metode penyajian
bahan itu, yang sesuai dengan tingkat kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan
anak dari tingkatt kamajuan anak (anactive) ke representasi konret (konek)
dan akhirnya ke tingkat representasi yang abstrak (symbolk).
Demikian juga dalam penyesuaian kurikulum. Pemyataan lain dan process of
education ialah tentang bagaimana mata pelajaran itu harus diajarkan.
Kurikulum dari suatu mata pelajaran harus ditentukan oleh pengertian yang
sangat fundamental bahwa hal itu dapat dicapai berdasarkan prinsip-prinsip yang
memberikan struktur bagi mata pelajaran itu. Maka di dalam mengajar harus dapat
diberikan kepada murid struktur dari mata pelajaran itu, murid harus
mempelajari prinsip-prinsip itu sehingga terbentuklah suatu disiplin. Sekali
murid mengetahui prinsip itu ia problem di dalam disiplin itu. Bruner
menyebutkan hendaknya guru harus memberikan kesempatan kepada muridnya untuk
menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin, atau ahli
matematika.Biarkanlah
murid-murid kita menemukan arti bagi diri mereka endiri, dan memungkinkan
mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti mereka.
the act of discovery dari
Bruner:
1. Adanya suatu kenaikan
berkala di dalam potensi intelektual.
2. Ganjaran intrinsik lebih
ditekankan daripada intrinsik.
3. Murid yang mempelajari
bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode discovery leaming.
4. Murid lebilh senang
mengingat-ingat informasi .
1.4. Pengertian Belajar
Menurut Psikologi Humanistik
Pada akhir
tahun 1940-an muncul suatu perspektif psikologi baru. Orang-orang yang terlibat
dalam penerapan psikologilah yang berjasa dalam perkembangan ini, misalnya
ahli-ahli psikologi klinik, pekerja-pekerja sosial dan konseler. Gerakan ini
erkembang, dan kemudian dikenal sebagai psikologi humanistik, eksestensial,
perceptual, atau fenomenologikal. Psikologi ini berusaha untuk memahami
perilaku seseorang dari sudut si pelaku (behaver), bukan dari pengamat
(observer).
Dalam dunia
pendidikan, aliran humanistik muncul pada tahun 1960 sampai 1970-an dan mungkin
perubahan-perubahan dan inovasi yang terjadi selama dua dekade yang terakhir
pada abad 20 ini pun juga akan menuju pada arah ini (John Jarolimak ek, Cliffor
D Foste, 1976, halaman 330)
Perhatian
psikologi humanistik yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap
individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka
hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik
aliran humanistik penyusunan dan penyajian materi pelajaran barus sesuai dengan
perasaan dan perhatian siswa.
Tujuan utama para pendidik
ialah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing
individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka
(Hamachek, 1977, p. 148).
Psikologi
humanistik berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yang unik, beragam, berbeda
antara satu dengan yang lain. Keberagaman yang ada pada diri anak, hendaknya
dikukuhkan. Dengan demikian, seorang pendidik atau guru bukanlah bertugas untuk
membentuk anak menjadi manusia sesuai yang ia kehendaki, melainkan memantapkan
visi yang telah ada pada anak itu sendiril untuk itu, seorang pendidik pertama
kali membantu anak untuk memahami diri mereka sendiri, dan tidak memaksakan
pemahamannya sendiri mengenai diri siswa.
Keberagaman
anak tidak saja dari segi lahir, melainkan yang terutama adalah dari segi
batinnya. Oleh karena itu, jika ingin memahami anak, tidak dapat dengan
menggunakan perspektif orang yang memahami, melainkan dengan menggunakan
perspektif orang yang dipahami.
Behaviorisme Versus Humanistik
Dalam menyoroti
masalah perilaku, ahli-ahli psikologi behavioral dan humanistik mempunyai
pandangan yang sangat berbeda. Perbedaan ini dikenal sebagai freedom of
determination issue. Para behaviorest memandang orang sebagai makhluk
reaktif yang memberikan responsnya terhadap lingkungannya. Pengalaman lampau
dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Sebaliknya para humanistik
mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu menentukan perilaku mereka sendiri.
Mereka bebas dalam memilih kualitas hidup mereka, tidak terikat oleh
lingkungannya.
Sebagaimana
disebtakan diatas, bahwa pandangan psikologi humanistik merupakan anti tesa
dari pandangan psikologi behavioristik. Eka dalam pandangan psikologi
behavioristik, belajar merupakan kontrol instrumental yang dilakukan oleh
lingkungan, maka dalam pandangan psikologi humanistik justru sebaliknya.
Belajar dilakukan dengan cara memberikan kebebasan yang sebesar-besarnya kepada
individu.
Tokoh-Tokoh Humanistik
Ada beberapa
tokoh yang menonjol dalam aliran humanistik seperti: Combs, Maslov, dan Rogers
1) Combs :
Combs dan
kawan-kawan menyatakan apabila kita ingin memahami perilaku orang kita harus
mencoba memahami dunia persepsi orang itu. Apabila kita ingin mengubah perilaku
seseorang, kita harus berusaha mengubah keyakinan atau pandangan orang itu,
perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dari yang lain. Combs dan
kawankawan selanjutnya mengatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak
lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak
akan memberikan kepuasan baginya. Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya
tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu, ini sesungguhnya berarti,
bahwa siswa itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang
dikehendaki oleh guru itu. Apabila guru itu memberikan aktivitas yang lain,
mungkin sekali siswa akan memberikan reaksi yang positif. Para ahli humanistik
melihat adanya dua bagian pada leaming, yaitu:
1. Pemerolehan informasi baru,
2. Personalisasi informasi,
ini pada individu.
Combs
berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa
mau belajar apabila subject matter-nya disusun dan disajikan sebagaimana
mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada subject matter itu, dengan kata
lain di individulah yang memberikan arti tadi kepada subject matter itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana caranya membawa si siswa untuk memperoleh
arti bagi pribadinya dari subject matter itu, bagaimana siswa itu menghubungkan
subject matter itu dengan kehidupannya (Principles of Instruction Design oleh
Robert M. Gayne & Leshe J. Briggs, halaman 212).
Combs
memberikan lukisan persepsi diri dan persepsi dunia seseorang seperti dua
lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat satu. Lingkaran kecil (1)
adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkaran besar (2) adalah persepsi
dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang
pengaruhya pada individu dan makin dekat peristiwa-peristiwa itu dari persepsi
diri makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai
sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
2) Maslov
Teori
didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal :
(1) Suatu usaha yang positif
untuk berkembang
(2) Kekuatan untuk melawan atau
menolak perkembangan itu, (maslov, 1968)
Pada diri
masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk
berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan
apa yang sudah ia miliki dan sebagainya. Tetapi mendorong untuk maju ke arah
keutuhan, keunikan diri, menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat
menerima diri sendifi (self).
Maslov membagi
kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah
dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia
dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di tasnya, ialah kebutuhan
mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslov
ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada
waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar
tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
3) Carl Rogers
Salah seorang tokoh psikologi humanistik adalah Carl Rogers, seorang
ahli psikoterapi. la mempunyai pandangan bahwa siswa yang belajar hendaknya
tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas. Tidak itu saja, siswa juga
diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan
sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan-keputusan yang ia ambil
atau pilih.
Dalam belajar demikian, anak tidak dketak menjadi oran lain melainkan
dibiarkan dan dipupuk untuk menjadi dirinya sendiri. la tidak direkayasa agar
terikat kepada orang lain, bergantung kepada pihak lain dan memenuhi harapan
orang lain. la dibiarkan agar tetap bisa menjadi arsitek buat dirinya sendiri.
Rogers
mengemukakan prinsip-prinsip belajar humanistik sebagai berikut :
a. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar merupakan suatu hal yang
bersifat alamiah bagi manusia. Ini disebabkan adanya hasrat ingin tahu manusia
yang terus menerus terhadap dunia dengan segala isinya. Hasrat ingin tahu yang
demikian terhadap dunia sekelilingnya, menjadikan penyebab seseorang senantiasa
berusaha mencari jawabannya. Dalam proses mencari jawaban inilah, seseorang
mengalami aktivitas-aktivitas belajar.
b. Belajar bermakna.
Dalam pandangan psikologi humanistik makna sangat penting dalam belajar.
Seorang beraktivitas atau tidak senantiasa akan menimbang-nimbang apakah
aktivitas tersebut menipunyai makna buat dirinya. Sebab, sesuatu yang tak
bermakna bagi dirinya, tentu tidak akan ia lakukan.
c. Belajar tanpa hukuman.
Hukuman memang dapat saja membuat seseorang untuk belajar. Tetapi, hasil
belajar demikian tidak akan bertahan lama. la melakukan aktivitas sekedar
menghindari ancaman hukuman. Pada hal, manakala hukuman tak ada, aktivitaspun
tidak akan dilakukan. Oleh karena itu, agar anak belajar justru harus
dibebaskan dari ancaman hukuman.
Belajar yang terbebas dari ancaman hukuman demikian im menjadikan
penyebab anak bebas melakukan apa saja, mencoba-coba sesuatu yang bermanfaat
buat dirinya. mengadakan eksperimentasi-eksperimentasi hingga anak dapat menemukan
sendiri mengenai sesuatu yang baru. Kreativitas anak dalam belajar yang bebas
dari ancaman hukuman dengan sendirinya juga akan meningkat.
d. Belajar dengan inisiatif
sendiri.
Belajar dengan
inisiatif sendiri pada diri pembelajar sebenamya menyiratkan betapa tingginya
motivasi internal yang dipunyai. Pembelajar yang banyak berinisiatif tatkala
belajar, senantiasa mencari cara-cara hingga dia berhasil dalam belajarnya.
Inisialif yang lahir dari diri sendiri im juga menunjukkan rendalmya dependensi
pembelajar terhadap orang lain. la akan bebas melakukan apa saja dalam
belajarnya. dan tidak terikat oleh rekayasa-rekayasa yang berasal dari
lingkungannya. Pada diri pembelajar yang kaya inisiatif, terdapat kemampuan
untuk mengarahkan dirinya sendiri, menentukan pilihannya sendiri serta berusaha
menimbang-nimbang sendiri mana hal yang baik bagi dirinya. la akan berusaha
dengan totalitas pribadinya untuk mencapai sesuatu yang ia cita-citakan.
e. Belajar dan perubahan.
Dunia terus berubah, dan siapapun di dunia ini tak ada yang dapat
menangkal perobahan. Oleh karena itu, pembelajar haruslah dapat belajar dalam
segala kondisi dan situasi yang serba berubah. Kalau tidak, ia akan terlindas
oleh perubahan.
Dengan demikian, belajar yang sekedar mengingat fakta, menghafal sesuatu,
dipandang tidak cukup. Orang harus dapat menyesuaikan dalam sebuah dunia yang
senantiasa berubah.
Dalam bukunya freedom to learn, ia menunjukkan sejumlah
prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting, di antaranya adalah :
(1)
Manusia itu mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami.
(2)
Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter di rasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri.
(3)
Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai
dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
(4)
Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebilh mudah dirasakan
dan diasimilasikan apabila ancaman- ancaman dari luar itu semakin kecil
(5)
Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh
dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar
(6)
Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
(7)
Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan
ikut bertanggung-jawab terhadap proses belajar itu.
(8)
Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi
siswa seutuhnya
baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan basil yang
mendalam dan lestari.
(9)
Kepercayaan tehadap diri sendiri, kemerdekaan. kreativitas lebih mudah
dicapai terutama siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya
sendiri dan penilaian diri orang lain merupakan cara kedua yang penting.
(10) Belajar yang paling berguna
secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar.
suatu keterbukaan yang terus-menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke
dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.
1.5. Pengertian Belajar
Menurut Psikologi Gestalt.
Dalam aliran
ini ada beberapa istilah yang artinya sama ialah: field, pattera, organisme,
closure, integration, wholistk, configuration, dan gestalt. Karena itu
psikologi gestalt sering disebut psikologi organisme atau field theory.
Menurut aliran
ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang berstruktur. Suatu keseluruhan
bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam
keseluruhan menurut struktur yang telah tertentu dan saling berinteralisi satu
sama lain, Contoh: kepala manusia bukan merupakan penjumlahan daripada batok
kepala, telinga, bidung, mata, mulut, rambut, dagu, dan sebagainya, melainkan
kepala itu adalah suatu keseluruhan yang bermakna, di mana unsur-unsur tadi
teletak pada struktumya masing-masing. Mata tidak mungkin terletak di ibu jari,
hidung tidak mungkin terletak di tengah-tengah dada dan seterusnya. Pada
struktumya masing-masing itulah bagian-bagian dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam hubungan keseluruhan itu. Lagi
pula sesuatu hal, perbuatan, benda lain-lain hanya bermakna dalam hubungan
dengan situasi tertentu. Misalnya: emas (perhiasan) hanya bermakna dalam
situasi di mana ada pesta. para tamu umumnya memakai perhiasan yang
indah-indah, akan tetapi akan tidak bermakna dalam situasi padang pasir di mana
seseorang sedang mengalami rasa haus dan dahaga.
Pandangan ini
sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa pokok yang perlu
mendapat perhatian antara lain ialah :
(1) Timbulnya kelakuan adalah
berkat interaksi, antara individu dan lingkungan dimana faktor apa yang telah
dimiliki (natural endowment) lebih menonjol.
(2) Bahwa individu berada dalam
keadaan keseimbangan dinamis, adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan
mendorong timbulnya kelakuan.
(3) Mengutamakan segi pemahaman
(insight)
(4) Menekankan kepada adanya
situasi sekarang, dimana individu menemukan dirinya
(5) Yang utama dan pertama
adalah keseluruhan, dan bagian-bagian hanya bermakna jika berada dalam
keseluruhan itu.
Prinsip-prinsip Belajar
gestalt (field theory )
1) Belajar dimulai dari suatu
keseluruhan. Keseluruhan yang menjadi permulaan, baru menuju ke bagian-bagian.
Dari keseluruhan organisasi mata pelajaran menuju tugas-tugas harian yang
beruntun. Belajar dimulai dari satu unit yang kompleks menuju ke hal-hal yang
mudah dimengerti, deferensiasi pengetahuan dan kecakapan.
2) Keseluruhan memberikan makna
kepada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi dalam suatu keseluruhan.
Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka keseluruhan tadi. Dengan demikian
keseluruhan yang memberikan makna terhadap suatu bagian, misal : sebuah ban
mobil hanya bemakna kalau menjadi bagian dari mobil, sebagai roda. Sebuah papan
tulis hanya bermakna sebagai papan tulis kalau ia berada dalam kelas, sebuah
tiang kayu hanya bermakna sebagai tiang kalau menjadi satu dari rumah dan
sebagainya.
3) Individuasi bagian-bagian
dari keseluruhan. Mula-mula anak melihat sesuatu sebagai keseluruhan.
Bagian-bagian dilihat dalam hubungan fungsional dengan keseluruhan. Tetapi
lambat laun ia mengadakan deferensiasi bagian-bagian itu dari keseluruhan
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil atau kesatuan yang lebih kecil contoh:
mula-mula anak melihat mengenal wajah ibunya sebagai keseluruhan kesatuan.
Lambat laun dia dapat memisahkan mana mata ibu, mana hidung ibu, mana telinga
ibu, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu cantik atau jelek, atau menarik
dan sebagainya.
4) Anak belajar dengan
menggunakan pemahaman atau insight. Pemahaman adalah kemampuan melihat
hubungan-hubungan antara berbagai faktor atau unsur dalam situasi yang
problematis, seperti simpanse dapat melihat hubungan antara beberapa buah kotak
menjadi sebuah tangan untuk mengambil buah pisang karena ia sedang lapar.
Tokoh psikologi
gestalt ini antara lain adalah Kohler, Koffka dan Wertheimer. Menurut pandangan
psikologi gestalt, belajar terdiri atas hubungan stimulus respon yang sederhana
tanpa adanya pengulangan ide atau proses berfikir.
Psikologi
kognitif mulai berkembang dengan lahimya teori belajar Gestalt ini. Peletak
dasar psikologi gestalt adalah Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang
pengamatan dan problem solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt koffka
(1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan,
kemudian Wollgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada
simpanse. Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan psikologi gestalt yang
menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam
pengalaman. Kaum gestalt berpendapat, bahwa pengalaman itu berstruktur yang
terbentuk dalam suatu keseluruhan. Orang yang belajar, mengamati stimuli dalam
keseluruhan yang terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah.
Suatu konsep
yang penting dalam teori gestalt adalah tentang "insight", yaitu
pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian di
dalam suatu situasi permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan
pemyataan spontan "aha" atau "oh", “sec-now".
Kohler (1927)
menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpanse dengan menghadapkan simpanse
pada masalah bagaimana memperoleh pisang yang terletak di luar kurungan atau
tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa
kadangkala simpanse dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal
meraih pisang, kadang kala duduk merenungkan masalah, dan kemudian secara
tiba-tiba menemukan pemecahan masalah.
Wertheimer
(1945) menjadi orang gestalt yang mula-mula menghubungkan pekerjaannya
dengan proses belajar di kelas. Dari pengamatannya itu. ia menyesalkan
penggunaan metode menghafal di sekolah dan menghendaki agar murid belajar
dengan pengertian bukan hafalan akademis.
Menurut
pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar (baik pada simpanse maupun pada
manusia) menggunakan insight atau pemahaman terhadap hubungan-hubungan,
terutama hubungan-hubungan antara bagian dengan keseluruhan. Menurut psikologi
gestalt, tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam situasi
belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada dengan hukuman dan
ganjaran.
Menurut
psikologi gestalt setiap pengalaman itu senantiasa struktur. Setiap respon yang
diberikan oleh seseorang terhadap stimulan, sebenamya tidak tertuju kepada
suatu bagian melainkan teriuju kepada sesuatu yang bersifat kompleks.
Adapun
hukum-hukum belajar menurut psikologi adalah sebagai berikut :
a. Hukum kesamaan (law of
similarity). Menurut hukum ini, sesuatu yang sama cenderung membentuk satu
kesatuan. Perhatikan gambar berikut ini:
$ Y
@ h
$ Y
@ h
$ Y
@ h
b. Hukum penuh makna (law
of pragnanz). Menurut hukum ini, pengamatan terhadap sesuatu objek
cenderung dikaitkan dengan makna objek tersebut bagi seseorang. Makna objek
tersebut bagi seseorang, bisa berupa bentuknya, ukurannya, warnanya dan
sebagainya.
c. Hukum kedekatan ( law of
proximity ). Menurut hukum ini, sesuatu yang berdekatan cenderung membentuk
satu kesatuan, periksa gambar berikut ini
|| || || ||
|| || || ||
ab cd ef gh
d. Hukum ketutupan (law of
closure ). Menurut hukum ini, hal-hal yang tertutup membentuk suatu
kesatuan. Perhatikan gambar berikut
ù é ù é ù é
½ ½ ½ ½ ½ ½
û ë û ë û ë
a b c d e f
e. Hukum-hukum kontinyutas (
law of goof continuation )
Menurut hukum
ini, hal-hal yang merupakan kontinyuitas membentuk suatu kesatuan.
Menurut
psikologi gestalt, wawasan atau yang lazim disebut sebagai insight dipandang
sebagai inti belajar. Oleh karena itu, dalam belajar yang mestinya ditanamkan
adalah pengertian siswa mengenai sesuatu yang harus dipelajari.
2. CIRI - CIRI BELAJAR
Sebagaimana
disebutkan diatas, bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari adanya pengalaman. Oleh karena itu, ada sejumlah ciri belajar yang dapat
dibedakan dengan kegiatan-kegiatan lain selain belajar. Pertama, belajar
dibedakan dengan kematangan. Kedua, belajar dibedakan dengan perubahan kondisi
fisik dan mental. Ketiga hasil belajar bersifat relatif menetap.
Berdasarkan
pengertian belajar diatas. maka pada hakikatnya "belajar menunjuk ke
perubahan dalam tingkah laku si subjek dalam situasi tertentu berkat
pengalamannya yang berulang-ulang, dan perubahan tingkah taku tersebut tak
dapat dijelaskan atas dasar kecendrungan-kecendrungan respon bawaan, kematangan
atau keadaan temporer dari subjek (misalnya keletihan, dsb)".
1) Belajar berbeda dari
kematangan.
Kematangan
adalah sesuatu yang dialami oleh manusia karena perkembangan-perkembangan
bawaan. Tanpa melalui aktivitas belajarpun, pada saat tertentu, orang akan
mengalami kematangan. Oleh karena itu, kematangan akan dialami oleh seseorang,
meskipun ia sendiri tidak mensengaja. Kematangan yang ada pada diri seseorang
juga bukan karena satu upaya yang dilakukan oleh orang lain (misalnya saja
guru).
Kematangan
umumnya ditandai oleh adanya perubahan-perubahan pada diri seseorang, baik yang
bersifat fisik maupun psikis. Adanya perubahan pada diri seseorang semisal dari
belum bisa berjalan pada umur tertentu menjadi bisa berjalan pada umur
selanjutnya, tidaklah akibat dari aktivitas belajar. Demikian juga, dari
seseorang belum bisa berbkara kemudian menjadi bisa berbkara, juga bukan karena
aktivitas belajar melainkan karena adanya proses kematangan.
Berbeda dengan
belajar, ia adalah suatu proses yang disengaja dan secara sadar. Belajar adalah
suatu aktivitas yang dirancang, atau sebagai akibat interaksi antara individu
dengan lingkungannya.
2) Belajar dibedakan dari
perubahan kondisi fisik dan mental.
Belajar adalah
proses perubahan tingkah laku yang disengaja. Perubahan tersebut bisa berupa
dari tidak talm menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak
dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengedakan sesuatu, dari memberikan
respon yang salah atas stimulus-stimulus ke arah memberikan respon yang benar.
Berarti perubahan fisik dari kecil menjadi besar, dari kurus menjadi gemuk, dan
pendek menjadi semakin tinggi bukanlah karena proses belajar, dan oleh karena
itu tidak dapat disebut sebagai proses belajar.
3) Hasil belajar relatif
menetap
Hasil belajar
relatif menetap, dan tidak berubah-ubah. Perubahan tingkah laku yang sifatnya
relatif tidak menetap, bukanlah karena proses belajar. Orang setiap kali dapat
berubah. Perubahan-perubahan demikian, tidak sama dengan perubahan-perubahan
dalam belajar. Oleh karena itu, tidak semua perubahan yang ada pada diri
seseorang dianggap sebagai hasil belajar. Hanya perubahan-perubahan tertentu
saja yang memenuhi syarat untuk disebut sebagai belajar.
3. TUJUAN DAN UNSUR-UNSUR
DINAMIS DALAM BELAJAR
Tujuan dan
unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah dua hal yang sangat penting dalam
belajar. Tujuan umumnya mengarahkan seseorang yang sedang belajar ke arah
kegiatan tertentu. Sementara unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah suatu
perangkat yang turut menghantarkan sesemang yang sedang mencapai tujuan
belajar.
Tujuan Belajar
Setiap manusia
kreativitas, sepanjang aktivitas tersebut disadari, senantiasa dimaksudkan bagi
pencapaian tujuan tertentu. Demikian juga seseorang yang sedang berkreativitas
belajar. tentulah dimaksudkan bagi pencapaian tujuan.
Paling tidak
ada empat alasan mengapa tujuan belajar ini perlu dirumuskan oleh pembelajar.
Pertama, agar ia mempunyai arah dalam berkreativitas belajar. Kedua, agar ia
dapat menilai seberapa target belajar telah ia capai atau belum. Ketiga agar
waktu dan tenaganya tidak tersita untuk kegiatan selain belajar.
3.1. Tujuan belajar dalam
hubungannya dengan perubahan tingkah laku.
Salah satu ciri
belajar pada diri seseorang adalah terdapatnya perubahan tingkah laku pada
dirinya. Adanya perubahan tingkah laku ini menjadikan seorang pembelajar
berubah dari suatu kondisi ke kondisi tertentu. Perubahan tingkah laku dalam
diri pembelajar umumnya dapat diamati (obsevable). Oleh karena itu, ketika
pembelajar mau mengadakan aktivitas belajarnya, perlu merumuskan tujuan belajar
buat dirinya sendiri.
Dalam
merumuskan tujuan belajar yang terkait dengan perubahan tingkah laku ini,
seseorang pembelajar pertama kali haruslah mengenali mengenai dirinya sendiri.
Pengenalan terhadap dirinya sendiri ini sangat penting guna merumuskan
kebutuhan kebutuhan belajarnya. Pengenalan mengenai diri sendiri ini juga bisa
terhindar dari mempelajari sesuatu yang sudah dikuasai, disamping dapat
terhindar juga dari mempelajari sesuatu yang tidak dimaksudkan untuk
dipelajari.
Tujuan belajar
yang dikaitkan dengan perubahan tingkah laku ini mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Jelas siapa yang berubah
(dalam hal ini adalah pembelajar sendiri, dan bukan pengajar).
b. Jelas perubahannya, dari tidak
bisa sesuatu menjadi bisa sesuatu.
c. Jelas waktunya, yaitu kapan
perubahan tingkah laku tersebut berlangsung dan tercapai.
d. Jelas ukuran perubahannya,
yang lazim ditunjukkan secara kuantitatif.
e. Jelas cara menghukumya,
yaitu perubahan tersebut dapat diukur dengan cara bagaimana.
f. Dirumuskan dengan kata-kata
yang kongkrit (observable).
Sebagai contoh,
setelah menelaah Bab I, pembelajar dapat menjelaskan 4 ciri-ciri tingkah laku
menyimpang secara lisan. Kata pertama, pembelajar, menunjukkan dengan jelas
siapa yang berubah tingkah lakunya setelah melakukan aktivitas, dalam hal ini
adalah pembelajar bukan pengajar (unsur pertama). Kata-kata dapat menjelaskan
menunjukkan terdapatnya perubahan tingkah laku pada diri pembelajar: dari tidak
bisa menjelaskan menjadi bisa menjelaskan (unsur kedua). Kata-kata setelah
menelaah bab I menunjukkan waktu perubahan (unsur ketiga). Kata-kata 4
ciri-ciri tingkah laku menyimpang menunjukkan ukuran perubahan. Bandingkan
misalnya dengan kata-kata: ciri-ciri tingkah laku menyimpang. Kata-kata ini
tidak menunjukkan berapa jumlah ciri tingkah laku menyimpang (unsur keempat).
Kata secara lisan menunjukkan bagaimana perubahan tingkah laku tersebut diukur.
Sebab, pengukuran terhadap bisa tidaknya seseorang menjelaskan secara lisan dan
secara tertulis. membutuhkan cara pengukuran tersendiri. Oleh karena itu,
bentuk perubahan tingkah laku tesebut haruslah jelas (unsur kelima). Kata
menjelaskan pada rumusan tujuan menunjukkan bahwa ia dapat diamati secara
konkrit. Bandingkan misaInya dengan kata memahami, mengerti. merasakan,
menikmati. Kata-kata disebutkan terakhir ini tidak dapat diamati (tidak
observable).
Bloom dan
kawan-kawan (1956) membuat taksonomi tujuan belajar yang terkait dengan
perubahan tingkah laku ini. Ia mengkategorisasikan tujuan (bukan memisahkan,
karena semestinya tidak untuk dipisah-dipisahkan) menjadi tiga kawasan, ialah
kawasan tersebut, masing-masing mempunyai sub kawasan masing-masing yang
disusun mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks.
Kawasan
pertama, cognitive terdiri dari knowledge, comprehension, applkation, analysis,
syntihesis don evaluation. secara berturut-turut akan dijelaskan sebagai
berikut :
a. Knowledge, dapat diartikan
dengan pengetahuan. Sub kawasan ini mementingkan aspek ingatan. Oleh karena itu,
sub kawasan ini lebih tepat untuk diartikan mengingat terhadap materi-materi
yang pernah dipelajari. Mengingat kembali terhadap fakta-fakta yang pernah
dipelajari, teori-teori yang pernah ditelaah. dalam kawasan kognitive ini
dipandang berada pada tingkat terendah.
b. Comprehension dapat
diartikan dengan kemampuan untuk menangkap pengertian mengenai sesuatu. Pada
sub kawasan ini, seseorang dapat menterjemahkan sesuatu, mengambil kata lain
dari suatu kata atau pengertian, mengambil inti dari suatu bacaaan dan membuat
prakiraan-prakiraan.
c. Applkation lazim diberi
makna sebagai suatu kemampuan untuk menerapkan apa-apa yang pernah dipelajari
ke dalam situasi yang senyatanya. Pada sub kawasan ini, seseorang yang sedang
belajar mampu menerapkan, mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori dalam
situasi praktis.
d. Analysis adalah suatu
kentamptian untuk merinci, menghubungkan, menguraikan rincian dan saling
hubungan antara bagian satu dengan bagian lainnya.
e. Synthesis adalah suatu
kemamptian untuk menyatukan hal-hal yang tak menyatu menjadi sebuah kesatuan
yang utuh. Dengan kemampuan synthesis ini sesuatu yang sebelumnya
terbelah-belah terkristal dan kemudian dapat diformulasikan ke dalam forinula
yang tak terbelah.
f. Evaluation adalah suatu
kemampuan unluk menentukan baik-buruk, berharga-tidak berharga, bernilai-tidak
bernilai
mengenai suatu
hal. Penentuan tersebut didasarkan atas patokan-patokan yang dilmat pada masa
sebelumnya. Kemampuan mengadakan evaluasi ini termasuk jenis kemampuan yang
tertinggi dalam kawasan kognitive ini.
Kawasan kedua,
affective ineliputi empat sub kawasan berikut: receiving, responding,
valuing, organization, characteristization by a value or value complex.
Secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Receiving atau penerimaan, adalah kemampuan
seseorang untuk menghadirkan kediriannya pada sebuah even atau
stimulus-stimulus yang ia terima. Menghadirkan diri demikian ini, meskipun
dalam tataran rendah. telah dapat meliput kesadaran seseorang. Hasil belajar
pada sub kawasan ini telah memunculkan sebuah kesadaran yang paling simpel
sampai dengan hadimya perhatian yang terpilih.
b. Responding atau pemberian tanggapan.
Kemampuan ini relatif febih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan
receiving. Jika pada sub kawasan receiving seseorang menghadirkan kediriannya
pada sebuah even, maka dalam sub kawasan responding ini seseorang memberikan
tanggapan/ respon/jawaban atas even-even yang ia terima.
c. Valuing atau pemberian nilai. Yang
dimaksud dengan pemberian nilai di sini adalah memberikan harga terhadap suatu
fenomena, benda, kejadian atau even, Sub kawasan ini menjadikan seseorang bisa
menerima nilai tertentu dan menunjukkan komitmennya pada nilai tertentu. Oleh
karena itu, pada sub kawasan ini seseoarang tampak tingkatan integritasnya: keajegan,
integritas.
d. Organization atau pengorganisasian
adalah upaya untuk memadukan berbagai jenis nilai yang berbeda-beda. Dari
nilai-nilai yang berbeda tersebut, kemudian dibangun menjadi suatu sistem
nilai. Ada semacam sintesa nilai-nilai yang beragam, hingga menjadi suatu
kesatuan nilai. Antara nilai satu dengan yang lain dicoba hubungkan. Bila
terdapat konflik di antara nilai-nilai tersebut dicoba pecahkan.
e. Characterization of value
or value complex atau karakterisasi dengan suatu nilai. Pada sub kawasan ini seseorang
mempunyai sistem nilai yang dapat mengendalikan tingkah lakunya dalam kehidupan
hingga dapat membentuk gaya hidup yang khas, berbeda dengan orang lain. Hasil
belajar pada sub kawasan ini bisa menjadikan seseorang menyesuaikan diri secara
personal, sosial dan emosional.
Kawasan ketiga
psycomotor, mencakup tujuh sub kawasan dari yang tingkatan terendah hingga
tingleatan tertinggi. Ke tujuh sub kawasan ini adalah perception, set,
guided respon, mechanism, complex overt respon, adaptation dan origination.
Sub-sub kawasan ini dapat d1Jelaskan sebagai berikut:
a. Perception
atau persepsi. Yang dimaksud dengan persepsi di sini adalah penggunaan
indera untuk memperoleh petunjuk ke arah motorik. Pada sub kawasan ini,
seseorang mengindera stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungannya guna
persiapan untu membimbing aktivitas-aktivitas motoriknya.
b. Set atau kesiapan. Sub kawasan ini meliputi mental set, physkal set dan
emotional set. Pada subleawasan ini, seseorang bersedia mengambil
tindakan-tindakan berdasarkan persepsinya terhadap stimulus atau
fenomena-fenomena yang berasal dari agkungannya.
c. Guided respon atau respon terpimpin. Pada
sub kawasan ini seseorang mulai berada pada proses belajar keterampilan yang
lebib komplek. Pada sub kawasan ini seseorang terlibat dalam proses peniruan
yang diperformansikan, selanjumya mencoba menggunakan tanggapan dalam menangkap
suatu motorik.
d. Mechanism atau mekanisme. Pada sub
kawasan ini responrespon yang telah dipelajari oleh seseorang telah berubah
menjadi kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan, dilakukan dengan penuh
kepercayaan dan kemahiran.
e. Complex over respons atau respon nyata yang
kompleks. Pada sub kawasan ini seseorang yang lagi belajar, melakukan gerakan
dengan mudah disamping mempunyai kontrol yang baik. Kadar motorik pada sub
kawasan ini relatif cukup tinggi. Sebab, gerakan-gerakan pada sub kawasan ini
relatif cepat, cermat termasuk pada hal-hal yang rumit dan tepat meskipun
disertai dengan energi yang minimal.
f. Adaptation atau penyesuaian. Yang dimaksud
dengan penyesuaian adalah sebuah keterampilan dimana seseorang dapat mengolah
gerakan hingga sesuai dengan tuntutan kondisional dan situational, termasuk
yang problematis sekalipun.
g. Origination atu penciptaan. Sub kawasan
ini termasuk paling tinggi tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan
sebelumnya, oleh karena unsur kreativitas sudah masuk di sini. Performansi
seseorang yang belajar pada sub kawasan ini umumnya ditandai dengan hal-hal
yang serba baru, misaInya membuat pola-pola baru, merancang hal-hal baru.
3.2. Tujuan belajar sebagai
pembentukan pemahaman nilai dan sikap.
a. Tujuan belajar sebagai
sasaran pembentukan pemahaman
Tujuan belajar
memang merupakan sasaran bagi pembentukan pemahaman seseorang terhadap hal-hal
yang dipelajari. Pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari, sebutlah
saja dunia dengan segala isinya, sangatlah penting artinya bagi pembelajar.
Pemahaman
pembelajar tehadap dunia dengan segala isinya tidak saja mendatangkan kepuasan
bagi pembelajar, melainkan dapat menempatkan diri pembelajar pada posisi
strategik. la akan mempunyai peta dimana ia harus menempatkan diri, ia akan
mengetalmi apa yang harus ia pertuat dan apa yang tidak ia perbuat.
Terjadinya
bentrokan-bentrokan di dunia, sebenamya disebabkan kurang adanya saling
pemahaman di antara mereka. MimbuInya saling curiga, juga dapat disebabkan
kurang adanva saling pemahaman. Oleh karena itu terbentuknya pemahaman
pembelajaran terhadap sesuatu yang dipelajari, tidak saja bermanfaat bagi
dirinya sendiri, melainkan bermanfaat juga bagi linkungannya
Pemahaman
seseorang terhadap orang lain, malahan dapat menjadikan seseorang melihat orang
lain tidak semata dengan menggunakan perspektif sendiri. la mencoba menangkap
seseorang dengan menggunakan perspektif orang yang dipandang. Dengan cara
pandangan demikian, ia akan mengenal orang yang dipandang tersebut dalam
keadaan yang senyatanya, dan tidak terbatas pada persepsinya sendiri.
Pemahaman
terhadap orang lain, juga menjadikan seseorang tidak risau, jika melihat orang
lain berbeda dengan dirinya. la. juga sekaligus tidak membuat dirinya agar
seperti orang lain, dan sebaliknya tidak menuntut orang lain agar seperti
dirinya. la akan menjadi dirinya sendiri, dan memahami jika orang lain juga
seperti dirinya.
Singkat kata,
pemahaman adalah suatu dasar bagi segala akan seseorang. Ia memberikan
kontribusi yang besar bagi sukses tidaknya seseorang. Lebih jauh pemahaman
menjadikan seseorang saling mengerti, dan lehih lanjut lagi saling menghargai.
Pemahaman sekaligus mencegah timbuInya saling curiga, dan lebih jauh lagi
mencegah timbuInya saling bentrokan.
b. Tujuan belajar sebagai
sasaran pembentukan nilai dan sikap.
Setiap
masyarakat, masyarakat manapun, pasti menganut sebuah nilai, Nilai dinlaksud,
adakalanya merupakan produk masyarakat pada kurun waktu yang sejaman dengan
mereka. Malahan, pada masa sekarang ini, nilai-nilai yang dianut oleh sebuah
masyarakat, dapat merupakan kristalisasi dari hasil dialog antara nilai-nilai
yang diwariskan oleh generasi sebelumnya dengan yang sejaman dengan mereka.
Di era
globalisasi seperti saat sekarang, sebagai akibat dari melesatnya perkembangan
teknologi komunikasi, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat, dapat merupakan
kristalisasi hasil dialog antara nilai-nilai yang selama ini dianut dengan nilai-nilai
baru yang datang dari dunia luar. Oleh karenanya, nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat dewasa ini semakin beragam.
Dalam belajar,
ada nilai-nilai tertentu yang harus diupayakan terbentuk pada diri pembelajar.
Nilai-nilai yang dibentukkan pada diri pembelajar tersebut, tentu nilai-nilai
luhur yang secara universal dianut oleh hampir setiap masyarakat, disamping
nilai-nilai luhur yang spesifik dianut oleh masyarakat dimana pembelajar
tersebut berada.
Nilai-nilai
luhur yang hampir dianut oleh setiap masyarakat secara universal misaInya
adalah: kebenaran, kejujuran, keindaban, kemerdekaan, saling membantu dan
memberi manfaat. Sementara nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat secara
spesifik khususnya di lingkungan pembelajar banyak ragamnya, seberagam jumlah
pembelajar.
Disamping
tujuan belajar terkait dengan pembentukan nilai, sekaligus juga terkait dengan
pembentukan sikap. Terbentuknya sebuah sikap, lazim juga didasarkan atas sehuah
nilai. Meskipun nilai bukanlah satu-satunya yang menentukan sikap. Berbedanya
nilai-nilai yang dianut oleb seseorang lazim menjadikan penyebab berbedanya
seseorang dalam menyikapi sesuatu. Sebab, nilai-nilai yang dianut seseorang
turut menentukan persepsi seseorang tentang sesuatu. Pada hal persepsi
seseorang terhadap sesuatu lazimnya juga turut menentukan sikap seseorang
terhadap sesuatu.
c. Tujuan belajar sebagai
sasaran pembentukan, keterampilan-keterampilan personil-sosial, kognitif dan
instrumental.
Setiap
pembelajar, tentu memiliki kekhasan tertentu yang berbeda dengan pembelajar
lain. Oleb karena itu, dalam belaiar seorang pembelajar haruslah mengembangkan
kekhasan-kekhasan yang dimiliki. Keterampilan personal yang dimiliki.
Keterampilan p.ersonal yang dimiliki oleh pembelajar, haruslah dibentuk dan
dikembangkan secara terus menerus. Dengan cara demikian, maka pembelajar akan
berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan ciri khas atau karakteristik yang
ada pada dirinya.
Selain
keterampilan-keterampilan personal dibentuk, keterampilan sosial pembelajar
juga perlu dibentuk. Pembentukan keterampilan sosial demikian tampak urgensinya
manakala dilihat kedudukan pembelajar yang tidak saja sebagai makhluk individu
melainkan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, pembelajar
haruslah dapat berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosiaInya, sesama
manusia. Maka dari itu, pembentukan keterampilan-keterampilan sosial pada diri
pembelajar dimaksudkan untuk menyiapkan pembelajar agar dapat hergabung dan
berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosialnya.
Dengan
perkataan lain, jika pembentukan keterampilan personal dimaksud untuk
mengembangkan potensi-potensi bawaan yang ada pada diri pembelajar, maka
keterampilan sosial antara lain dimaksudkan mengkomunikasikan keterampilan
personal yang telah terbentuk dalam lingkungan sosiaInya.
Pembentukan
keterampilan kognitif dimaksudkan agar pembelajar secara terus-menerus menimba
ilmu pengetahuan, tanpa batas. Keterampilan kognitif pada diri pembelajar
menjadikan pembelajar haus secara terus menerus terhadap ilmu pengetahuan.
Dengan pengembangan yang terus menerus pembelajar tidak akan ketinggalan dengan
laju perkembangan ilmu pengetahuan yang demikian pesat. Dengan pembentukan
keterampilan kognitif ini maka pembelajar memandang belajar bukan sebagai beban
melainkan menjadi sebuah kebutuhan.
Pembentukan
keterampilan instrumental pada diri pembelajar, mengarahkan pembelajar sadar
pada pembangunan yang sedang digalakkan. Jika keterampilan instrumental ini
telah terbentuk pada diri pembelajar, maka pembelajar punya kesadaran yang
sedemikian dalam terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan. Dengan demikian
ia mengambil bagian secara aktif di dalamnya, dan tidak sekedar sebagai
penonton saja. Kesadaran untuk secara terus menerus membangun dirinya sendiri
dan membangun masyarakat, lingkungan dan bangsanya adalah sasaran bagi
pembentukan keterampilan instrumental ini.
Keterampilan
instrumental ini adalah tindak lanjut konkrit dari keterampilan-keterampilan
yang ingin dibentuk sebelumnya: keterampilan personal, sosial dan kognitif
3.3. Unsur - unsur dinamis
yang terkait di dalam proses belajar
Yang dimaksud
dengan unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang dapat berubah
dalam proses belajar. Perubahan unsur-unsur tersebut dapat berupa: dan tidak
ada menjadi ada atau sebaliknya, dari lemah menjadi kuat dan sebaliknya, dari
sedikit menjadi banyak dan sebaliknya. Unsur-unsur dinamis tersebut meliputi:
motivasi, bahan belajar, alat bantu belajar, suasana belajar dan kondisi subjek
pembelajar. Berikut ini akan dijelaskan tentang :
1) Motivasi dan upaya
memotivasi siswa untuk belajar.
2) Bahan belajar dan upaya
penyediaannya.
3) Alat bantu belajar dan
upaya penyediaanya.
4) Suasana belajar dan upaya
pengembangannya.
5) Kondisi subjek belajar dan
upaya penyiapan dan peneguhannya.
1. Motivasi dan Upaya
Memotivasi Siswa Untuk Belajar
Motivasi
berasal dari kata Inggris motivation yang berarti dorongan, pengalasan dan
motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate yang berarti mendorong,
menyebabkan merangsang. Slotive sendiri berarti alasan, sebab, dan daya
penggerak (echols, 1984). Motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang
mendorong individu tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas rertentu guna
mencapai tujuan yang diinginkan (suryabrata, 1984). Secara serupa Winkels
(1987) mengemukakan bahwa motif adalah adanya penggerak dalam diri seseorang
untuk melakukan alstivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu pula.
Dalam kegiatan
belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar, yaitu motivasi yang
diterapkan dalam kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya
penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar mengajar.
kelangsungan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winkels, 1987).
Motivasi
belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa
senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi
yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai motivasi
tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat sedikit pula
kesalahan dalam belajarnya (Palardi, 1975).
Secara garis
besar motivasi dapat dibedakan menjadi dua ialah intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam tanpa
ada rangsangan dari luar, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang
berasal dari luar.
Ada beberapa
ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat dikenali
melalui proses belajar mengajar di kelas, sebagaimana dikemukakan Brown (1981)
sebagai berikut: menarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh
tak acuh, tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan. mempunyai antusias yang
tinggi seta mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru, ingin selalu
bergabung dalam kelompok kelas, ingin identitas dirinya diakui oleh orang lain,
tindakan, kebiasaan, dan moraInya selalu dalanu kontrol diri, selalu mengingat
pelajaran dan mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol oleh lingkungammya.
Sardiman (1986)
mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang adalah: tekun
dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara terus menerus dalam waktu
lama, ulet, menghadapi kesulitan, dan tidak mudah putus asa, tidak cepat puas
atas prestasi yang diperoleh, menunjukkan minat yang besar terhadap
bermacam-macam masalah belajar, lebih suka bekerja sendiri dan tidak bergantung
kepada orang lain, tidak cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin, dapat
mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan apa yang diyakini: senang
mencari dan memecahkan masalah.
Beberapa upaya
yang dapat ditempuh untuk memotivasi siswa agar belajar ialah :
a. Kenalkan siswa pada
kemampuan yang ada pada dirinya sendiri. Dengan mengenal kemampuan dirinya,
siswa akan tahu kelebihan dan kekurangannya. Dengan mengetahui kelebihan
dirmya, ia mengukuhkan dan memperkuat kelebihan tersebut. Dengan mengetabui
kekurangan yang ada pada dirinya, siswa akan berusaha menyempurnakan melalui
aktivitas belajar. Di sini siswa akan timbul motivasi belajarnya.
b. Bantulah siswa untuk
merumuskan tujuan belajarnya. Sebab, dengan merumuskan tujuan belajar ini,
siswa akan mendapatkan jalan yang jelas dalam melaksanakan aktivitas belajar.
Siswa juga akan mempunyai target-target belajar, dan ia berusaha untuk
mencapainya.
c. Tunjukkan kegiatan-kegiatan
atau aktivitas-aktivitas yang dapat mengarahkan bagi pencapaian tujuan belajar.
Dengan ditunjukkannya aktivitas-aktvitas yang dapat mencapai tujuan, siswa
tersebut tidak melakukan aktivitas lain yang tidak ada kaitannya dengan
pencapaian tujuan dan target belajar. Dengan cara demikian waktu dan tenaga
siswa dapat secara efektif dan efisien dipergunakan mencapai target belajarnya.
d. Kenalkanlah siswa dengan
hal-hal yang baru. Sebab hal-hal baru ini dapat "menghidupkan
kembali" hastat ingin tahu siswa. Adanya rasa ingin tahu yang demikian
besar, menimbulkan gairah bagi siswa untu beraktifitas belajar.
e. Buatlah variasi-variasi
dalam kegiatan belajar mengajar, supaya siswa tidak bosan. Sebab, kebosanan
pada diri siswa, termasuk dalam aktivitas belajar, hanya akan memperlemah
motivasi saja.
f. Adakan evaluasi terhadap
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Sebab, evaluasi yang dilakukan
terhadap keberhasilan belajar siswa ini, akan mendorong siswa untuk belajar.
karena ingin dikatakan berhasil belajarnya.
g. Berikan umpan balik
terhadap tugas-tugas yang diberikan dan evaluasi yang telah dilakukan. Dengan
adanya umpan balik, siswa akan mengetahui mana aktivitas belajarnya yang benar
dan mana yang kurang benar, mana pekerjaannya yang sesuai dan mana pekerjaannya
yang tidak sesuai.
2. Bahan belajar dan upaya
penyediaannya
Bahan belajar
sangat penting bagi siswa yang melakukan aktivitas belajar. Tanpa ada yang
dipelajari, kemungkinan siswa bisa belajar dengan baik. Oleh karena itu, supaya
siswa dapat belajar dengan baik, maka bahan belajar ini harus tersedia.
Yang dimaksud
bahan belajar adalah sesuatu yang harus dipelajari oleh pembelajar dalam
melaksanakan aktivitas belajarnya. Bahan ini, bisa berasal dari guru, bisa
berasal dari buku-buku teks, paper, makalah, artikel, disamping dapat berasal
dari lapangan objek tertentu.
Penyediaan
bahan belajar ini sangat bergantung kepada tujuan belajar, karakteristik siswa,
siasat belajar yang harus ditempuh oleh siswa dan faktor ketersediaaan tidaknya
bahan belajar. Jika tujuan belajar yang ingin ditempuh diaksentuasikan pada
penguasaan pengetahuan, mungkin bahan belajarnya akan lain dengan tujuan
belajar yang diaksentuasikan pada penguasaan konsep-konsep, maka pertyediaan
bahan belajarnya lain sekali dengan tujuan belajar yang dimaksudkan untuk
memperoleh pengalaman langsung.
Karakteristik
siswa juga mempengaruhi penyediaan bahan belajar. Pada siswa yang bertipe
auditif, mungkin membutuhkan bahan belajar yang berlainan dengan siswa yang
bertipe visual.
Siasat belajar
yang harus ditempuh oleh siswa juga menentukan bahan belajarnya. Siasat belajar
dimana guru menjadi tokoh sentralnya, umumnya gurulah yang menjadi penyedia
bahan belajar. Bahkan dalam siasat belajar semacam ini siswa menggantungkan
bahan belajar yang dipelajari dari ceramah atau penyampaian yang dilakukan oleh
gurunya. Sementara siasat belajar di mana siswa diharapkan bisa belajar secara
mandiri, bahan belajar tersebut telah disediakan secara utuh sekaligus beserta
petunjuk atau cara mempelajarinya. Pengajaran dengan bahan belajar modul dan
balian belajar buku teks, adalah sekian dari banyak contoh dan siasat belajar
mandiri oleh siswa.
Apapun faktor
yang menentukan bahan belajar ini, akhirnya juga bergantung kepada faktor
ketersediaan tidaknya. Mudah didapatkan tidaknya bahan belajar ini, sangat
menentukan penyediaan baban belajar. Apalagi kalau sulit atau tidak mudah
didapatkan, maka penyediaan bahan belajar ini sangat repot.
Sungguhpun
demikian bahan belajar bagi siswa haruslah diupayakan penyediaannya. Dalam
penyediaan bahan belajar ini, faktor-faktor yang harus menjadi pertimbangan
adalah :
a. Cukup menarik. Ini patut
menjadi peninibangan, agar bahan belajar tersebut menggugah rasa ingin tahu
siswa dan menimbulkan hasrat belajar. Eka bahannya sendiri tidak menarik, maka
cara penyajiannya yang menaiik. Jadi kalau bahan belajar tersebut terpaksa
tidak menarik, haruslah dikemas dengan menggunakan kemasan yang menarik.
b. Isinya relefan. Relevan isi
ini, lazimnnya dikaitkan dengan tujuan belajar. Isi bahan belajar haruslah
mendukung dan memberi kontribusi bagi pencapain tujuan belajar. Relevan isi
ini, juga berkaitan dengan faktor kondisional dan situasional siswa.
c. Mempunyai sekuensi yang
tepat. Sekuensi atau urutan penyajian ini sangat penting diperhatikan dalanu
penyediaan bahan belajar. Seharusuya sekuensi bahan ini dari yang sederhana
menuju ke yang kompleks.
d. Informasi yang dibutuhkan
ada. Ini sangat penting, agar bahan belajar yang akan dipelajari tersebut tidak
kering,
e. Ada soal latihan. Ini
sangat penting, agar siswa dapat menguji diri sendiri, seberapa banyak !a telah
menguasai bahan yang dipelajari.
f. Ada jawaban kunci untuk
soal latihan. Kegunaan kunci jawaban bagi soal latihan ini adalah siswa dapat
mencocokkan hasil-hasil latihannya dengan kunci.
g. Ada tes yang sesuai. Tes
yang sesuai ini, tentu bergantung kepada bahan belajarnya.
h. Terdapat petunjuk untuk
mengadakan perbaikan. Baban belajar harus dilengkapi dengan petunjuk bagaimana
siswa harus memperbaiki belajarnya, jika ada diantara bahan belajar yang belum
terkuasai.
i.
Ada petunjuk lanjutan untuk mempelajari bahan selanjumya. Setelah
berhasil menguasai bahan belajar tertentu siswa tidak akan menungggu petunjuk
guru untuk mempelajari bahan selanjutnya.
3. Alat bantu belajar dan
upaya penyediaannya.
Alat bantu
belajar termasuk salah satu unsur dinamis dalam belajar, kesusukannya juga
penting, oleh karena dapat membantu terhadap belajar siswa. Dengan sebuah alat
bania bahan belajar yang abstrak bisa konkrit. Dengan alat bantu bahan belajar
yang tidak menarik bisa menjadi menarik. Dengan alat bantu bahan belajar yang
meragukan dapat diyakinkan karena dapat dibuktikan secara empirik
Alat bantu
belajar lazim juga disebut media belajar dan piranti Belajar, meskipun tidak
semua median belajar dapat berfungsi sebagai alat bantu. Alat bantu belajar ada
kalanya dibeli di toko-toko buku. atau stationary, tetapi adakalanya dibuat
sendiri oleh pembelajar bersama-sama dengan gurunya. Pada kasus vang pertama
pembelajar mendapatkan secara given.
Hal-hal yang
dapat dijadikan sebagai patokan dalam upaya menyediakan alat bantu belajar
adalah :
a. Jenis kemampuan apa yang
ditargetkan untuk dikuasai oleh pembelajar.
b. Faktor ketersediaan alat
bantu tersebut
c. Faktor keterjangkauannya
d. Kepraktisan dan daya tahan
alat bantu.
e. Keefektifan dan keefisienan
alat bantu
Contoh alat
bantu sederhana adalah pena. pensil, papan tulis, kapur tulis, penggaris,
penghapus. Contoh alat bantu yang penggunaannya membutuhkan keterampilan
tertentu adalah skala, rubrik, jangka, 0HP, video, tape recorder, dan media
audiovisual lainnya. Beherapa upaya penyediaan bahan antara lain adalab:
a. Pembelian, jika mampu
b. Pengajuan kepada pemerintah
c. Permobonan bantuan melalui
sponsor
d. Membuat sendiri, jika bisa
e. Menggerakkan dan mengajak
para pembelajar untuk menciptakan dengan memanfaatkan alam sekitar
4. Suasana belajar dan upaya
pengembangannya
Dalam pandangan
tradisional suasana belajar yang kondusif adalahh jika di dalam sebuah kelas
terasa tenang sementara para siswa bisa mendengarkan apa yang diceramahkan
gurunya. Oleh karena itu, pandangan tradisional tsb, maka kelas yang baik dalam
belajar mengajar adalah kelas yang siswanya duduk dengan tenang, berdiam diri
sambil mendengarkan pengajaran yang dilakukan guru. Umumnya, siswa tidak berani
mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal yang deceermahkan guru, terkecuali guru
telah memberikan kesempatan.
Dalam pandangan
sekarang suasana belajar yang kondusif adalah suasana yang mendukung bagi
terciptanya kegiatan belajar. Yaitu suasana yang interaktif dimana para siswa
giat belajar. suasana yang interaktif belajar di dalamnya, tentu tidak dibatasi ketika ditunggui oleh gurunya. Pada
saat guru sedang menunggui misalkan saja, siswa tetap aktif dan giat belajar.
Suasana belajar
yang kondusif demikian tidak terjadi dengan sendirinya. la harus dirancang oleh
guru melalui sebuah rancangan pengajaran sebuah suasana belajar dikatakan
kondusif manakala :
a. Siswa tekun mengerjakan
sesuatu yang semestinya dikerjakan.
b. Siswa aktif berinteraksi
tidak saja hanya dengan gurunya melainkan aktif berinteraksi dengan siswa-siswa
yang lain.
c. Siswa secara bebas
mengerjakan segala hal yang dapat mencapai tujuan belajarnya.
d. Kreativitas siswa
mendapatkan penghargaan yang sepantasnya, dan bakan sebaliknya.
Agar suasana
belajar tersebut kondusif, maka upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah :
a. Buatlah kontak pengajaran
dengan para siswa
b. Rancanglah aktivitas
belajar siswa
c. Berikan kebebasan kepada
siswa untuk mengemukakan pendapatnya.
d. Buatlah suasana yang
demokratis. agar tidak menakutkan bagi para siswa dalana beraktivitas.
e. Rancanglah ruangan belajar
sefleksibel mungkin hingga mudah dirubah-ubah.
f. Jangan gampang memberikan
penghukumn terhadap siswa, lebih-lebibh jika kepada siswa yang belum tentu
bersalah.
g. Hargailah siswa-siswa
mencoba cara-cara dan metede-metode baru
5. Kondisi Subjek Belajar dan
Upaya Penyiapan dan Peneguhannya.
Kondisi subjek
belajar sebenamya berbeda-beda. Kondisi subjek belajar yang kelihatannya
samapun, manakala diteliti lebib dalam, akan kelibatan perbedaannya. Oleh
karena stu, dalam kclompok siswa yang homogen pun, sebenamya kalau dilihat
lebih dalam akan tampak heterogenitasnya.
Kondis subjek
belajar dapat dibedakan atas hal-hal yang bersifat lahiriah, dan hal-hal yang
bersifat batiniah atau hal-hal yang bersifat fisik dan hal-hal yang hersifat
psikologis. Dari segi lahiriah atau fisik, subjek belajar bisa berbeda: ukuran
tubuhnya, kekuatan tubuhnya, kesehatan fisiknya, daya tahan fisiknya, kesegaran
dan kebugam jasmaninya. Mereka yang berada pada kondisi lebih, misalnya lebih
besar/tingai. khib kuat lebih sehat lebih tinggi daya tahannya dan khib
segarIbLigar, umumnya tehih mendukung bagi aktivitas belajarnya dibandingkan
dengan mereka yang berada pada posisi kurang.
Dari segi
psikis, kondisi subjek belajar juga berbeda dari segi: intelegensinya,
bakatnya, militansi kerjanya, motivasi instrinsik atau motivasi berprestasinya,
kematangannya aspirasi dan punya, ambisi-ambisinya.
Mereka yang
mempunyai inteligensi tinggi umumnya lebih gampang berhasilnya dibandingkan
yang berintelegensi rendah. Demikian juga yang mempunyai bakat khusus, yang
tinggi militansi kerjanya, yang tinggi motivasi intrinsiknya, yang besar
ambisinya, dan yang lebih stabil emosinya.
Oleh karena
beragamnya kondisi subjek belajar tersebut, dan tidak senuttiasa menetapnya
kondisi belajar tersebut, maka hs ada upaya-upaya unruk menyiapkan mereka dan
sekaligus meneguhkannya. Dengan penyiapan yang terancang dan dengan upaya-upaya
peneguhan diharapkan mendukung aktivitas belajar.
Upaya yang
dapat dilakukan untuk mempersiapkan kondisi objek belajar khususnya dari segi
fisiknya adalah:
a. Memenuhi subjek belajar dengan
gizi dan nutrisi-nutrisi yang diperlukan.
b. Penyegaran fisik subjek
belajar dengan olahraga atau latihan-latihan fisik seperti senam.
c. Memeriksakan tubuh subjek
belajar secara teratax kepada dokter agar dapat dicegah timbulnya penyakit yang
memungkinkan terganggunya belajar mengajar.
Sementara itu,
upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan psikis subjek belajar
adalah :
a. Memperkenalkan dengan
lingkungan belajar yang mangkin baru bagi mereka.
b. Memelihara keseimbangan
emosi mereka, agar secara psikologis mereka merasa aman.
c. Mengasah kondisi psikis
mereka dengan latihan-latihan.
d. Menerima mereka apa adanya
dengan segala kelebihan dan kekurangannya sehingga subjek belajar tidak merasa
tertolak oleh lingkungunya.
4. PENGERTIAN DAN CIRI -
CIRI PEMBELAJARAN.
4.1. Pengertian
pembelajaran yang ditarik dari pengertian populer
Pembelajaran
adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistim pengajaran terdiri dari: siswa,
guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi
buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografl, slide, dan film audio dan video
tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruang kelas, perlengkapan audio
visual juga komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian
informasi, praktek, belajar, ujian dan sebagainya.
Rumusan
tersebut tidak terbatas dalam ruang saja. Sistim pembelajaran dapat
dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas, atau di sekolah,
karena diwamai dengan organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang
saling berkaitan untuk pembelajaran peserta didik.
4.2. Pengertian pembelajaran yang ditarik dari pengertian belajar
menurut abli psikologi.
Istilah belajar
dan mengajar adalah dua peristiwa yang berbeda tetapi terdapat hubungan yang
erat, bahkan terjadi kaitan dan interaksi saling mempengaruhi dan saling
menunjang satu sama lain.
Banyak ahli
yang telah merumuskan pengertian mengajar berdasarkan pandangannya
masing-masing. Perumusan dan tinjauan itu masing-masing memiliki kebaikan dan
kelemahan. berbagai rumusan yang ada pada dasarnya berlandaskan pada teori
tertentu.
a. Mengajar adalah upaya
menyampaikan pengetahuan kepada peseta didik/siswa di sekolah.
Rumusan ini
sesuai dengan pendapat dalam teori pendidikan yang mementingkan mata ajaran
yang harus dipelajari oleh peserta didik. Dalam rumusan ini terkandung
konsep-konsep sebagai berikut:
1. Pembelajaran merupakan
persiapan di masa depan
Masa depan
kehidupan anak ditentukan oleb orang tua. Mereka dianggap paling mengetahui apa
dan bagaimana kehidupan itu. Itu sebabnya, orang tua berkewajiban menentukan
akan dijadikan apa peserta didik. Sekolah berfungsi mempersiapkan mereka agar
mampu hidup dalam masyarakat yang akan datang.
2. Pembelajaran merupakan
proses penyampaian pengetahuan
Penyampaian
pengetahuan dilaksanakan dengan menggunakan metode imposisi, dengan cara
menuangkan pengetahuan kepada siswa. Umumnya guru menggunakan metode
"formal step" dari J. Herbart berdasarkan asas asosiasi dan
reproduksi atas tanggapan/kesan. Cara penyampaian pengetahuan tersebut
berdasarkan ajaran dalann psikologi asosiasi.
3. Tinjauan utama pembelajaran
ialah penguasaan pengetahuan.
Pengetahuan
sangat penting bagi manusia. Barang siapa menguasai pengetahuan, maka dia dapat
berkuasa.: “knowledge is power". Pengetalman bersumber dari perangkat mata
ajaran yang disampaikan di sekolah. Para pakar yang mendukung teori ini
berpendapat bahwa mata ajaran berasal dari pengalaman-pengalaman orang tua,
masa lampau yang berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Pengalaman-pengalaman
itu diselidiki, disusun secara sistematis dan logis, sehingga tercipta yang
kita sebut mata ajaran (H. Alberty 1953). Mata ajaran itu diuraikan, disusun
dan dimuat dalam buku pelajaran dan berbagai referensi lainnya.
4. Guru dipandang sebagai
orang yang sangat berkuasa.
Peranan guru
sangat dominan. Dia menentukan segala hal yang dianggap tepat untuk disajikan
kepada para siswanva. Guru dipandang sebagai orang yang serba mengetahui,
berarti guru adalah yang paling pandai. Dia mempersiapkim tugas-tugas
memberikan latihan-latihan dan menentukan peraturan kemajuan tiap siswa.
5. Siswa selalu bersikap dan
betindak pasif
Siswa dianggap
sebagai tong kosong, belum mengetahui apa-apa. Dia hanya menerima apa yang
diberikan okh gurunya. Siswa bersikap sebagai pendengar, pengikut, pelaksana
tugas. Kebutuhan, minat. tujuan, abilitas dan lain-lain yang dimiliki oleh
siswa diabaikan dan tidak mendapat perhatian guru.
6. Kegiatan pembelajaran hanya
berlangsung dalam kelas.
Pembelajaran
dilaksanakan dalam batas-batas ruang kelas saja, sedangkan pembelajaran di luar
kelas tak pernah dilakukan. Tembok sekolah menjadi benteng yang kuat yang
membatasi hubungan-hubungan dengan kehidupan masyarakat. Para siswa duduk pada
bangku yang berdiri kokoh, tak bisa dipindah-pindahkan. Mereka duduk dengan
rapi dan kaku secara rutin setiap hari. Ruangan kelas dipandang sebagai ruang
penyelamat, ruang memberi kehidupan. Belajar dalam batas-batas ruangan itu
adalah yang paling baik.
Wrighstone, berkata sebagai
berikut :
........... the immediate implications of the older
principles when they are applied to the classroom:
1) The classroom is a
restrkted from of social life, and Aildren's experiences are limited there in
to academk lessons.
2) The qukkest an most through
method of leaming lessons is to allot a certain portion of the school day it
instruction in separate subjects.
3) Children's interests whkh
do not confrom to the set currkulum should be the regarded.
4) The real objectives of
classroom instruction, consist to a belajar degree in the aguisition of the
content matter of each subject.
5) Teaching the conventional
subjects is the wisest method of achieving social progress (J. Wayner
Wrighstone, 1935).
b. Mengajar adalah mewariskan
kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah.
Rumusan ini
bersifat lebih umum bila dibandinglean dengan rumusan pertama, namun antara
keduanya memiliki pola pikiran yang seirama. Implikasi dari rumusan ini adalah
sebagai berikut:
1. Pembelajaran bertujuan
membentuk manusia berbudaya.
Peserta didik hidup dalam pola kebudayaan
masyarakatnya. Manusia berbudaya adalah manusia yang mampu hidup dalam pola
tersebut. Peserta didik diajar agar memiliki kemainpuan dan kepribadian sesuai
dengan kehidupan budaya masyarakat itu.
2. Pembelajaran berarti suatu
proses pewarisan.
Para siswa
dipandang sebagai keturunan orang tua dan orang tua adalah keturunan neneknya
dan seterusnya, demikian terus terjadi proses turun temurun. Dengan sendirmya
apa yang dimiliki oleh nenek moyang pada masa lampau itu harus diwariskan
kepada keturunan berikumya. Upaya pewarisan itu dilakukan metalui berbagai
prosedur: pengajaran, media hubungan pribadi dan sebagainya. Bila dilakukan
melalui pengajaran, maka proses yang telah dikemukakan dalam proses perumusan
pertama berlaku dan dilaksanakan dengan teknik yang sama.
3. Bahan pembelajaran
bersumber dari kebudayaan.
Yang termasuk
kebudayaan adalah kebiasaan orang berpikir dan berbuat seperti: kehidupan keluarga,
cara menyediakan makanan, bahasa, pemerintahan, ukuran moral, kepereayaan
agama, dan bentuk-bentuk ekspresi seni. Kebudayaan merupakan kumpulan daripada
warisan sosial dalam masyarakat. Berdasarkan pada pengertian mi, kebudayaan itu
bersifat non material., dan bersifat abstrak, ada dalam jiwa dan kepribadian
manusia. Benda-benda bersifat material sesungguhnya adalah hasil dari
keterampilan manusia (Worcester, 1969).
Kebudayaan dan
hasil kebudayaan diwariskan kepada siswa yang umumnya berupa benda-benda dan
non benda, tertulis dan lisan, dan berbagai bentuk tingkah laku norma dan
lain-lain.
4. Siswa sebagai generasi muda
ahli waris kebudayaan
Generasi muda
berfungsi sebagai generasi penerus. Mereka perlu dipersiapkan sedemikian rupa
agar benar-benar siap melanjutkan hasil yang telah dicapai oleh generasi yang
ada sekarang. Kebudayaan yang diwariskan kepada mereka harus dikuasai dan
dikembangkan, sehingga mereka menjadi warga masyarakat yang lebih berbudaya.
Dalam hal ini, diakui bahwa anak sedang berada dalam tahap perkembangan dan
menuju ketingkatan yang lebih dewasa, dalam arti, menjadi manusia yang
berbudaya. Mereka harus mampu memanfaatkan teknologi, sebagai aspek dari
kebudayaan, untuk kehidupannya. serta mampu mengadakan penemuan-penemuan baru,
mengembangkan kebudayaan yang telah ada.
c. Pembelajaran adalah upaya
mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik.
Rumusan ini
dianggap lebih maju dibandingkan dengan rumusan terdahulu, sehab lebih menitik
beratkan pada unsur peserta didik, lingkungan, dan proses belajar. Perumusan
ini sejalan dengan pendapat dari Me. Donald, yang mengemukakan sebagai berikut:
“educational,
in the sense used here, is a process or an activity whkh is directed at
producing desirable changes in the behavior of human beings (Me. Donal, 1959)
artinya :
Pendidikan
adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan menghasilkan perubahan tingkah
laku manusia.
Implikasi dari pengertian
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan bertujuan
mengembangkan atau mengubah tingkah aku peserta didik
Pribadi adalah
suatu sistem yang bersifat unik, terintegrasi dan terorganisasi yang meliputi
semua jenis tingkah laku individu. Pada hakikatnya pribadi tidak lain daripada
tingkah laku itu sendiri. Kepribadian mempunyai ciri-ciri: (1). Berkembang
secara berkelanjutan sepanjang hidup manusia, (2). Pola organisasi kepribadian
berbeda-beda untuk setiap orang dan bersifat unik, (3). Kepribadian hersifat
dinamis, terus berubah meialui cara-cara tertentu. Tingkah laku manusia
memiliki dua aspek, yakni: (1). Aspek objektif, yang bersifat struktural, yakni
aspek jasmaniah, (2). Aspek subjektif, yang besifat fungsional, yakni aspek
rohaniah.
2. Kegiatan pembelajaran
berupa pengorganisasian lingkungan
Perkembangan
tingkah laku seseorang adalah berkat pengaruh dari lingkungan. Lingkungan kita
artikan secara luas, yang terdiri dari lingkungna alam dan lingkungan sosial.
Lingkungan sosial sering lebih berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang.
Melalui interaksi antara individu dan lingkunganya, maka siswa memperoleh
pengalaman, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap perkembangan tingkah
lakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa pendidikan adalah suatu proses
sosialisasi di mana anak didik disiapkan sesuai dengan norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat sekitamya.
Sekolah berfungsi menyediakan lingkungan yang dibutuhkan bagi
perkembangan tingkah laku siswa, antara lain menyiapkan program belajar, bahan
belajar, metode mengajar, alat mengajar dan lain-lain. Selain dari itu, pribadi
guru sendiri, suasana kelas, kelompok siswa, lingkungan di luar sekolah, semua
menjadi lingkungan belajar yang bermakna bagi perkembangan siswa.
3. Peserta didik sebagai suatu
organisme yang hidup.
Peserta didik memiliki berbagai potensi yang siap untuk berkembang,
misalnya, kebutuhan, minat, tujuan, abilitas, intelegensi, emosi dan lain-lain.
Tiap individu peserta didik mampu berkembang menurut pola dan caranya sendiri.
Mereka dapat melakukan berbagai aktivitas dan mengadakan interaksi dengan
lingkungannya.
Aktivitas belajar sesungguhnya bersumber dari dalam diri peserta didik.
Guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang serasi agar aktivitas itu menuju
ke arah tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini guru bertindak sebagai
organisator belajar bagi siswa yang potensial itu, sehingga tercapai tujuan
pembelajaran secara optimal.
d. Pembelajaran adalah upaya
mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga masyarakat yang baik.
Rumusan ini
didukung oleh para pakar yang menganut pandangan bahwa pendidikan itu berorientasi
kepada kebutuhan tuntutan masyarakat. Implikasi dari rumusan/pengertian
ini,adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pembelajaran
Pembentukan warga negara yang baik adalah warga negara yang dapat
bekerja di masyarakat. Seorang warga negara yang baik bukan menjadi konsumen,
tetapi yang lebih penting ialah menjadi seorang produsen. Untuk menjadi seorang
produsen, maka dia barus memiliki keterampilan berbuat dan bekerja,
menghasilkan barang-barang dan benda kebutuhan masyarakat. Motto yang
dikemukakan: "benign habitat for good living", artinya seorang warga
negara yang baik bila dapat menyumbangkan dirinya kepada kebidupan yang baik.
2. Pembelajaran berlangsung
dalam suasanan kerja.
Program pembelajaran diselenggarakan dalam suasana kerja. dimana para
siswa mendapat latihan dan pengalaman praktis. Karena itu, suasana yang
diperlukan adalah suasana yang aktual, seperti dalam keadaan sesungguhnya. Para
siswa mengerjakan hal-hal menarik minatnya dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
3. Peserta didik/siswa sebagai
calon warga negara yang memiliki potensi untuk bekerja.
Siswa memiliki bermacam kemampuan, minat, dan Kebutuhan, antara lain
kebutuhan ingin berdiri sendiri, ingin punya pekerjaan. Siswa tidak
menginginkan berdiam dengan pasif, semua ingin melakukan kegiatan, bermain,
atau bekerja. Energi mereka miliki perlu mendapat penyaluran sebagaimana
mestinya. Jikalau energi itu tidak disalurkan, maka dapat menyebabkan tingkah
laku yang tidak diharapkan, Perumusan atas kebutuhan itu, pengembangan minat
dan sikap, penyaluran energi yang berlebihan sebaiknya dilakukan dengan cara
menyediakan kesempatan bekerja, mencari pengalaman yang praktis, dan memupuk
keterampilan jasmaniah-rohaniah. Dengan berkembang kemampuan kerja, maka
tuntutan dan harapan masyarakat dapat dipenuhi. Pada dasamya tidak ada
masyarakat yang menginginkan anak-anaknya menjadi barisan penganggur.
4. Guru sebagai pimpinan don
pembimbing bengkel kerja.
Sesuai dengan tujuan tersebut, sekolah merupakan suatu ruang workshop
dan oleh karenanya guru harus mampu memimpin dan membimbing siswa belajar
bekerja dalam bengkel sekolah. Guru-guru harus menguasai program keterampilan
khusus dan menguasai strategi pembelajaran keterampilan, serta menyediakan
proyek-proyek kerja yang menciptakan berbagai kesibukan yang bermakna. Dalam
hal mi, peranan guru dalam sekolah komprehensif adalah sangat penting.
e. Pembelajaran adalah suatu
proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
Pandangan ini
didukung oleh para pakar yang berorientasi pada kehidupan masyarakat. Sekolah
dari masyarakat adalah suatu integrasi. Pendidikan adalah di sini dan sekarang
ini (G.E. Olson, 1945). Implikasi dari pengertian ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pembelajaran ialah
mempersiapkan siswa untuk hidup dalam masyarakat.
Sekolah berfungsi menyiapkan siswa untuk menghadapi berbagai masalah
dalam kehidupan, mereka bukan dipersiapkan untuk menghadapi masa depan yang
masih jauh, 10 atau 20 tahun ke depan, melainkan untuk memecahkan masalah
seharihari dalam lingkungannya, di rumah dan di masyarakat.
2. Kegiatan pembelajaran
berlangsung dalam hubungan sekolah don masyarakat.
Masyarakat
diartikan sebagai laboratorium belajar yang paling besar. Sumber-sumber
masyarakat tak pernah habis sebagai sumber belajar. Prosedur penyelenggaraan
ialah dengan membawa siswa ke dalam masyarakat dengan karyawisata, survei,
berkemah dan lain-lain, atau dengan cara membawa masyarakat ke dalam sekolah
sebagai nara sumber. Dengan demikian, masyarakat akan memberikan sumbangan yang
besar terhadap pendidikan anak, dan sebaliknya, sekolah akan memberikan bantuan
dalam memecahkan masalah-masalah dalam masyarakat. Sekolah juga berfungsi turut
memperbaiki kehidupan masyarakat sekitamya.
3. Siswa belajar secara aktif.
Siswa bukan saja aktif belajar di laboratorium sekolah, mencari
pengalaman kerja dalam berbagai lapangan kehidupan, -tapi juga aktif bekerja
langsung di masyarakat. Dengan cara ini. semua potensi yang mereka miliki
menjadi hidup dan berkembang. Siswa turut merencanakan, berdiskusi, meninjau.
membuat laporan, dan lain-lain, sehingga perkembangan pribadinya selaras dengan
kondisi lingkungan masyarakatnya.
4. Guru bertugas sebagai
komunikator
Guru juga bertugas sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.
Guru mempersiapkan rencana awal pembelajaran, kemudian menyusun rencana lengkap
bersama para siswa sebagai persiapan melaksanakan di lapangan. Guru harus
mengenal dengan baik keadaan masyarakat sekitamya, supaya dapat menyusun proyek
kerja bagi para siswa. Kelas -ialu melakukan inventarisasi masalah-masalah yang
muncul jalam masyarakat, kemudian diupayakan pemecahannya. Pranan sebagai
komunikator, bukan saja memerlukan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan
apresiasi, namun diperlukan pula keterampilan berintegrasi dan bekeda sama
dengan masyarakat.
Berdasarkan teori-teori tersebut semakin jelaslah bahwa kegiatan dan
proses pembelajaran itu sangat kompleks. Pandangan-pandangan yang telah dibahas
itu, akan menjadi lebih jelas setelah mempelajari uraian-uraian berikumya.
4.3 CIRI-CIRI PEMBELAJARAN
Ada tiga ciri
khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran, antara lain adalah:
1. Rencana, ialah penataan
ketenagaan, material, dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur sistem
pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.
2. Kesaling tergantungan (interdependence), antara
unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu kescluruhan. Tiap unsur
bersifat essensial, dan memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.
3. Tujuan, sistem pembelajaran
mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaan
antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem yang alami (natural). Sistem
yang dibual oleh manusia, seperti: sistem transportasi, sistem komunikasi,
sistem pemerintahan, semuanya memiliki tujuan. Sistim alami (natural) seperti
sistem ekologi, sistem kehidupan hewan, memiliki unsur-unsur yang saling
ketergantungan satu sama lain, disusun sesuai dengan rencana tertentu, tetapi
tidak mempunyai tujuan tertentu. Tujuan sistem menuntun proses merancang
sistem. Tujuan sistem pembelajaran agar siswa belajar. Tugas seorang perancang
sistem ialah mengorganisasi tenaga. material, dan prosedur, agar siswa belajar
secara efisien dan efektif. Dengan proses mendisain sistem pembelajaran si
perancang membuat rancangan untuk memberikan kemudahan dalam upaya mencapai
tujuan sistem pembelajaran tersebut.
5. TUJUAN DAN UNSUR-UNSUR
DINAMIS PEMBELMARAN.
5.1. Tujuan pembelajaran
yang menunjang tercapainya tujuan belajar.
Pembelajaran
dimaksudkan terciptanya suasana sehingga siswaa belajar. Tujuan pembelajaran
haruslah menunjang dan dalam tercapainya tujuan belajar.
Dahulu, ketika
pembelajaran dimaksudkan sebagai kadar penyampaian ilmu pengetahuan,
pembelajaran tak terkait dengan blajar. termasuk tujuannya. Sebab, jika guru
telah menyampaikan ilmu pengetahuan. tercapailah maksud atau tujuan
pembelajaran tersebut.
Pembelajaran
model dahulu itu, memang tidak dicoba terkaitkan dengan belajar itu sendiri.
Pembelajaran lebih onsentrasi pada kegiatan guru dan tidak terkonsentrasi pada
kegiatan siswa.
Jika pada masa
sekarang ini pembelajaran dicoba terkaitkan dengan belajar, maka dalam
merancang aktivitas pembelajaran, guru harus belajar dari aktivitas belajar
siswa. Aktivitas belajar siswa harus dijadikan titik tolak dalam merancang
pembelajaran.
Implikasi dari
adanya keterkaitan antara kegiatan pembelajaran dan kegiatan belajar siswa
tersebut adalah usunnya tujuan pembelajaran yang dapat menunjang apainya tujuan
belajar. Muatan-muatan yang termaktub dalam tujuan belajar, haruslah termaktub
juga dalam tujuan pembelajaran.
Contoh kongkiit
tujuan pembelajaran yang kongruen dengan tujuan belajar adalah sebagai berikut
:
Tujuan Belajar
|
Tujuan Pembelajaran
|
Setelah menelaah teks
butir-butir pertama pancasila siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir
pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri.
|
Setelah siswa
dibelajarkan dengan cara menelaah teks butir pertama pancasila siswa dapat
menjelaskan kaitan antara butir pertama dengan butir kedua secara benar
dengan menggunakan kata-kata sendiri.
|
Setelah mengamati berbagai
tumbuh-tunibuhan di kebun percobaan sekolah, siswa dapat membedakan antara
tumbuhtumbuhan yang berkeping satu dan yang berkeping dua. Setelah
dibelajarkan dengan cara mengamati tumbuh-tumbuhan di kebun percobaan
sekolah, siswa dapat menibedakan tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan
tumbuhan berkeping dua.
|
Setelah siswa
dibelajarkan dengan cara menclaah teks butir pertama pancasila, siswa dapat
menjelaskan kaitan antara butir portama dengan butir kedua secara benar
dengan menggunakan kata-kata yang ada pada teks Setelah mengamati berbagai
tumbuh-tumbuhan di kebun percobaan sekolah, siswa dapat membedakan antara
tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan yang berkeping dua.
|
Setelah dibelajarkan
dengan cara membaca buku teks dan berdiskusi dengan teman-temannya siswa
dapat membedakan tumbuh-tumbuhan yang berkeping satu dengan yang berkeping
dua.
|
Setelah menelaah teks
butir-butir pertama pancasila siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir
pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri
|
Setelah menelaah teks
butir-butir pertama pancasila, siswa dapat menjelaskan kaitan antara butir
pertama dengan butir kedua secara benar dengan menggunakan kata-kata sendiri.
|
Setelah siswa
dibelajarkan dengan cara menelaah teks butir pertama pancasila, siswa dapat
menjelaskan kaitan antara butir pertama dengan butir kedua secara benar
dengan menggunakan kata-kata yang ada pada teks
|
Dari contoh
yang disebutkan tersebut sangatlah jelas, bahwa tujuan pembelajaran yang
kongruen dengan tujuan belajar siswa adalah :
1. Punya kesamaan tercapainya
tujuan dari segi waktu, yaitu setelah siswa belajar dan atau dibelajarkan.
2. Punya kesamaan tercapainya
tujuan dari segi substansinya, aitu
siswa bisa "apa" setelah belajar dan atau dibelajarkan.
3. Punya kesamaan tercapainya
tujuan dari segi cara mencapainya.
4. Punya kesamaan takaran
dalam pencapaian tujuan.
5. Punya kesamaan dari segi
pusat kegiatan, yaitu sama-sama berada pada diri siswa.
Agar tujuan
pembelajaran yang kongruen dengan tujuan belajar tersebut jelas, berikut
disajikan contoh tujuan pembelajaran yang tidak kongruen dengan tujuan belajar
:
Contoh yang
disebutkan tersebut, jelas menunjukkan tidak kongruen antara tujuan
pembelajaran dengan tujuan belajar. Oleh karena itu tujuan pembelajaran
demikian ini tidak menunjang pencapaian tujuan belajar. Ada perbedaan titik
tekan antara tujuan belajar dengan tujuan pembelajaran. Pada contoh pertama dan
kedua. substansi tujuan belajar telah dikacaukan oleh substansi tujuan
pembelajaran. Sedangkan pada contoh ketiga dan keempat. tujuan belajar telah
dikacaukan oleh tujuan pembelajaran dari segi cara penyampaiannya.
5.2. Unsur-unsur dinamis
pembelajaran kongruen dalam proses belajar siswa/mahasiswa
a. Motivasi belajar menuntut
sikap tanggap dari pihak guru serta kemampuan untuk mendorong motivasi dengan
berbagai upaya pembelajaran. Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan oleh
guru dalam rangka memotivasi siswa agar belajar, ialah:
1. Prinsip kebermaknaan, siswa
termotivasi untuk mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya,
2. Prasyarat, siswa lebih suka
mempelajari sesuatu yang baru jika dia memiliki pengalaman prasyarat
(prerckuisit).
3. Model, siswa lebih suka
memperoleh tingkah laku baru bila disajikan dengan suatu model perilaku yang
dapat diamati dan ditim.
4. Komunikasi terbuka, siswa
lebih suka belajar bila penyajian ditata agar supaya pesan-pesan guru terbuka
terhadap pendapat siswa.
5. Daya tarik, siswa lebih
suka belajar bila perhatiannya tertarik oleh penyajian yang
menyenangkan/menarik.
6. Aktif dan latihan, siswa
lebih senang belajar bila dia dapat berperan aktif dalam latihan/praktik dalam
upaya mencapai tujuan pembelajaran
7. Latihan yang terbagi, siswa
lebih suka belajar bila latihan-latihan dilaksanakan dalamjangka waktu yang
pendek.
8. Tekanan instruksional,
siswa lebih suka belajar terus bila kondisi pembelajaran menyenangkan baginya.
9. Keadaan yang menyenangkan,
siswa lebih suka belajar terus bila kondisi-kondisi pembelajaran menyenangkan
bagmya.
b. Sumber-sumber yang
digunakan sebagai bahan belajar terdapat pada:
1. Buku pelajaran yang sengaja
disiapkan dan berkenan dengan mata ajaran tertentu. Bahan-bahan tersebut dapat
berupa sumber pokok dan sumber pelengkap. Pemilihim buku-buku sumber telah
ditetapkan dalam pedoman kurikulum dan berdasarkan pilihan guru berdasarkan
pertimbangan tertentu. Buku-buku tersebut mungkin telah tersedia di
perpustakaan sekolah, atau harus dibeli di pasaran buku.
2. Pribadi guru sendiri pada
dasamya merupakan sumber tak tertulis dan sangat penting serta sangat kaya dan
luas, yang perlu dimanfaatkan secara maksimal. Itu sebabnya, guru senantiasa
diminta agar terus belajar untuk memperkaya dan memperluas serta mendalami ilmu
pengetalman, sehingga pada waktunya dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan
belajar yang berdaya guna bagi kepentingan proses belajar siswa.
3. Sumber masyarakat, juga
merupakan sumber yang paling kaya bagi bahan belajar siswa. Hal-hal yang tidak
tertulis dalam buku dan belum terkuasai oleh guru, ternyata ada dalam,
masyarakat berupa objek, kejadian dan peninggalan sejarah. Hal-hal tersebut dapat
digunakan sebagai bahan belajar. Untuk itu, guru perlu menyiapkan program
pembelajaran dalam upaya memanfaatkan masyarakat sebagai sumber bahan belajar
bagi siswanya.
c. Pengadaan alat-alat bantu
belajar dilakukan oleh guru, siswa sendiri dan bantuan orang ma. Namun, harus
dipertimbangkan kesesuaian alat bantu belajar itu dengan tujuan belajar,
kemampuan siswa sendiri, bahan yang dipelajari, dan ketersediaannya di sekolah.
Prinsip kesesuaian ini perlu diperhatikan karena sering terjadi pemilihan dan
penggunaan suatu alat bantu belajar ternyata tidak cocok untuk pengajaran dan
ternyata tidak banyak pengaruhya terhadap keberhasilan belajar siswa. Prosedur
yang harus ditempuh adalah:
1. Memilih dan menggunakan
alat bantuan yang tersedia di sekolah sesuai dengan rencana pembelajaran.
2. Siswa memilih dan membuat
sendiri alat bantu yang diperlukan, berdasarkan petunjuk dan bantuan guru.
3. Membeli di pasaran bebas
scandamya alat yang diperlukan itu ada di pasaran dan cocok dengan kegiatan
belajar yang akan ditakukan.
d. Untuk menjamin dan membina
suasana belajar yang efektif. guru dan siswa dapat melakukan beberapa upaya
sebapi berikut:
1. Sikap guru sendiri terhadap
pembelajaran di kelas. Guru diharapkan bersikap menunjang, membantu, adil, dan
terbuka dalam kelas. Sikap-sikap tersebut pada gilirannya akan menciptakan
suasana yang menyenangkan dan menggairahkan serta menciptakan antusiasme
terhadap pelajaran yang sedang diberikan.
2. Perlu adanya kesadaran yang
tinggi di kalangan siswa untuk membina disiplin dan tata tertib yang baik di
dalam kelas. Suasana yang disiplin ini juga ditentukan oleh perilaku guru,
kemampuan guru memberikan pengajaran. serta suasana dalam diri siswa sendiri.
3. Guru dan siswa berupaya
menciptakan hubungan dan kerjasama yang serasi, selaras dan seimbang dalam kela.
yang dijiwai oleh rasa kekeluargaan dan kebersamaan rasa tenggang rasa dan
tanggung jawab untuk kepentingan bersama ternyata lebih efektif dibandingkan
dengan suasana dengan persaingan, berusaha untuk kopentingan sendiri, dan
pergaulan guru siswa yang renggang dan kaku.
e. Subjek belajar yang berada
dalam kondisi kurang mantap perlu diberikan binaan. Pembinaan kesehatan,
penyesuaian bahan belajar dengan tingkat kecerdasan siswa, memperhatikan
kesiapan belajar yang tepat waktunya, penyesuaian bahan, belajar dengan
kemampuan dan bakatnya, dan memberikan pengalaman-pengalaman perekuisit, semua
kondisi itu perlu terus dikontrol oleh guru. Sediakan waktu yang khusus untuk
mengenal dan mengetahui dengan seksama semua kondisi subjek belajar. Bila
diketahui terdapat ketidak seimbangan dan gangguan pada kondisi mereka, maka
guru perlu segera melakukan upaya untuk memperbaiki dan meningkatkannya.
5.3. Unsur-unsur dinamis
pembelajaran pada diri guru.
a. Motivasi untuk
membelajarkan siswa.
Guru harus memiliki motivasi untuk membelajarkan siswa. Motivasi itu
sebaiknya timbul dari kesadaran yang tinggi untuk mendidik peserta didik
menjadi warga negara yang bak. Jadi guru memiliki hasrat untuk menyiapkan siswa
menjadi pribadi yang memiliki pengetahuan dan kemampuan tertentu. Namun, diakui
bahwa motivasi pembelajaran itu sering timbul karena insentif yang diberikan,
sehingga guru melaksanakan tugasnya sebaik mungkin. Kedua jenis motivasi itu
diperlukan untuk membelajarkan siswa.
b. Kondisi guru siap
membelajarkan siswa.
Guru perlu memiliki kemampuan dan proses pembelajaran, disamping
kemampuan kepribadian dan kemampuan kemasyarakatan. Kemampuan dalam proses
pembelajaran sering disebut kemampuan profesional. Guru perlu berupaya
meningkatkan kemampuan-kemampuan tersebut agar senantiasa berada dalam kondisi
siap untuk membelajarkan siswa.
BAB II
PRINSIP BELAJAR DAN
APLIKASINYA
2.1. PRINSIP-PRINSIP BELAJAR YANG
TERKAIT DENGAN PROSES BELAJAR
Banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh para ahli
yang satu dengan yang lain memiliki persamaan dan perbedaan. Dari berbagai
prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yamg relatif berlaku umum
yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa
yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam apaya
meningkatkan mengajarnya. Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan
motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan,
tantangan, balikan dan penguatan. serta perbedaan individual.
2.1.1 Perhatian dan Motivasi
Perhatian
mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori
belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin
terjadi belajar (Gage n Berliner, 1984: 335 ). Perhatian terhadap belajar akan
timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Apabila bahan
pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan, diperlukan untuk
belajar lebih Ianjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan
membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak
ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.
Di samping
perhatian, motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan
belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang.
Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (gage dan
Berliner, 1984 : 372).
"Motivation
is the concept we use when we ddescribe the force action on or whitin an
organism yo initiate and direct behavior"
Demikian
menurut H.L. Petri (Petri, Herbet L, 1986: 3). Motivasi dapat merupakan tujuan
dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan salah satu
tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan
intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat,
motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil
belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam
bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan.
Motivasi
mempunyai kaitan yang crat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap
sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan
demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi
juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalan, kehidupannya.
Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan
motivasinya. Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya
disesuaikan dengan minat siswa dan tridak bertentangan dengan nilai-nilai yang
berlaku dalam masyarakat.
Sikap siswa,
seperti haInya motif menimbulkan dan mengarahkan aktivitasnya. Siswa yang
menyukai matematika akan merasa senang belajar matematika dan terdorong untulk
belajar lebih giat, demikian pula sebaliknya. Karenanya adalah kewajiban bagi
guru untuk bisa menanamkan sikap positif pada diri siswa terhadap mata
pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
Insentif, suatu
hadiah yang diharapkan diperoleh sudah melakukan kegiatan, dapat menimbulkan
motif. Hal ini merupakan dasar teori belajar B.F. Skinner dengan operant
conditioning-nya' (Hal ini dibkarakan lebih lanjut dalam prinsip balikan dan
penguatan).
Motivasi dapat
bersifat internal, artinya datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat
eksternal yakni datang dari orang lain, dari guru, orang tua, teman dan
sebagainya. Motivasi juga dibedakan atas motif intrinsik dan motif ekstrinsik.
Motif intrinsik adalah tenaga pendorong yang sesuai dengan perbuatan yang
dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang dengan sungguh-sungguh mempelajari
mata pelajaran di sekolah karena ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya.
Sedangkan motil ekstrinsik adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan
yang dilakukannya tetapi menjadi penyertaanya. Sebagai contoh, siswa belajar
sungguh-sungguh bukan disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya
telapi didorong oleh keinginan naik kelas atau mendapat ijazah. Naik kelas dan
mendapat ijazah adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
Motif intrinsik
dapat bersifat internal, datang dari diri sendiri, dapat juga bersifat
eksternal, datang dari luar. Motif ekstrinsik bisa bersifat eksternal, walaupun
lebih banyak bersifat ekstemal. Motif ekstrinsik dapat juga berubah menjadi
motif intrinsik yang disebut 'Iransformasi motir'. Sebagai contoh. seorang
siswa belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LIPTK) karena menuruti
keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi guru. Mula-mula
motifnya adalah ekstrinsik, yaitu ingin menyenangkan orang tuanya, tetapi
setelah belajar heberapa lama di LPTK ia menyenangi pelajaran-pelajaran yang
digelutinya dan senang belajar untuk menjadi guru. Jadi motif pada siswa itu
yang semula ekstrinsik menjadi intrinsik.
Perhatian
Perhatian erat
sekali kaitannya dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan. Perhatian ialah
pemusatan energi psikis (fikiran dan perasaan) terhadap suatu objek. Makin
terpusat perhatian pada pelajaran, proses belajar makin baik dan hasilnya akan
makin haik pula. Oleh karena itu guru harus selalu berusaha supaya perhatian
siswa terpusat pada pelajaran. Memunculkan perhatian seseorang pada suatu objek
dapat diakibatkan oleh dua hal.
Pertama, orang itu merasa bahwa
objek tersebut mempunyai kaitan dengan dirinya umpamanya dengan kebutuhan, cita
cita, pengalaman, bakat, minat.
Kedua, Objek itu sendiri
dipandang memiliki sesuatu yang lain dari yang lain, atau yang lain dari yang
biasa, lain dari yang pada umumnya muncul.
Perhatikan
contoh kasus dibawah ini
1. Rukiah, salah seorang siswa
disuatu sekolah dasar sangat tertarik dengan penjelasan ibu gurunya tentang
perpindahan penduduk. sehingga ia sungguh-sungguh memperhatikan pelajaran
tersebut, karena ia pernah dibawa orang tuanya bertransmigrasi.
2. Sekelompok siswa disuatu
sekolah dasar pada sutu waku mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian karena
guru mengajarkan pelajaran tersebut dengan menggunakan alat peraga yang
sebelumnya guru tersebut belum pernah melakukannya.
3. Sekelompok siswa sedang
asyik mengerjakan tugas kelompok, dalam pelajaran IPA. KeRhatannya mereka
sangat sungguh-sungguh menerjakan tugas tersebut. Biasanya mereka belajar cukup
mendengarkan ceramah dari guru.
Ketiga contoh
diatas menggambarkan siswa yang belajar dengan penuh perhatian akan tetapi
penyebabnya berbeda.
Contoh pertama,
Rukiah belajar dengan penuh perhatian. Karena pelajaran tersebut memiliki
kaitan dengan pengalamannya. Pelajaran tersebut ada kaitan dengan diri siswa.
Pada contoh kedua, siswa belajar dengan penuh perhatian, karena guru
mengajar dengan menggunakan alat peraga, (cara guru mengajar lain dan kebiasaannya)
Demikian pula
contoh ketiga, siswa belajar dengan penuh perhatian Karena guru
menggunakan metode yang bervariasi tidak hanya ceramah).
Dari uraian dan
contoh diatas dapat disimpulkan, bahwa :
1. Belajar dengan permh
perhatian pada pelajaran yang sedang dipelajari, proses dan hasilnya akan lebih
baik.
2. Upaya guru memumbuhkan dan
meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain:
a. Mengaitkan pelajaran dengan
pengalaman, kebutuhan, cita-cita, bakat atau minat siswa.
b. Menciptakan situasi
pembelajaran yang tidak monoton. Umpamanya penggunaan metode mengajar yang
bervariasi, penggunaan media, tempat belajar tidak terpaku hanya didalam kelas
saja.
Coba anda pilih
salah satu pokok bahasan dari salah satu mata pelajaran yang biasa anda
ajarkan. Kemukakan upaya apa yang harus anda lakukan untuk:
1. Menarik perhalian siswa
dengan cara mengailkan pelajaran tersebut dengan diri siswa (umpamanya dengan
pengalaman mereka).
2. Menarik perhatian siswa
dengan cara menciptakan situasi pembelajaran yang bervariasi (umpamanya dalam
penggunaan metode mengajar)
2.2. KEAKTIFAN BELAJAR
Kecendrungan
psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang aktif. Anak
mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan aspirasi
sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif
mengalami sendri. Mon Dewey misalnya mengemukakan, bahwa belajar adalah
menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirmya sendiri. maka inisiatif
harus datang dari siswa sendiri. Guru sekedar pembimbing dan pengarah (John
Dewy 1916. dalam Dak ks, 1937:3 1).
Menurut teori
kognitif. belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah
informasi yang kita terima, tidak sekadar menyimpannya saja tanpa mengadakan
transformasi. (Gage and Berliner, 1984 : 267). Menurut teori ini anak memiliki
sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari.
menermakan fakta. menganalisis, menafsirkan dan menairik kesimpulan,
Thomdike
mengemukakan keakifan siswa dalam belajar dengan bukum "lah. of exercise
" -nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Mc
Keachk berkenan dengan prinsip keaktifan mengemukakan babwa individu merupakan
"manusia belajar yang selalu ingin tahu, sosial,” (MC Keachk, 1976:230
dari Gredler MEB terjemahan Munandir, 1991:105).
Dalam setiap
proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka
ragam bentuknya. Mulai dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai
kegiatan psikis yang susah diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca,
mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh
kegiatan psikis misaInya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam
memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain,
menyimpulkan basil percobaan, dan kegiatan psikis yang lain.
Seperti yang
telah dibahas di depan bahwa belajar iu sendiri adalah akivitas, yaitu aktivitas
mental dan emosional. Bila ada siswa ) yang duduk di kelas pada saat pelajaran
berlangsung, akan tetapi mental emosionainya tidak terlibat akif didalam
situasi pembelajaran itu, Pada hakikamya siswa tersebut tidak ikut belajar.
Oleh karena itu
guru jangan sekali-kali membiarkan ada siswa yang tidak ikut aktif belajar.
Lebih jauh dari sekedar mengaktifkan siswa belajar, guru harus berusaha
meningkatkan kadar aktifitas belaiar tersebut.
Kegiatan
mendengarkan penjelasan guru, sudah menunjukkan adanya aktivitas belajar. Akan
tetapi barangkali kadarnya perlu ditingkinkan dengan metode mengajar lain.
Sekali untuk
memantapkan pemahaman anda tentang upaya meningkatkan kadar aktivitas belajar
siswa, coba anda tetapkan salah satu pokok bahasan dari salah satu mata
pelajaran yang biasa diajarkan. Silahkan anda rancang kegiatan-kegiatan
belajar yang bagaimana yang harus siswa
anda lakukan, supaya kadar aktivitas belajair mereka relatif tinggi.
Bila sudah
selesai anda kerjakan, silahkan diskusikan deingan guru lain disekolah anda
atau guru sesama peserta program
2.3. KETERLIBATAN LANGSUNG
DALAM BELAJAR
Di muka telah
dibkarakan bahwa belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa yang, belajar
adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale
dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerueut
pengalamannya mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar
melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa
tidak sekadar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat
langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab tehadap hasilnya. Sebagai
contoh seseorang yang belajar membuat tempe, yang paling baik apabila ia
terlihat secara langsng dalam perbuatan (direct performance), bukan sekadar
melihat bagaimana orang menikmati tempe (demonstrating), apalagi sekadar
mendengar orang bercerita bagaimana cara pembuatan tempe (telling).
Pentingnya
ketelibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan
"leaming by doing"-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan
langsung. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual
maupun kelompok, dengan cara memecahkan masalah (prolem solving). Guru
bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan
siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih
dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan
kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan
dan intemalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilat, dan juga pada
saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
2.4. PENGULANGAN BELAJAR
Prinsip belajar
yang menekankan perlunva pengulangan barangkali yang paling tua adalah yang
dikemukakan oleh teori Psikologi Dava. Menurut teori ini belajar adalah melatih
daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap,
mengingat. mengkhayal, merasakan. berpikir. dan sebagainya. Dengan mengadakan
pengulangan maka dasya-daya tersebut akan berkembang. Seperti hainya pisau yang
selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan
pengulangan-pengulangan akan menjadi sempuma.
Teori lain yang
menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi Asosiasi atau Koneksionisme
dengan tokoh yang terkenal Thorndike. Berangkat dari salah satu hukum
belajarnya “law of exercise", ia mengemukakan bahwa belajar ialah
pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. dan pengulangan terhadap
pengalaman-pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Seperti
kata pepatah "latihan menjadikan sempuma" (Thomdike, 1931b:20. dari
Gredlei, Marget E Bell, terjemahan Munandir, 1991: 51).Psikologi
Conditioning yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Koneksionisme
juga menekankan pentingnya pengulangan dalam belajar. Kalau pada Koneksionisme,
belajar adalah pembentukan hubungan stimulus dan respons maka pada psikologi
conditioning respons akan timbul bukan karena saja stimulus, tetapi juga
oleh stimulus yang dikondisikan. Banyak tingkah laku manusia yang terjadi
karena kondisi, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas karena mendengar bunyi
lonceng, kendaman berhenti ketika lampu Ialu lintas berwarna merah. Menurut
teori ini perilaku individu dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya
untuk mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu. Mengajar
adalah membentuk kebiasaan, mengulang-ulang sesuatu perbuatan sehingga menjadi
suatu kebiasaan dan pembiasaan tidak perlu selalu oleh stimulus yang
sesungguhnya, tetapi dapat juga oleh stimulus penyerta.
Ketiga teori
tersebut menekankan pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walaupun
dengan tujuan yang berbeda. Yang pertama pengulangan untuk melatih daya-daya
jiwa sedangkan yang kedua dan ketiga pengulangan untuk respons yang benar dan
membentuk kebiasaan- kabiasaan. Walaupun kita tidak japat menerima bahwa
belajar adalah pengulangan seperti yang dikemukakan ketiga teori tersebut,
karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan semua bentuk belajar, namun
prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar pembelajaran. Dalam belajar
tetap diperlukan latihan/pengulangan. Metode drill dan stereotyping adalah
bentuk belajar yang menerapkan prinsip pengulangan (Gage dan Berliner, 1984:
259).
2.5. SIFAT MERANGSANG DAN
MENANTANG DARI MATERI YANG DIPELAIARI
Teori Medan
(Field Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa dalam, situasi belajar berada
dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa
menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan
yang mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan
itu yaitu dengan mempelajari bahasa belajar tersebut. Apabila hambatan itu
telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam
medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif
yang Kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah
menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar haruslah
menantang.tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah
untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung masalah
yang perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran
yang memberi kesempatan pada siswa untuk menermakan konsep-konsep, prinsip-prinsip,
dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha meneari dan menemukan
konsp-konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut. Bahan belajar yang
telah mendan saja kurang menarik bagi siswa.
Penggunaan
metode eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi siswa
untuk belajar secara lebili giat dan sungguh-sunggub. Penguatan positif maupun
negatif juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh
gaujaran atau terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.
2.6. PEMBERIAN BALIKAN ATAU
UMPAN BALIK DAN PENGUATAN BELAJAR
Prinsip belajar
yang berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori
belajar operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning
yang diberi kondisin adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang
diperkuat adalah responsnya. Kunci dari teori belajar im adalah law of effect -
nya Thomdike. Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan
mendapatkan hasil yang haik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan
balikan yang menyenangkan dan berpengarub baik bagi usaha belajar selanjutnya.
Namum dorongan belajar itu menurut B.E Skinner tidak saja oleh penguatan yang
menyenangkan tetapi juga ada yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain
penguatan positif maupun negatif dapat memperkuat belajar (gage dan Berliner,
1984: 272).
Siswa belajar
sunggub-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yamg baik
itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat
merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya anak yang
mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik
kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong tuk belajar lebih giat. Di
sini nilai buruk dan dan rasa takut lidak naik kelas juga bisa mendorong anak
untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif. Di sini siswa
mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan, maka penguatanatan
negatif juga disebut escape conditioning, Format sajian berupa tanya
jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara
belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan
yang segera diperoleh siswa setelah belajar melalui penggunaan metode-metode
ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat.
2.7. IMPLIKASI
PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
Siswa sebagai
"primus motor” (motor utama) dalam kegiatan pembelajaran, dengan alasan
apapun tidak dapat mengabaikan begitu saja adanya prinsip- prinsip belajar.
Justru pada siswa akan berhasil dalam pembelajaran, jika mereka menyadari
implikasi prinsip-prinsip belajar terhadap diri mereka.
2.7.1. Perhatian dan
Motivasi
Siswa dituntut
untuk memberikan perhatian terhadap semua ungsangan yang mengarah ke arah
pencapaian tujuan belajar. Adanya tuntutan untuk selalu memberikan perhatian
ini, menyebabkan siswa harus membangkitkan perhatiannya kepada segala pesan
yang dipelajarinya. Pesan-pesan yang menjadi isi pelajaran seringkali dalam
bentuk rangsangan suara, warna. bentuk, gerak, dan rangsangan lain yang dapat
diindra. Dengan demikian siswa diharapkan selalu melatih indranya untuk
memperhatikan rangsangan yang muncul dalam prosses pembelajaran.
Peningkatan/pengembangan minat im merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
motivasi (Gage dan Berliner, 1984:373). Contob kegiatan atau perilaku siswa,
baik fisik atau psikis, seperti mendengarkan ceramah guru, membandingkan konsep
sebelumnya dengan konsep yang baru diterima, mengamati secara cermat gerakan
psikomotorik yang dilakukan guru, atau kegiatan sejenis lainnya. Senma kegiatan
atau perilaku tersebut harus dilakukan oleh siswa secara sadar sebagai upaya
untuk meningkatkan motivasi belajarnya.
Sedangkan
implikasi prinsip motivasi bagi siswa adalah disadarinya oleh siswa bahwa
motivasi belajar yang ada pada diri mereka harus dibangkitkan dan mengembangkan
secara terus menerus. Untuk dapat membangkitkan dan mengembangkan motivasi
belajar mereka secara terus menerus, siswa dapat melakukannya dengan menentukan
atau mengetahm tujuan belajar yang hendak dicapai. menanggapi secara positif
pujian atau dorongan dari orang lain, menentukan target atau sasaran
penyelesaian tugas belajar, dan perilaku sejenis lainnya. Dari contoh-contoh
perilaku siswa untuk meningkatkan dan membangkitkan motivasi belajar, dapat
ditandai bahwa perilaku-perilaku tersebut bersifat psikis.
2.7.2. Keaktifan
Sebagai "primus
motor" dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut
untuk selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya. Untuk dapat
memproses dan mengolah perolehan belajarnya secara efektif, perilaku-perilaku
seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu
hasil dan kimia, membuat karya tulis, membuat kliping, dan prilaku sejenis
lainnya. Implikasi prinsip keaktifan bagi siswa lebih lanjut menuntut
keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran.
2.7.4. Keterlibatan
langsung/ berpengalaman
Hal apapun yang
dipelajari siswa, maka ia harus mempelajarinya sendiri. Tidak ada seorangpun
dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya (Davies, 1987:32). Pemyataan
ini. secara mutlak menuntut adanyan keterlibatan langsung dari "tiap siswa
dalam kegiatan belajar pembelajaran. Implikasi prinsip ini dituntut pada para
siswa agar tidak segan-segan mengerjakan segala tugas belajar yang dibeerikan
kepada mereka. Dengan keterlibatan langsung inj, secara logis akan menyebabkan
mereka memperoleh pengalaman atau berpengalaman. Bentuk-bentuk perilaku yang
merupakan implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi siswa misalnya adalah
siswa ikut dalam pembuatan lapangan bola voli, siswa melakukan reaksi kimia,
siswa berdiskusi untuk membuat laporan, siswa membaca puisi di depan kelas, dan
perilaku sejenis lainnya. Bentuk perilaku keterlibatan langsung siswa tidak
secara mutlak menjamin terwujudnya prinsip keaktifan pada diri siswa. Namun
demikian, perilaku keterlibatan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar
pembelajaran dapat diharapkan mewujudkan keaktifan siswa.
2.7.5. Pengulangan
Penguasaan
secara penuh dari setiap langkah kemungkinkan belajar secara keseluruhan lebih
berarti (Davies, 1987:32 ). Dari pemyataan inilah pengulangan masih diperlukan
merasa bosan dalam melakukan pengulangan. Bentuk-bentuk perilaku pembelajaran
yang merupakan implikasi prinsip pengulangan, diantaranya menghafal unsur-unsur
kimia setidp valensi, mengerjakan soal-soal lingkungan, Jachan, menghafal
nama-nama latin tumbuhan, atau menghafal tahun-tahun terjadinya peristiwa
sejarah.
2.7.6. Tantangan
Prinsip belajar
ini bersesuaian dengan pemyataan bahwa apabila siswa diberikan tanggung jawab
untuk mempelajari sendiri, maka ia lebih termotivasi untuk belajar, ia akan
belajar dan mengingat secara lebih baik (Davies, 1987: 32). Hal ini berarti
siswa selalu menghadapi tantangan untuk memperoleh. memproses, dan mengolah
setiap pesan yang ada dalam kegiatan pembelajaran. Implikasi prinsip tantangan
bagi siswa adatah tuntutan dimilikinya kesadaran pada diri siswa akan adanya
kebutuhan untuk selalu memperoleh, memproses. dan mengolah pesan. Sclain itu,
siswa juga harus memiliki keingintahuan yang besar terhadap segala permasalahan
yang dihadapinya. Bentuk-bentuk perilaku siswa yang merupakan implikasi dari
prinsip tantangan ini diantaranya adalah melakukan eksperimen, melaksanakan
tugas terbimbing maupun mandiri, atau mencari tahu pemecahan suatu masalah.
2.7.7. Balikan dan
Penguatan
Siswa selalu
membutuhkan suatu kepastian dari kegiatan yang dilakukan, apakah benar atau
salah? Dengan demikian siswa akan selalu memiliki pengetahuan tentang hasil
(knowledge of result), yang sekaligus merupakan penguat (reinforce) bagi
penguatan bentuk-bentuk perilaku siswa yang memungkinkan diantaranya adalah
dengan segera mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban, menerima kenyataan
terhadap skor atau nilai yang dicapai, atau menerima teguran dari gurulorang
tua karena hasil belajar yang jelek.
2.7.8. Perbedaan Individual
Setiap siswa
memiliki karakteristik sendiri-sendiri yang berbeda satu dengan yang lain.
Karena hal inilah, setiap siswa belajar menurut tempo (kecepatan)nya sendiri
dan untuk setiap kelompok umur terdapat variasi kecepatan belajar (Davies,
1987: 32). Kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan siswa lain, akan membantu
siswa menentukan cara belaiar dan sasaran belajar bagi dirinya sendiri.
Implikasi adanya prinsip perbedaim individual diantaranya adalah menentukan
tempat duduk di kelas, menyusun jadwal belajar, atau memilih bahwa implikasi
adanya prinsip perbedaan individu bagi siswa dapat berupa perilaku fisik maupun
psikis. Untuk memperjelas implikasi prinsip-prinsip belajar bagi siswa, anda
dapat mengidentifikasi dari kegiatan siswa dalam kegiatan pembelajaran sebagai
indikatornya.
2.7.9. Perbedaan individual
Belajar tidak
dapat diwakilkan kepada orang lain. Tidak belajar, berarti tidak akan
memperoleh kemampuan. Belajar dalam arti proses mental dan emosional terjadi
secara individual. Jika kita mengajar disuatu kelas sudah barang tentu kadar
aktivitas belajar para siswa beragam.
Disamping itu,
siswa yang belajar sebagai pribadi tersendiri, yang memiliki perbedaan dari
siswa lain. Perbedaan itu mungkin dalam hal pengalaman, minat, bakat, kebiasaan
belajar, kecerdasan, tipe belajar dan sebagainya..
Guru yang
menyamaratakan siswa menganggap semua siswa sama. sehingga memperlakukan mereka
sama kepada semua. pada prinsipnya bertentangan dengan hakikat manusia,
khususnya siswa.
Guru yang
bijaksana akan menghargai dan memperlakukan siswa sesuai dengan hakikat mereka
masingmasing. Suatu tindakan guru yang dipandang tepat terhadap seorang siswa,
belum tentu tepat untuk siswa yang lain. Akan tetapi ada perlakuan yang memang
harus sama terhadap semua.
Demikian pula
yang menyangkut pelajaran. Pelajaran mana yang harus dipelajari oleh semua
siswa dan peIajaran mana yang boleh dipilih oleh siswa sesuai dengan bakat
mereka.
Perlakuan guru
terhadap siswa yang cepat harus berbeda dii i perlakuaii terhadap siswa yang
termasuk lamban. Siswa yang lamban perlu banyak dibantu sedangkan siswa yang
cepat dapa diberi kesempatan lebih dulu maju atau melakukan pengayaan.
Didalam
menggunakan metode mengajar, guru perlu menggunakan metode mengajar yang
bervariasi, sebab mungkin siswa yang kita ajar memiliki tipe belajar yang
berbeda. Siswa yang memiliki tipe belajar yang auditif akan lebih mudah belajar
melalui pendengaran. Siswa yang memiliki tipe belajar yang motorik akan
memiliki tipe belajar visual akan lebih mudah belajar melalui penglihatan.
sedangkan siswa yang memiliki tipe belajar motorik akan lebih mudah belajar
melalui perbuatan.
Untuk keperluan
itu semua guru perlu memahami pribadi masing-masing yang menjadi bimbingannya.
Oleh karena itu
catatan pribadi siswa sangat bermanfaat. Setiap siswa perlu dikatat tentang
kecerdasannya, bakatnya, tipe belajarnya, latar belakang kehidupan orang
tuanya, kemampuan panca indranya, penyakit yang dideritanya, bahkan kejadian
sehari-hari yang dianggap penting. Semua itu harus dkatat pada catatan pribadi
siswa. Buku catatan pribadi siswa itu harus diisi secara rutin dan terus
mengikuti pribadi siswa tersebut ke kelas dan ke jenjang pendidikan berikutnya.
Buku catatan
pribadi tiap siswa kelas 1 setelah mereka naik kelas II harus diserahkan pada
guru kelas II untuk digunakan dan diisi dengan data baru, begitulah seterusnya
sampai kejenjang pendidikan berikumya.
Adakah buku
catatan pribadi tiap siswa dikelas tempat anda mengajar? Bila ada coba
pelajari:
1. Data apa saja yang dicatat
2. Kapan buku tersebut diisi
3. Pernahkah buku catatan
pribadi tersebut digunakan, dan untak apa
4. Bagaimana saran anda untuk
pemanfaatan buku catatan pribadi tersebut : data dan pengisiannya serta
penggunaanya.
Jika ternyata
belum ada, coba buat sebuah model buku catatan pribadi siswa yang menurut anda
cukup lengkap untuk keperluan pembimbingan belajar terhadap siswa, Itulah lima
prinsip belajar telah kita diskusikan. Silahkan anda pelajari berbagai sumber
tentang belajar. Akan tetapi paling tidak kelima prinsip diatas hendaknya
menjadi pegangan kita didalam membelajarkan siswa-siswa kita.
Belajar terjadi
pada suatu system lingkungan belajar yang terdiri dari komponen atau unsur
tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru. Sebagai suatu system,
unsur-unsur penabelajaran tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi. Oleh
karena itu pemilihan dan penggunaan strategi belajar mengajar tidak dapat
dilepaskan dari pertimbangan unsur-unsur lain didalam system pembelajaran. Yang
menjadi unsur utama ialah tujuan pembelajaran. Semua unsur didalam pembelajaran
harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu tujuan pembelajaran
harus ditetapkan lebih dulu.
Bagaimana
implikasi tujuan, bahan pelajaran, alat dan siswa terhadap penggunaan strategi
belajar mengajar akan kita diskusikan pada kegiatan belajar berikutnya. Untuk
memantapkan pemahaman anda terhadap materi yang anda pelajari kerjakanlah
latihan dibawah ini.
1. Identifikasikanlah kegiatan
pembelajaran yang anda rancang.
Apakah kegiatan
pembelajarannya termasuk belajar meialui pengalaman ataukah melalui pengamatan?
2. Kegiatan apa yang dapat
dilakukan guru untuk membangkitkan motifasi belajar siswa?
3. Kegiatan apa yang dapat
dilakukan guru untuk menarik perhatian siswa?
Untuk
memudahkan anda dalam mengerjakan latihan diatas bacalah rambu-rambu pengerjaan
latihan berikut ini. Rambu-rambu pengerjaan latihan.
1. Ambillah salah satu rencana
pembelajaran yang akan anda laksanakan. Identifikasi setiap langkah kegiatan
pembelajaran yang akan anda tempuh. Dari hasil identifikasi ini anda akan
mengetahui apakah kegiatan pembelajaran yang anda rancang lebih menekankan pada
belajar melalui pengalaman (langsung dan tak langsung) ataukah melalui
pengamatan.
2. Untuk menjawab pertanyaan
ini anda hendaknya mengingat kembali materi yang membahas teknik-teknik
membangkitkan motivasi belajar siswa. Untuk lebih meyakinkan anda observasilah
teman anda yang sedang mengajar. Catatlah kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan teman anda yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa.
3. Selain anda harus mengingat
kembali materi tentang teknik-teknik menarik perhatian siswa, anda juga dapat
melakukan observasi atau meminta teman anda mengobservasi anda yang sedang
mengajar. Catatlah kegiatan-kegiatan yang dapat menarik perhatian siswa selama
kegiatan pembelajaran.
Sekarang tiba
saamya anda membaca rangkuman dibawah ini unuk lebih memantapkan ingatan anda
terhadap materi yang telah dipelajari.
Belajar
memiliki tiga atribu pokok ialah:
1. Belajar merupakan proses
mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan.
2. Hasil belajar berupa
perubahan perilaku, baik menyangkut kognitif psikomotorik maupun afektif.
Siswa merupakan
imdividual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap
siswa memiliki perbedaim satu dengan lain. Perbedaan itu terdapat pada
karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifatnya.
Perbedaan
individual ini pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya perbedaan individu
perlu diperhaikan pleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan
klasikal yang dilakukan disekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan
individual, umumnya pelaksanaan pembelajaran dikelas dengan melihat siswa sebagai
individu dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian
pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran
yang bersifat klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapa diperbaiki
dengan beberapa cara. Antara lain penggunaan metode atau straegi belajar
mengajar yang ervariasi sehingga perbedaan perbedaan kemampuan siswa dapat
terlayani. Juga penggunaan media instruksional akan membantu melayani perbedaan
siswa dalam cara belajar. Usaha lain untuk memperbaiki pembelajaran klasikal
adalah dengan memberikan tambahan pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa
yang pandai, dan memberikan bimbingan belajar bagi anak yang kurang. Disamping
in dalam memberikan tugas hendaknya disesuikan dengan minat dan kemampuan siswa
sehingga bagi siswa yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil
didalam belajar. Sebagai unsur primer dan sekunder dalam pembelajaran, maka
dengan sendirinya dan guru teimplikasi
adanya prinsip-prinsip belajar.
Implikasi
prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru, tampak dalam setiap kegiatan
perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung. Namun demikian, perlu
disadari bahaya implementasi prinsip-prinsip belajar sebagai implikasi
prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tidak semuanya terwujud dalam setiap
proses pembelajaran.
BAB III
DASAR PENGEMBANGAN
KURIKULUM
Kurikulum dan
pendidikan adalah dua hal yang erat berkaitan, tak dapat dipisahkan sama dengan
yang lain. Sistem pendidikan yang dijalankan pada zaman modern ini tak mungkin
tanpa melibatkan keikutsertaan kurikulum. Tak mungkin ada Kegiatan pendidikan
tanpa kurikulum. Kebutuhan akan adanya aktivitas pendidikan selalu berarti
kebutuhan adanya kurikulum. Dalam kurikulum itulah tersimpul segala sesuatu
yang harus lijadikan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan. Pemikiran tentang
adanya kurikulum adalah setua dengan adanya sistem pendidikan itu sendiri.
Hubungan antara
pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan.
Suatu tujuan, tegasnya tujuan pendidikan yang ingin dicapai, akan dapat
terlaksana jika alat sarana, isi, atau tegasnya kurikulum yang dijadikan dasar
acuan ini relevan. Artinya sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut. Hal itu
dapat diartikan bahwa kurikulum dapat membawa kita ke arah tercapainya tujuan
pendidikan. karena kurikulum merupakan isi dan sarana untuk mencapai tujuan
pendidikan, maka kurikulum berisi nilai-nilai atau cita-cita yang sesuai dengan
pandangan hidup bangsa. Pada hakekatnya, proses pendidikan yang dijalankan
adalah usaha untuk merealisasikan nilai-nilai dan ide-ide tersebut.
Pada dasamya
tujuan pendidikan yang pokok (atau hakiki, esensial, prinsipil ini tetap karena
ia berhubungan dengan sistem nilai atau pandangan hidup suatu bangsa. Akan
tetapi. hal itu tidak berarti kurikulum pun harus statis, tak pernah mengalami
perubahan. Kurikulum pun harus selalu dikembangkan sesuai dengan perkembangan
kebutuhan masyarakat.. masyarakat yang dinamis akan selalu mengalami
perkembangan, selalu menuntut adanya perubahan sesuai dengan perubahan zaman.
Pada hakekamya, hal itupun dapat dipandang sebagai akibat sistem pendidikan
yang dijalankan yang sudah diperhitungkan. Dengan kata lain adanya keadaan
masyarakat yang dinamis dan terbukti terhadap adanya usaha-usaha pembaharuan
sesuai dengan perkembangan zaman tersebut, merupakan keberhasilan sistem
pendidikan, tanpa mengakibatkan berbagai faktor lain yang juga berperan.
Dalam banyak
hal, kurikulum dapat dijadikan ukuran kualitas proses dan keluaran pendidikan
yang dijalankan. Dalam suatu kurikulum sekolah telah tergambar tentang berbaga
pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai-nilai yang diharapkan dimiliki
oleh setiap lulusan suatu sekolah. Akan tetapi kurikulum bukanlah merupakan
satu-satunya faktor penentu "kualitas seperti yang disarankan didalamnya.
Masih terdapat berbagai faktor lain yang turut menunjang kualitas atau
keberhasilan kegiatan pendidikan yang dijalankan. Misalnya saja masalah sarana
dan prasarana, situasi dan kondisi lingkungan, kualitas guru sebagai pelaksana
pendidikan dan sebagainya. Penting bagi guru adalah ia harus benar-benar
menyadari peranannya sebag pelaksana pendidikan yang amat menentukan. Hal itu
menunt kepadanya untuk memahami dan menguasai berbagai masalah pendidikan,
antara lain masalah kurikulum.
3.1. Pengertian Kurikulum
3.1.1 Kurikulum Sebagai
Jembatan Meraih Ijazah
Istilah
"kurikulum" memiliki berbagai tafsiran yan dirumuskan oleh
pakar-pakar dalam bidang pengembang kurikulum sejak dulu sampai dengan dewasa.
ini. Tafsiran-tafsi tersebut berbeda-beda satu sama lainnya, sesuai dengan
titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Istilah kurikulum
berasal dari bahasa latin yakni "currculae", artinya jarak yang harus
ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengerti kurikulum ialah jangka
waktu pendidikan yang harus ditemp oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh
Ijazah.
Dengan menempuh
suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada
hakekatnya merupakan suatu bukti, bahwa siswa telah menempuh suatu Kurikulum
yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh
suatu jarak antara satu tempat ke tempat lainnya dan akhirnya mencapai finish.
Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting
untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan
suatu ijazah tertentu.
Pengertian Kurikulum
(Oleh Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya Dasar-Dasar
Pengembangan Karikalum Sekolah)
Istilah
kurikulum semula berasal dari istilah yang dipergunakan dalam dunia taktik
curere yang berarti "berlari' . Istilah tersebut erat hubungannya dengan
kata curier atau kurir yang berarti penghubung atau seseorang yang bertugas
menyampaikan sesuatu kepada orang atau tempat lain. Seseorang kurir harus
menempuh suatu perjalanan untuk mencapai tujuan, maka istilah kurikulum
kemudian diartikan sebagai orang sebagai suatu jarak yang harus ditempuh (S.
Nasution, 1980 : 5).
Dari istilah
atletik kurikulum mengalami perpindahan arti kedunia pendidikan. Sebagai misal
pengertian kurikulum seperti yang tercantum dalam Webster's Intemational
Dktionary " .
Currculum ;
Course ; a specified fixed course of study, is in a school or collage. as one
leading to degree.
Kurikulum
kemudian diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetalman yang
ditempult atau dikuasai untuk mencapai suatu tingkat tertentu atau ijazah.
Disamping itu, kurikulum juga diartikan sebagai suatu rencana yang disengaja
dirancang untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Itulah sebabnya orang pada
waktu lalu juga menyebut kurikulum dengan istilah “Rencana Pelajaran" yang
merupakan terjemahan istilah Leerplan. Rencana pelajaran merupakan salah
satu komponen dalam asas-asas didaktik yang harus dikuasai (atau paling tidak
diketahui) oleh seorang guru atau calon guru.
Pengertian
kurikulum sebagai yang tercantum dalam kamus Webster yang dikutip diatas,
kiranya ada kesesuaiannya dengan perumusan yang dikemukakan oleh Stenhouse
berikut : Currkulum is the planned conipesite effort of any school to guide
pupil leaming to ward prederennined learning outcome (Larence Stenhouse,
1976 : 4).
Defenisi-defenisi
kurikulum yang bersifat tradisional biasanya masih menampakkan adanya
kecenderungan penekanan pada rencana pelajaran untuk menyampaikan mata-mata
peiajaran (subject matter) kepada anak didik yang biasanya berisi kebudayaan.
(hasil budidaya) masa lampau atau sejumlah ilmu pengetahuan. Anak yang berhasil
melewati tahap ini akan atau herhak memperoleh ijazah. Kabudayaan atau sejumlah
ilmu pengetahuan yang akan disampaikan tersebut bersumber pada buku-buku yang
baik atau dianggap bermutu, sehingga kurikulum terutama dalam hal tujuan
instruksional dan pemilihan bahan pengajaran lebih banyak ditentukan atau
dipengaruhi oleh buku- buku tersebut.
Dihubungkan
dengan kebutuhan pengalaman anak yang diharapkan terpenuhi melalui kegiatan
belajar-mengajar sekolah, ternyata hal tersebut kurang menguntungkan karena ia
membatasi pengalaman anak dalam proses belajar-mengajar kelas saja dan kurang
inemperhatikan pengalaman-pengalaman lain yang diperoleh di luar kelas.
Kurikulum yang bersi demikian. hanya menekankan aspek intelektual saja yang
harus dikuasai siswa dan mengabaikan aspek-aspek yang lain yang juga sangat
berpengaruh dalam perkembangan kejiwaan siswa. Kurikulum macam ini biasanya
disebut Subject Centere Curiculum, yaitu kurikulum yang berpusat pada
materi pelajaran Sejalan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat,
pendirian tradisional mengenai kurikulum tersebut ditinggalkan orang karena
dianggap terlalu sempit dan atau paling tidak orang berusaha mencari
kemungkinan-kemungkinan baru, sebab pada kenyataanya pula seperti halnya dengan
masalah-masalah lain, belum dapat meninggalkan (atau mungkin meninggalkan) sama
sekali pendirian tradisonal. dasarkan pendirian diatas, yakni pendirian
tradisional, kurikulum dijalankan (mau tak mau) berpusat pada guru atau but
Teacher Centered Curiculum. Pandangan yang lebih kemudian ingin mengubah
pandangan tersebut dengan memperhatikan minat dan kebutuhan anak, karena
anaklah sebenamya yang menjadi subjek didik. Anak tak boleh hanya dipeerlakukan
sebagai objek yang statis, melainkan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai
dengan perkembangan jiwanya karena itu, terjadilah pergeseran dalam dunia
pendidikan dari suject atau teacher centered ke student
centered. Kurikulum yang sesuai dengan pandangan terakhir itu disebut Child
Centered curiculum. Hal itu terutama disebabkan oleh pengaruh
penemuan-penemuan dibidang psikologi. khususnya psikologi kembangan.
Adanya
pergeseran tentang kurikulum tersebut juga terlibat pada defenisi-defenisi
kurikulum yang dikemukakan orang. misalnya menurut George A. Beauchamp (1964 :
4) kurikulum adalahah "It as all activities of children under the
jurisdktion of the school”Dalam pengertian ini kurikulum mencakup segala
kegiatan, yang disediakan dan direncanakan sekolah. Konsep lain misalnya
mengatakan bahwa kurikulum tidak terbatas pada kegiatan saja, melainkan
meneakup seluruh pengalaman yang diperoleh siswa, baik intelektual, emosional,
sosial maupun pengalaman galaman yang lain.
Sebagai bahan
perbandingan mengenai pengertian kriikulum menurut konsep batu, barikut
dikemukakan lagi denisi-defenisi yang lain.
A sequence of
potensial experiences it set up in the school for the purpose of disciplining
children and yuouth in group ways of thingking and acting (Smith dalam
Beauchamp : 5).
atau
Curriculum is
all of the planned experiences providedby the school to assist the pupils in
attaining children the designated learning outcomes to the best their abilitie
(Neagly dalam Lawrence : 4).
David Pratt
dalam Curriculum Design and Development (1980 : 4) mendefenisikan
kurikulum secara sederhana, yaitu sebagai seperangkat organisasi pendidikan
formal atau pusat-pusal latihan. Selanjumya ia membuat implikasi secara lebih
ekplisit tentang defenisi yang dikemukakannya tersebut menjadi enam hal. yaitu
:
1. Kurikulum adalah suatu
rencana atau intentions, ia mungkin hanya berupa perencanaan (mental) saja.
tapi pada umumnya diwujudkan dalam bentuk tulisan.
2. Kurikulum bukanlah
kegiatan, melainkan perencanaan atau rancangan kegiatan;
3. Kurikulum berisi berbagai
macam hal seperti masalah apa yang harus dikembangkan pada diri siswa, evaluasi
untuk menafsirkan hasil belajar, bahan dan peralatan yang dipergunakan,
kualitas guru yang dituntut dan sebagainya.
4. Kurikulum melibatkan maksud
atau pendidikan formal, maka ia sengaja mempromosikan belajar dan menolak sifat
rambang tanpa rencana, atau kegiatan tanpa belajar.
5. Sebagai perangkat
organisasi pendidikan, kurikulum menyatukan berbagai komponen seperti tujuan,
isi. sistem penilaian dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Atau dengan
kata lain, kurikulum adalah sebuah sistem
6. Pendidikan dan latihan
dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman yang terjadi jika suatu hal
dilalaikan.
Defenisi diatas
yang kemudian disertai dengan berbagai implikasinya, dapat memberikan gambaran
yang lebih nyata tentang kurikulum, walau mungkin tidak sepenuhnya kita terima
atau pahami. Misalnya saja dikatakan bahwa kurikulum mungkin hanya berupa
perencanaan secara mental, dalam arti tidak diwujudkan dalam bentuk tertulis.
Bagaimana jadinya jika ada (mungkin hanya sebagian) kurikulum yang tidak
ditutis, tentunya akan mengundang berbagai permasalahan.
Kurikulum
merupakan suatu yang dijadikan pedoman dalam segala kegiatan pendidikan yang
dilakukan, termasuk kegiatan belajar mengajar di kelas. Dalam hal ini kita
dapat memandang bahwa kurikulum merupakan suatu program yang didesain,
direncanakan, dikembangkan dan akan dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar
yang sengaja diciptakan di sekolah. Atas dasar hal tersebut, kurikulum kemudian
dapat didefenisikan sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu (Winamo
Surahmad, 1977 : 5).
Kiranya
defenisi tersebut lebih sederhana dan jelas rumusannya. Pendidikan merupakan
suatu pendidikan yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu, merupakan program yang
direncanakan, disusun dan diatur untuk kemudian dilaksanakan di sekolah melalui
cara-cara yang telah ditentukan pula. Jika defenisi diatas diperbandingkan
dengan defenisi-defenisi yang dikemukakan lebih dahulu, sebenamya tidak ada
perbedaan yang prinsipil. Sentua defenisi yang ditunjuk sama-sama menyebut
kurikulum sebagai rencana-rencana kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan
belajar yang dilakukan siswa yang tentunya dimaksudkan untuk memperoleh
sejumlah pengalaman (baca tujuan) tertentu.
Dalam
pembkaraan selanjurnya, jika disebut-sebut kurikulum pengertiannya menunjuk
pada defenisi yang terakhir diatas.
3.1.2 Kurikulum Sebagai
Materi Pelajaran
Kurikulum ialah
sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa unluk
mempoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran dipandang sebagai pengalaman orang
tua atau pengalaman orang-orang pandai masa yang telah disusun secara
sistematis dan logis. Misalinya, pengalaman dan penemuan-penemuan masa lampau,
maka diadakan pemilihan dan selanjutnya disusun secara sistematis, artinya
menurut urutan tertentu, dan logis, artinya dapat diterima dan pikiran. Mata ajaran tersebut mengisi
materi pelajaran yang disampaikan pada siswa sehingga memperoleh sejumiah
pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan
penemuan-penemuan maka semakin banyak pula mata ajaran yang harus disusun dalam
kurikulum dan harus dipelajari oleh siswa disekolah.
3.1.3 Kurikulum Sebagai
Rencana Kegiatan Pembelajaran
Kurikulum
adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk pembelajaran siswa.
Dengan program ini siswa inelakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga menjadi
perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan
dan pembelajaran. Dengan kata lain sekolah menyediakan lingkungan yang
memberikan kesempatan belajar bagi siswa. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus
disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak
terbatas pada mata ajaran saja, melainkan melipiuti segala sesuatu yang dapat
mempengaruhi perkembangan siswa, seperti bangunan, perpustakaan, gambar-gambar,
halaman, perlengkapan dll. Hal ini berarti semua hal dan semua orang yang
terlibat dalam memberikan bantuan kepada siswa termasuk ke dalam kurikulum.
3.1.4 Kurikulum Sebagai
Pengalaman Pelajar
Perumusan atau
pengertian kurikulum lainnya agar berbeda dengan pengertian-pengertian
sebelumnya yang lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian
pengalaman belajar. Pengertian ini menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan
kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga
kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tak ada pemisahan yang tegas dntara ekstra dan
intra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar bagi siswa
pada hakekatnya adalah kurikulum.Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
peraturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Isi kurikulum merupakan
susunan dan bahan kajian dan untuk
mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam
rangka upaya pencapai tujuan pendidikan nasional.
3.2. Landasan Pengembangan
Kurikulum
3.1 Filosofis
Filsafat
pendidikan mengandung nilai-nilai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan
cita-cita tersebut terdapat landasan, man dibawa kemana pendidikan anak.
Filsafat pendidikan menggambarkan manusia yang ideal yang diharapkan oleh
masyarakat. Dengan kata lain filsafat pendidikan merupakan pandangan hidup
masyarakat. Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan
pendidikan, prinsip pendidikan serta seperangkat pengalaman belajar lainnya.
Hal ini menunjukkan pada kebutuhan pembangunan sesuai
dengan sektor-sektor yang perlu dibangun itu sendiri, yakni bidang industri,
pertanian, tenaga kerja, perdagangan, transportasi dll. Pembangunan SDM yang
berkualitas diarahkan untuk meningkatkan kwalitas SDM yang mampu mendukung
-pembangunan ekonomi dan pembangunan dibidang-bidang lainnya. Implikasi dari
upaya pembangunan tersebut maka diperlukannya peningkatan produktifitas,
peningkatan pendidikan nasional yang merata dan bermutu, peningkatan dan
perluasan pendidikan keahlian sesuai dengan kebutuhan bidang-bidang pembangunan
tersebut. dan pembangunan iptek yang mantap.
Gambaran
tentang proses dan tujuan pembangunan tersebut diatas sekaligus menggambarkan
kebutuhan pembangunan secara keseluruhan. Hal mana memberikan implikasi
tertentu terhadap pendidikan di perguruan tinggi. Dengan kata lain
penyelenggara pendidikan di perguruan tinggi harus disesuaikan dan diarahkan
pada upaya-upaya dan kebutuhan pembangunan, yang mencangkup pembangunan ekonomi
dan pengembangan SDM yang berkwalitas. Penyelenggaraan pendidikan diarahkan
untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan keilmuan dan keahlian, yang berisi mendukung tercapainya cita-cita
nasional. yakni suatu masyaral yang maju, mandiri dan sejahtera.
2.2 Iptek dan Seni
Pembangunan
didukung oleh perkembangan iptek dalam rangka mempercepat terwujudnya
ketangguhan dan Keunggu bangsa. Dukungan iptek terhadap pembangunan dimaksud
untuk memacu pembangunan untuk menuju terwujudnya masyarakat yang mandiri, maju
dan sejahtera. Di sisi lain perkembangan iptek itu sendiri berlangsung semakin
cepat berbarengan dengan persaingan antar bangsa semakin meluas sehingga
diperlukan penguasan dan pengembangan iptek yang pada gilirannya mengandung
implikasi tertentu terhadpa pengembangan sumber daya manusia supaya memiliki kemampua
dalam penguasaan dan pemanfaatan serta pengembangan dalam bidang iptek. Untuk
mencapai tujuan dan kemampuan tersebut, beberapa hal yang dapat dijadikan dasar
:
1. Pembangunan iptek harus
beraada dalam keseimbangan yang dinamis dan efektif dengan pembinaan SDM.
pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan penelitian pengembangan
serta rekayasa produksi barang dan jasa.
2. Pembangunan iptek tertuju
pada peningkatn kwalitas, yaitu untuk meningkatkan kwalitas kesejahteraan dan
kehidupan bangsa.
3. Pembangunan iptek harus
sclaras dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial
budaya dan lingkungan hidup.
4. Pembangunan iptek harus
berpijak pada upaya peningkatan produktifitas, efisiensi dan efektifitas
penelitian dan pengembangan yang lebih tinggi.
5. Pembangunan iptek
berdasarkan pada asas pemanfaatan yang dapat memberikan nilai tambah dan
memberikaxt pemecahan masalah konkrit dalam pembangunan.
Penguasaan,
pemanfaatan, dan pengembangan iptek dilaksanakan oleh berbagai pihak, yakni :
1. Pemerintah, mengembangkan
dan memanfaatkan iptek untuk menunjang pembangunan di segala bidang.
2. Masyarakat, yang
memanfaatkan iptek untuk pengembangan masyarakat secara swadaya.
3. Akademisi terutama
dilingkungan perguruan tinggi yang memanfaatkan iptek untuk disumbangkan pada
pembangunan.
4. Pengusaha, untuk
kepentingan meningkatkan produktifitas.
3. Komponen Pengenibangan
Kurikulum
3.1 Tujuan Kurikulum
Tujuan
kurikulum setiap satuan pendidikan harus mengacu pada pencapaian tujuan
pendidikan nasional, sebagai mana telah ditetapkan pada UU no.2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam skala yang lebih luas, kurikulum
merupakan sesuatu alat pendidikan dalam rangka pengembangan SDM yang
berkwalitas. Kurikulum menyediakan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk
mengalami prosdes pendidikan dan pembelajaran unutuk mencapai target tujuan
pendidikan nasional khususnya dan SDM yang berkwalitas umumnya. Tujuan itu
dikategorikan sebagai tujuan umum kurikulum.
Tujuan mata
ajaran. Mata ajaran dikelompokkan menjadi beberapa bidang studi, yakni :
1. Bidang studi bahasa dan
seni
2. Bidang studi IPS
3. Bidang studi IPA
4. Bidang studi pendidikan
jasmani dan kesehatan
Setiap bidang
studi meliputi mata ajaran tertentu. Misalnya bidang studi IPS, terdiri dari
mata ajaran ekonomi, sosiologi, geografi, sejarah dll.
Setiap mata
ajaran mempunyai tujuan sendiri dan berbeda dengan tujuan yang hendak dicapai
oleh mata ajaran lainnya. Tujuan mata ajaran merupakan penjabaran dari tujuan
kurikulum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Sebagai contoh kita
pilih, kita pilih tujuan mata ajaran berhitung, sebagai berikut :
1. Menanamkan, memupuk dan
mengembangkan pengetahuan dan kecakapan dasar berhitung yang praktis.
2. Menanamkan, memupuk dan
mengembangkan kemampuan berpikir logis dan kritis dalam pola berpikir abstrak,
sehingga mampu memecahkan soal-soal yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
3. Menanamkan, memupuk dan
mengembangkan kemampuan untuk hemat dan pandai menghargai waktu, rasional dan
ekonomis.
4. Menanamkan, memupuk dan
mengembangkan sikap gotong royong, jujur, serta percaya kepada diri sendiri.
Berdasarkan
tujuan tersebut, baik tujuan umum maupun tujuan khusus selanjutnya dapat
ditetapkan atau direncanakan dalam materi pelajaran.
3.2 Materi Kurikulum
Materi
kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum. Dalam UU pendidikan tentang
Sistim Pendidikan Nasional telah ditetapkan bahwa "isi kurikulum merupakan
bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan
pendidikan yang bersangkutan dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan
nasional". Sesuai dengan rumusan tersebut, isi kurikulum dikembangkan dan
disusun berdasarkan prinsip-prinsip :
1. Materi kurikulum bempa
bahan pembelajaran yang terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran
yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses belajar dan pembelajaran.
2. Materi kurikulum mengacu
pada pencapaian tujuan masing-masing satuan pendidiknan. Perbedaan dalam ruang
lingkup dan urutan bahan pelajaran disebabkan oleh perbedaan tujuan satuan
pendidikan tersebut.
3. Materi kurikulum diarahkan
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini, tujuan pendidikan
nasional mempakan target tertinggi yang hendak dicapai melalui penyampaian
materi kurikulum.
Materi
kurikulum mengandung aspek-aspek tertentu sesuai dengan tujuan kurikulum yang meliputi
:
1. Teori, seperangkat konsep
atau defenisi dan preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat
sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan-hubungan antara
variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2. Konsep, suatu abstraksi
yang dibentuk oleh generalisasi dari kekhususan - kekhususan. Konsep adalah
defenisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3. Generalisasi, kesimpulan
umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau
pembuktian dalam penelitian.
4. Prinsip, adalah ide utama,
pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa
konsep
5. Prosedur, adalah suatu seri
langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan oleh
siswa.
6. Fakta, adalah sejumlah
informasi khusus dalam materi dianggap penting, terdiri dari terminologi,
orang, tempat dan kejadian.
7. Istilah, adalah kata-kata
perbendaharaan yang baru dan khusus diperkenalkan dalam materi
8. Contoh atau illustrasi
ialah suatu hal atau tindakan atau dan khusus diperkenalkan dalam materi
9. Definisi, ialah penjelasan
tentang makna atau pengertian tentang sesuatu.
10. Preposisi, suatu pernyataan
atau pendapat yang tak perlu diberi argumentasi.
3.3. Organisasi Kurikulum
Organisasi
kurikulum terdiri dari beberapa bentuk yang masing-masing memiliki ciri-ciri
sendiri :
1. Mata pelajaran
terpisah-pisah
Kurikulum
terdiri dari sejumlah mata ajaran yang terpisah-pisah, seperti sejarah, ilmu
pasti, bahasa Indonesia, dll. Tiap mata ajaran disampaikan sendiri-sendiri
tanpa ada hubungannya dengan mata ajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada
waktu tertentu, dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan
siswa. Semua materi diberikan sama.
2. Mata ajaran – mata ajaran
berkorelasi
Korelasi
diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat
pemisahan mata ajaran. Prosedur yang ditempuh ialah menyampaikan
pokok-pokok yang saling berkorelasi guna
memudahkan siswa memahami pelajaran tersebut.
3. Bidang studi
Beberapa mata
ajaran yang sejenis dan memiliki ciri-ciri yang sama dikorelasikan dalam satu
bidang pengajaran, misaInya bidang studi bahasa Indonesia, meliputi membaca,
bercerita, mengarang,dan sebagainya.
4. Program yang berpusat pada
anak
Program ini
adalah orientasi baru dimana krrikulum dititik beraikan pada kegiatan-kegiatan
peserta didik, bukan pada mata ajaran. Guru menyiapkan program yang meliputi
kegiatan-kegiatan yang menyajikan kehidupan anak, misalnya ekskursi dan cerita.
Dengan cam memperkaya dan mempertuas macam-macam kegiatan, peserta didik dapat
memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Cara lain untuk melaksanakan kurikulum
ini ialah pengajaran dimulai dari kelompok siswa yang belaju, kemudin guru
bersam siswa tersebut menyusun program bagi mereka. Para siswa akan memperoleh
pengalaman melalui program ini.
5. Core Program
Core artinya
inti atau pusat. Core program adalah suatu program inti berupa suatu unit atau
masalah. Masalah diambil dari satu mata ajaran tertentu, misalnya bidang studi
IPS. Beberapa mata ajaran lainnya diberikan melalui kegiatan belajar dalam
upaya memecahkan masalah tersebut. Mata ajaran tersebut tidak diberikan secara
terpisah. Biasanya dalam program itu telah disarankan pengalaman-pengalaman
yang akan diperoleh oleh siswa dalam garis besarnya. Berdasarkan pengalaman
yang disarankan itu, guru dan siswa memilih, merencanakan dan mengembangkan
suatu unit kerja yang sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan siswa.
6. Eclectic Program
Eclectic
program adalah suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi
kurikulum yang berpusat pada mata ajaran dan yang berpusat pada peserta didik.
Caranya ialah memilih unsur-unsur yang dianggap baik yang terdapat pada kedua
jems organisasi tersebut, kemudian unsur-unsur itu diintegrasikan menjadi suatu
program. Program ini sesuai dengan minat, kebutahan dan kematangan peserta
didik, Ruang lingkup dan umum bahan pelajaran telah ditentukan sebelumnya, dan
kemudian perinciannya dikerjakan oleh guru dan siswa. Sebagian waktu digunakan
secara untuk pengajaran langsung, misalnya pengajaran keterampilan dan sebagian
waktu lainnya disediakan untuk unit kerja. Program ini juga menyediakan
kesempatan untuk bekerja kreatif, mengembangkan apresiasi dan pemahaman.
Pembagian waktu disesualkan dengan kegiatan untuk mencapai tujuan.
3.4 Evaluasi kurikulum
Evaluasi
merupakan suatu komponen kurikulum, karena kurikulum adalah pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dengan evaluasi dapat diperoleh
invormasi yang akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keherhasilan
belajar siswa. Berdasarkan informasi itu dapat dibuat keputusan tentang kurikulum itu sendiri,
pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang perlu diberlakukan.
Aspek-aspek
yang perlu dinilai benitik tolak dari aspekaspek tujuan yang hendak dicapai,
baik tujuan kurikulum, tujuan pembelajaran dan tujuan belajar siswa. Setiap
aspek yang dinilai berpangkal pada kemampuan apa yang hendak dikembangkan,
sedangkan tiap kemamptran itu mengandung unsur-unsur pengetahuan, keterampilan
dan sikap serta nilai. Penetapan aspek yang dinilai mengacu pada kriteria
keberhasilan yang telah ditentukan dalam kurikulum tersebut.
Jents penilaian
yang dilaksanakan tergantung pada tujuan diselenggarakannya penilaian tersebut.
MisaInya, penilaian formatif dimaksudkan untuk mengetahui kemajuan siswa dan
dalam upaya melakukan perbaikan yang dibutuhkan. Berbeda dengan penilaian
summatif yang bermaksud menilai kemajuan siswa setelah satu semester atau dalam
periode tertentu, untuk mengetahui perkembangan siswa secara menyeluruh.
Ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu instrument penilaian, ialah
validitas, reliabilitas, obiektifitas, kepraktisan, dan pembedaan. Disamping
itu perlu diperhatikan bahwa penilaian harus objektif, dilakukan berdasarkan
tanggung jawab kelompok guru, rencana yang rinci dan terkait dengan pelaksanaan
kurikulum, sesuai dengan tujuan dan materi kurikulum, menggunakan alat ukur
yang handal dan mudah dilaksanakan serta memberikan hasil yang akurat.
3. Prinsip-Prinsip
Pengembangan Kurikulum
4.1 Prinsip Relevansi (kesesualan)
Pengembangan
kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan sistem penyampaiannya harus relevant
dengan kebutuhan dan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat
perkembangan dan kebutuhan sisiwa. serta serasi dengan perkembangan iptek.
4.2 Prinsip Kontinuitas (berkesinambungan)
Kurikulum
disusun secara berkesinambungan, artinya baglan, aspek, materi, bahan kajian,
disusun secara berurutan. tidak terlepas-lepas, melainkan satu sama lain
memiliki hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan,
struktur dan tingkat perkembangan siswa. Dengan prinsip mi tampak jelas alur
dan keterkaitan di dalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa
dalam melaksanakan proses pembelajaran.
4.3 Prinsip Fleksibelitas (keluwesan)
Kurikulum yang luwes mudah
disesuaikan, diubah dilengkapi atau dikurangi
berdasarkan tuntutan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak
statis atau kaku Misalnya dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan
keterampilan industri dan pertanian. Pelaksanaannya di kota, tapi karena
ketidaktersediaan lahan, maka yang dilaksanakan adalah program pendidikan
keterampilan industri. Sebaliknya pelaksanaannya di desa ditekankan pada
program pendidikan keterampilan pertanian. Dalam hal im lingkungan sekitar,
keadaan masyarakat dan ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi faktor
pertimbangan dalam rangka pelaksanaan kurikulum.
FUNGSI KURIKULUM
Setiap lembaga
pendidikan formal maupun nonfomal dalam penyelenggaraan kegiatan sehari-harinya
berlandaskan kurikulum-kurikulum itu sendiri dalam hal ini dapat berupa : (1).
Rancangan kurikulum, yaitu buku kurikulum suatu lembaga pendidikan; (2)
Pelaksanann kurikulum, yaitu proses pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan
; dan (3). Evaluasi kurikulum, yaitu penilaian atau penelitian basil-hasil
pendidikan.
Dengan lingkup
pendidikan formal. kegiatan merancang melaksanakan dan menitai kurikulum
tersebut, yaitu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan, dilaksanakan
sebagai program pengajaran.
Berbicara
masalah fungsi kurikulum kita dapat meninjaunya dari tiga segi, yaitu fungsi
bagi sekolah yang bersangkutan, bagi sekolah pada tingkat diatasnya dan fungsi
bagi masyarakat (Winamo Surahmad ; 6).
1. Fungsi bagi sekolah yang
berungkutan
Fungsi kurikulum bagi sekolah yang bersangkutan ini
paling tidak dapat disebutkan dua macam. Pertama, sebagai alat untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan. Manifestasi kurikulum dalam kegiatan
belajar mengajar di sekolah adalah berupa program pengajaran. Program
pengajaran itu sendiri merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai
komponen yang kesemuanya dimaksudkan sebagai uapaya untuk mencapai tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan yang akan dicapai tersebut disusun secara
berjenjang mulai dart tujuan pendidikan yang bersifat nasional sampai tujuan
instruksional. Jika tujuan instruksional tercapai (hasilnya langsung dapat
diukur melalui kegiatan belajar mengajar di kelas) pada gilirannya akan
tercapai pula tujuan-tujuan pada jenjang diatasnya. Setiap kurikulum sekolah
pasti didalamnya tereantum tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus
dicapai melalui kegiatan pengajaran.
Kedua,
kurikulum dijadikan pedoman untuk mengatur kegiatn-kegiatan pendidikan yang
dilaksanakan di sekolah. Dalam pelaksanaan pengajaran misalnya, telah
ditentukan macam-macam bidang studi, alokasi waktu, pokok bahasan atau materi
pengajamn untuk tiap semester, sumber bahan, metode atau cara pengajaran, alat
dan media pengajaran yang diperlukan. Disamping itu. kurikulum juga mengatur
hal-hal yang berhubungan dengan jenis program cara penyelenggaraan, strategi
pelaksanaan, penanggung jawab, sua dan prasarana dan sebagainya.
2. Fungsi bagi sekolah tingkat
diatasnya
Dalam hal ini
kurikulum dapat untuk mengontrol atau memelihara keseimbangan proses
pendidikan. Dengan mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat tertentu, maka
kurikulum pada tingkat diatasnya dapat mengadakan penyesuaian Misalnya saja,
jika suatu bidang studi telah diberikan pada kurikulum sekolah ditingkat
bawahnya, harus dipertimbangkan lagi pemilihannya pada kurikulum, sekolah
tingkatan diatasnya terutama dalam hal pemulihan bahan pengajaran. Penyesuaian
bahan tersebut dimaksudkan untuk menghindari keterulangan penyampaian yang bisa
berakibat pemborosan waktu dan yang lebih penting lagi adalah untuk menjaga
kesinambungan bahan pengajaran itu.
Disamping itu,
terdapat juga kurikulum yang berfungsi untuk menyiapkan tenaga pengajar. Bila
satu sekolah atau lembaga pendidikan bertujuan menghasilkan tenaga guru
(LPTK),. Maka lembaga tersebut harus mengetahui kurikulum sekolah pada tingkat
dibawahnya tempat calon guru yang dipersiapkan itu akan mengaju. Misalnya murid
SPG harus mengetabui kurikulum SD, mahasiswa IKIP/FKG harus menguasai kurikulum
kurikulum SMTP dan SMTA. Jika di SD, SMP dan SMA kegiatw pengajaran disampaikan
dengan sistem PPSI, maka sekolah-sekolah yang bertugas mengadakan guru untuk
sekolah-sekolah tersebut harus membekali calon-calonnya dengan kemampuan
memtruat PPSI.
3. Fungsi bagi Masyarakat
Padatamatan
sekolah memang dipersiapkan untuk terjun dimasyarakat atau tugasnya untuk
bekerja sesuai dengan keterampilan profesi yang dimilikinya. Oleh karena itu,
kurikulum sekolah haruslah mengetahui atau mencerminkan hal-hal yang menjadi
kebutuhan masyarakat atau para pemakai keluaran sekolah. Untuk keperluan itu
perlu ada kerja sama antara piliak sekolah dengan pihak luar dalam hal
pemberrahan kurikulum yang diharapkan. Dengan demikian, masyarakat atau para
pemakai lulusan sekolah dapat memberikan bantuan, kritik atau saran-saran yang
berguna bagi penyempumaan program pendidikan di sekolah.
Dewasa ini
kesesuaian antara program kurikulum dengan kebutuhan masyarakat harus
benar-benar diusahakan. Hal itu mengingat seringnya terjadi kenyataan balwa
lulusan selsolah halum siap pakai atau tidak sesuai dengan tenaga yang
dibutuhkan dalm lapangan pekerjaan. Akibatnya, walau semakin menumpuk tenaga
kerja yang ada, kita tak dapat mengisi lapangan pekerjaan yang tersedia karena
tidak memiliki keterampilan atau keterampilan yang dimilikinya tidak sesuai
dengan yang dibutuhkan pada lapangan pekerjaan. Untuk mengatasi kesenjangan
tersebut, ada seorang tokoh pendidikan yang mengemukakan agar sekolah tingluat
SD sudah dibuat menjadi dua jalur, yaitu jalur akademis (dipersiapkan untuk
melanjutkan sekolah) dan jalur vokasional (dipersiapkan untuk segera bekerja).
Hal itu berdasarkan kenyataan penelitian bahwa masih sebagian besar anak
tamatan SD yang tidak meneruskan pendidikan ke tingkat di atasnya.
Sering terjadi
karena suatu tingkat keterampilan yang dibutuhkan dalam suatu tingkat
pekerjaan, maka hal itu segera diajarkan di sekolah. Sebagai contoh hal yang
berhubungan dengan keguruan misalnya dapat disebutkan perabekalan keterampilan
menibuat satuan pelajaran. Pada waktu itu, yaitu permulann diterapkannya PPSI
dalam sistem pengajaran di Indonesia sesuai dengan tuntutan kurikulum '75,
calon guru segera diberi keterampilan membuatnya (sekarang Model Perencanaan
Pengajaran). Boleh dikatakan bahwa pembekalan atau pengajaran keterampilan
tersebut semata-mata disebabkan tuntutan pekerjaan kelak.
Penyiapan
keterampilan para tamatan sekolah untuk bakal terjun di masyarakat kerja, juga
ditentukan oleh suatu misi sekolah, apakah ia sekolah umum atau kejuruan. Misi
suatu sekolah apakah ia bertugas mempersiapkan tamatannya untuk meneruskan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (jalur akademis), atau untuk bekerja
(jaIur vokasional), atau untuk kedua-duanya, akan mewamai pendidikan
keterampilan yang diajarkan oleh pibak sekolah yang bersangkutan. Dengan adanya
hal itu, para pemakai lulusan sekolah tentunya sudah tanggap, Julusan dengan
keterampilan mana (atau apa) yang mereka butuhkan dan itu harus dialamatkan
pada sekolah yang sesui dengan misinya.
KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
Seperti dikemukakan oleh Pratt
diatas, kurikulum adalah sebuah sistem, sebagai suatu sistem, ia pasti
mempunyai komponen-komponen
atau bagian-bagian yang saling mendukung dan membentuk satu kesatuan yang
terpisahkan. Komponen-komponen dalam sebuah sistem bersifat harmonis, tidak
saling bertentangan. Kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang
direncanakan dan akan direncanakan mempunyai loomponen-komponen pokok tujuan,
isi, organisasi dan stratei (Winarno Surahmad: 9).
1. Tujuan
Kurikulum
adalah suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai sejumlah tujuan
pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan
pendidikan yang dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di
sekolah dapat diukur dari seberapa jauh dan banyaknya tujuan-tujuan tersebut.
Dalam setiap kurikulum sekolah pasti dcantumkan tujuan-tujuan pendidikan yang
akan atau harus dicapai oleh sekolah yang bersangkutan. Ada dua tujuan yang
terdapat dalam sebuah kurikulum sekolah yaitu sebagai berikut :
a. Tujuan Pendidikan yang
harus dicapai secara keseluruhan
Tujuan ini
biasanya meliputi aspek-aspek pengetalman. keterampilan, sikap dan nilai-nilai
yang diharapkan oleh para lulusan sekolah yang bersangkutan. Itulah sebabnya
tujuan ini disebut tujuan institusional atau kelembagaan. Didalam sebuah kurikulum
sekolah, terdapat dua macam Tujuan institusional umum dan khusus yang keduanya
selalu menunjukkan keinstitusionalannya. (kedua tujuan ini biasanya dkantumkan
dalam Buku 1 suatu kurikulum sekolah).
b. Tujuan yang ingin dicapai
oleh setiap bidang studi
Tujuan ini
adalah penjabaran tujuan institusional diatas yang meliputi tujuan kurikulum
dan instuksional yang terdapat dalam setiap GBYP (Garis-garis Besar Program
Pengajaran) tiap bidang studi. Baik tujuan kurikulum maupun instruksional juga
meneakup aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
dihuapkan dimiliki anak setelah mempelajari tiap bidang studi atan pokok
bahasan dalam proses pengajaran.
2. Isi
Isi program
kurikulum adalah segala sesuatu yarag diberikan kepada anak dalam kegiatan
belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi
jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang
studi tersebut. Jenis-jenis bidang studi ditentukan atas dasar tujuan
institusional sekolah yang bersangkutan. Jadi, ia berdasarkan kriteria apa
suatu bidang studi menopang tujuan int atau tidak. Berdasarkan kriteria itu,
maka jenis bidang studi yang diberikan pada suatu sekolah, misalnya SMA, akan
berbeda dengan sekolah yang lain, misalnya SPG.
Isi program
suatu bidang studi yang diajarkan sebenamya adalah isi kurikulum itu sendiri,
atau ada juga yang menyebutnya sebagai silabus. Silabus biasanya dijabarkan ke
dalam bentuk pokok-pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan, serta uraian bahan
pelajaran. Uraian bahan pelajaran inilah yang dijadikan dasar pengambilan bahan
dalam setiap kegiatan belajar mengajar di kelas oleh pihak guru, Penentuan
pokok-pokok dan sub-sub pokes bahasan didasarkan pada tujuan instruksional.
3. Organisasi
Organisasi
kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka
program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Organisasi
kurikulum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan
struktur vertikal. Struktur horizontal berhubungan dengan masalah pengorganisasian
kurikulum dalam bentuk penyusunan bahan-bahan pengajaran yang akan disampaikan.
Bentuk-bentuk penyusunan mata-mata pelajaran itu dapat secara terpisah (sparate
subject), kelompok-kelompok mata pelajaran (correlated), atau penyatuan seluruh
pelajaran dikembangkan di sekolah, yaitu misalnya program pendidikan moupun,
akademis, keguruan keterampilan dan lain-lain.
Struktur
vertikal berhubungan dengan masalah pelaksanaan kurikulum di sekolah. MisaInya
apakah kurikulum dilaksanakan dengan sistem kelas, tanpa kelas atau gabungan
antara keduanya dengan sistem unit waktu semester atau catur wulan. Termasuk
dalam hal ini adalah Juga masalah pembagian waktu untuk masing-masing bidang
studi untuk setiap tingkatan. Misalnya bidang studi Bahasa Indonesia, diberikan
selama berapa jam tiap minggu pada SMP/SMA kelas I, II dan Ill. Demikian pula
halnya dengan bidang-bidang studi yang lain.
4. Stretegi
Dengan komponen
strategi dimaksudkan strategi pelaksanaam kurikulum di sekolah. Masalah
strategi pelaksana itu dapat dilihat dalam cara yang ditempuh dalam
melaksanakan pengajaran, penilaian, bimbingan dan konseling, pengaturan
kegiatan sekolah sceara keseluruhan, pemilihan metode pengajaran, alat atau
media pengajaran dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pengajaran misalnya,
dilakukan dengan pendekatan PPSI (berlaku untuk setiap bidang studi) atau
dengan cara lain seperti sistem pengajaran modul, paket pelajaran dan
sebagainya
KOMPONEN KURIKULUM
(Drs. Hendyat Soetopo, MYd
dan Drs. Wasty Soemanto, MYd dalam bukunya Pembinaan don Pengembangan Kurikulum
Sekolah)
1. Komponen Tujuan
Tentang
komponen tujuan ini kita akan mengenal tingkat-tingkat Tujuan yang satu dengan
yang lain merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam
konteks pembangunan manusia Indonesia.
Seperti telah
dikemukakan dalam bagian yang Ialu, kurikulum merupakan suatu program untuk
mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu, dalam kurikulum
suatu sekolah telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai
melalm sekolah yang bersangkutan.
Ada dua jenis
tujuan yang terkandung di dalam kurikulum suatu sekolah :
1. Tujuan yang ingin dicapai
sekolah secara keseluruhan.
Selaku lembaga
pendidikan setiap, setiap sekolah mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan,
ketarampilan dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid setelah mereka
menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah tersebut.
Tujuan dari
sekolah tersebut kita namakan tujuan institusional atau tujuan lembaga,
misainya tujuan SD, tujuan SMP, tujuan SPG dart seterusnya. Atas dasar
tujuan-tujuan institusional itulah kemudian ditetapkan bidangbidang studi atau
bidnag pengajuan yang akan diajukan pada sekolah yang bersangkutan.
2. Tujuan yang ingin dicapai
dalam setiap bidang studi
Disamping
tujuan institusional yang ingin dicapai oleh sekolah secara keseluruhan, setiap
bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah juga mempunyai sejumlah tujuan yang
ingin dicapainya. Tujuan-tujuan inipun digambarkan dalam berruk pengetahuan,
keterampilan dan sikap-sikap yang kita harapkan dinliliki oleh murid setelah
mempelajari suatu bidang studi pada suatu sekolah tertentu. Oleh karena itu ada
tujuan IPA dan SD tujuan matematika di SMP, tujuan ilmu kegurun di SPG dan
sebagainya.
Tujuan-tujuan
setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah tentunya ada yang kita sebut
tujuan kurikuler dan ada pula yang kita sebut tujuan instruksional, dimna
tujuan instruksional merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan kurikuler.
Atas dasar tujuan kurikuler dan tujuan instruksional inilah kemudian ditetapkan
bahan pengajaran yang diajarkan dalam setiap bidang studi pada suatu sekolah
tertentu.
Dalam
hubungannya dengan pembahasan tujuan pendidikan ini berikut diulas tentang
tujuan pendidikan secara hirarkis sesuai dengan urutan tujuan yang ada di
Indonesia.
Urutan tujuan
pendidikan tersebut diawali dari tujuan Pendidikan Nasional, kemudia Tujuan
Institusional, Tujuan Kurikuler sampai pada tujuan Instruksional.
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan
Pendidikan Nasional adalah merupakan tujuan pendidikan yang tertinggi dalam
kegiatan di negara kita. Tujuan ini sangat umum dan sangat ideal, yang
penggambarannya disesuaikan dengan falsafah negara yaitu Pancasila.
Selanjutnya
dalam GBHN telah digariskan tujuan Pendidikan Nasional adalah :
Tujuan
Pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan sehat jasmani dan
rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan
kreativitas dan tanggung jawab dalam menyuburkan sikap demokrasi dan penuh
tanggung rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi
pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan sesama manusia dongan ketentuan
yang temaktub dalam IJUD 1945”
Secara
ekspilisit maka tujuan pendidikan nasional itu dapat dijabarkan sebagai
membentuk manusia yang Pancasilais;
-
Scehat jasmani dan rohani ;
-
Berpengetahuan dan berketerampilan
-
Bertanggung jawab
-
Demokrasi;
-
Tanggung rasa
-
Cerdas ;
-
Berbudi pekerti yang luhur ; dan
-
Mencintai bangsa dan sesamanya.
Tujuan Institusional
Sistem
persekolahan di negara kita adalah berjenjang yang melembaga pada suatu
tingkatan. Untuk itu maka pada tiap lembaga hendaknya juga digariskan adanya
suatu tujuan pendidikan yang kita sebut tujuan institusional. Selanjutnya kita
akan mengenal tujuan institusional SD, SMP, SMA, SKKA, STM, SPG dan sebagainya.
Tentu saja
tujuan institusional itu hendaknya menceminkan dan menggambarkan tujuan
pendidikan nasional yang akan dicapai melalui lembaga pendidikan itu. Agar
tidak tercapai penyimpangan maka tiap tujuan institusional harus didahului
dengan pengertian pendidikan, dasar pendidikan dan tujuan pendidikan nasional.
Hal ini disamping untuk menghindari penyimpangan juga untuk menghindari salah
penafsiran yang emungkinkan tidak tercapainya Tujuan pembangunan dan pendidikan
nasional.
Sebagai
gambaran maka dapat kita kemukakan kerangka tujuan pendidikan di SPG (Sekolah
Pendidikan Guru) sebagai lembaga Pendidikan Guru yaitu
I.
Pengetian Pendidikan
II. Dasar Pendidikan
III. Tujuan Pendidikan Nasional
IV. Tujuan Umum Pendidikan
Sekolah Pendidikan Guru.
Tujuan Khusus
Sekolah Pendidikan Guru. Dalam hubungan ini kita akan mencoba memberikan
gambaran tentang tujuan umum dan khusus pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru :
(1) Tujuan Unrum Pendidikan
Sekolah Pendidikan Guru; ialah agar lulusannya:
a. Sehat jasmani dan rohani,
b. Menjadi warga negara
Indonesia yang bemoral Pancasila yang memiliki sifat-sifat yang bark dan
konstruktif sebagai warga masyarakat, serta menerima dan percaya kepada
kaidah-kaidah dan cara-cara pengalaman agama masing-masing baik dalam
peribadatan maupun kehidupan lainnya.
c. Memiliki pengetahun,
keterampilan dan nilai serta sikap yang diperlukan untuk:
3. Melaksanakan tugasnya
secara efektif sebagai guru di Lembaga Pendidikan Dasar yaitu SD atau TK.
4. Mengembangkan dan
mengamalkan ilmu dan profesinya.
5. Menggunakan pronsip
pendidikan seumur hidup di sekolah maupun di luar sekolah sebagai alat utama
bagi kemajuan pribadi dan masyarakat.
6. Mengembangkan dan membina
kepemimpinan yang demokratis yang bertanggung jawab dalam interaksi sosial
dengan murid-murid daur anak-anak.
7. Menggunakan prinsip
kemanusiaan, demokrasi dan keadilan sosial dalam kehidupan, pergaulan sekolah
dan keluarga secara bertanggung jawab.
(2) Tujuan Khusus Pendidikan
Sekolah Pendidikan Guru ialah agar lulusannya :
a. Memiliki pengetahuan yang
diperlukan untuk kepentingan dirinya dan atau untuk melaksanakan program
pengajaran di SI), dalam bidang :
1.
Agama/Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Malia Esa yang dianutnya.
2.
Dasar pembinaan Moral Pancasila sesuai dengan ketentuan yang termaktub
dalam UUD 1945.
3.
Perkembangan dan perjuangan bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa di dunia
pada umumnya.
4.
Bahasa Indonesia yang tepat dan baik.
5.
O1ah raga, kesehatan dan rekreasi.
6.
Bahasa Inggris yang cukup untuk memahami uraian yang sederhana.
7.
Matematika
8.
Ilmar Pengetahun Alam
9.
Ilmu Pengetahuan Sosial
10. Kesenian yang meliputi seni
rupa, seni musik dan atau seni drama dan tari.
11. Pendidikan keterampilan
yang meliputi jasa, kerajinan dan teknik, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
(PKK), pertaman, peternakan dan atau perikanan.
12. Ilmu Keguruan dan meliputi
pedagogik, dasar dan tujuan pendidikan nasional Indonesia, dasar psikologis dan
interaksi belajar mengajar, psikologis pendidikan, psikologis perkembangan,
teknik penilaian pendidikan, bimbingan dan penyuluhan, metodik dan didaktik
umum, alat bantu dan komunikasi pendidikan, metodik khusus untuk tiap bidang
studi yang diajukan pendidikan dasar dan pendidikan dan pengembangan.
b. Memiliki keterampilan yang
diperlukan untuk
1.
Menjalankan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Berpartisipasi dalam masyarakat sebagai warga negara Indonesia yang
bermoral Pancasila dan sehat.
3.
Merencanakan dan melaksanakan interaksi edukatif dengan murid dalam
mengerjakan bidang pengajaran yang diberikan di pendidikan dasar yang meliputi
kemampuan menyusun program pengajaran. kemampuan melaksanakan program yang
telah disusun dengan menggunakan metode teknik, dan alat yang sesuai kemampuan
mengidentifikasikan kesulitan-kesulitan dan memberikan bimbingan kepada murid
yang menghadapi kesulitun.
4.
Memimpin dan melaksanakan tugas administrasi sekolah.
5.
Berinteraksi dengan murid, masyarakat dan kalangan dunia pendidikan.
6.
Mengarang dan menulis.
7.
Melaksanakan kegiatan dalam memanfaatkan sumber lingkungan.
8.
Melaksanakan penelitin sederhana.
c. Memiliki nilai dan sikap
yang meliputi
1.
Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Cinta kasih kepada anak, bersedia untuk menyesuaikan diri kepada
berbagai kepada keadaan anak dan memperlakukan anak secara obyektif.
3.
Menghargai seni budaya bangsa sendiri, dan selektif terhadap pengaruh
kebudayaan asing.
4.
Bersedia untuk saling mengoreksi cara-cara mengajar yang bisa dilakukan.
5.
Rendah hati, terbuka, peka terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, terruama dalam hubungannya dengan profesi keguruan dan pendidikan,
bercita-cita untuk maju, bersedia untuk bertindak sebagai perintis, percaya
kepada diri sendiri.
6.
Disiplin, berdedikasi, loyal dan bertanggung jawab kepada tugas dan
mengutamakan prestasi.
7.
Makarya dan efisien.
8.
Hidup sehat.
9.
Mempunyai kebiasaan membaca dan belajar dengan baik.
Tujuan Kurikuler
Suatu lembaga
pendidikan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan akan memberikan sejumlah isi
pengajaran yang disusun sedemikian rupa sehingga merupakan sejumlah pengalaman
belajar yang menunjang tercapainya tujuan Pendidikan. Dalam hal ini dapatlah
dirumuskan babwa yang dimaksud dengan tujuan yang akan dicapai setelah si anak
mengikuti sejumiah program pengajaran yang diberikan dalam lembaga pendidikan
itu. Dalam hal ini maka menurut SPG ditetapkan sejumlah 11 (sebelas) tujuan
kurikuler yang barus dicaapai oleh seseorang anak/siswa setelah menamatkan
pendidikan di SPG. Tentu saja karena ini merupakan hirarki dari tujuan
institusional dan tujuan pendidikan nasional maka tujuan kurikuler ini harus
mencerminkan dan mengambarkan tujuan ilistitusional dan tujuan pendidikan
nasional itu. Atau dengan kata lain maka penjabaran dari tujuan institusional
dan tujuan pendidikan harus nampak pada tujuan kurikuler ini.
Tujuan Instruksional
Tujuan
instruksional ini merupakan penjabaran yang terakhir dari tujuan-tujuan yang
terdahulu dan lebih atas. Tujuan ini diharapkan dapat tercapai pada saat
terjadinya proses belajar mengajar secara langsung yang terjadi pada setiap
hari. Dalam pelaksanaannya tujuan ini harus dirumuskan pada saat penyusunan
atuan pelajaran.
Untuk tujuan
instruksional im kita bedakan 2 (dua) jenis tujuan yaitu :
a. Tujuan instruksional umum yang sudah dirumuskan
didalam kurikuler.
b. Tujuan Instruksional Khusus
(TIK) untuk Tujuan ini perumusannya dilakukan oleh guru sendiri pada saat
menyusun satuan pelajaran. Dalam tujuan ini diharapkan setelah anak menerima
pelajaran terjadi perubahan tingkah laku yang nyata dan dapat diukur.
Guru dalam
merumuskan tujuan ini hendaknya memperhatikan hal-hal ini yang merupakan syarat
TIK :
a. TIK hendaknya mengunakan istilah -istilah yang
operasional misainya menuliskan, menyebutkan, menunjukan. menghitung, dan
sebagainya, serta menghindari istilah-istilah yang non operasional misalnya
mengetahui, memahami. menghargai, meyakini dan sebagainya.
b. TIK hendaknya mempakan
hasil belajar siswa.
c. TIK hendaknya terwujud
dalam tingkah laku yang spesifik. TIK hendaknya megandung hanya satu jenis
tingkah laku.
2. Komponen Materi (Isi dan
Struktur Program)
Isi Kurikulum
Sebagai mana
kurikulum 1975 maka untuk kurikulum SPG yang berlaku saat berisi :
(1) Pokok-pokok bahasan adalah
merupakan perincian bidang pengajaran untuk dijadikab bahan pelajaran bagi
para. siswa agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(2) Bahan pengajaran adalah
mutan penyampaian pokok bahasan tersebut dari yang satu ke tahun pelajaran yang
berikutnya, dari semester yang satu ke semester yang berikutnya
(3) Sumber bahan yaitu bempa
resources dimana proses belajar mengajar memperoleh sejumlah pengalaman
belajar. Sumber ini dapat berupa tempat (museum, kantor, stasiun dan sebagainya),
orang ( camat, kep. Desa, petani, sopir dan sebagainya), atau barang cetakan
(buku, majalah, surat kabar, brosur dan sebagainya.)
(4) Garis-garis besar program
pengajaran (GBPP), adalah merupakan penjelasan terperinci dari setiap bidang
pengajaran yang telah ditentukan pembagian dan penyebaran waktunya dalam
seminggu, catur wulan, semester seperti yang diatur dalam struktur program
kurikulum, dalam GBPP berisi:
(a) Tujuan kurikululer
(b) Tujuan instruksional
(c) Pokok babasan/sub pokok
bahasan
(d) Bahan pengajaran
(e) Sumber bahan.
Sruktur Program
Untuk struktur
program ini jelasnya dapat dilihat pada lampiran. Program pendidikan (di SPG)
Program Pendidikan di SPG
terdiri dari :
1. Pendidikan untum meliputi pendidikan Agama,
Pendidikan Moral Pancasila, Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, o1ah Raga dan Kesehatan.
2. Pendidikan Keguruan
meliputi ilmu keguruan dan praktek keguruan.
3. Pergajaran di SD/pendidikan
spesialisasi/pembangunan meliputi IPS, Matematika, Pendidikan Kesenian,
Pendidikan Keterampilan.
3. Koomponen Organisasi don Strategi
Disamping
tujuan dan isi, setiap kurikulum mengandung unsur organisasi dan strategi.
1. Organisasi
Struktur
(susunan) program suatu kurikulum mengenai apa yang disebut struktur horizontal
dan struktur vertikal.
a. Struktur Horizontal
Struktur
horizontal suatut kurikulum berkenaan dengan apakah kurikulum im
diorganisasikan dalam bentuk :
1.
Mata-mata
pelajaran secara terpisah (subjec centered) misalnya : Biologi, Fisika,
Sejarah, Ilmu bumi dan sebagainya.
2.
Kelompok-kelompok mata pelajaran yang kita sebut bidang studi
(broadfield) misalnya IPS, IPA. Kesenian, Matematika dan sebagainya.
3.
Kesatuan program tanpa mengenai mata pelajam maupun bidang studi
(integrated program).
Selanjutnya,
dalam struktur horizontal tercakup pula jenis-jenis program yang dikembangkan dalam
kurikulum tersebut, misalnya program pendidikan unnum, program pendidikan
keguruan, program spesialisasi dan sebagainya.
b. Struktur Vertikal
Struktur
vertikal suatu kurikulum berkenaan dengan apakah kurikulum tersebut
dilaksanakan melalui :
3. Sistem kelas misalnya kelas l, II, III dan
seterusnya dimana kenaikan kelas diadakan disetiap tahun secara serempak.
4. Program tanpa kelas, dimana
perpindahan dui suatu tingkat program ke tingkat program berikutnya dapat
dilakukan setiap waktu tampa harus menunggu teman-teman yang lain.
5. Kombinasi antara sistem A
dan B.
Selanjumya,
dalam struktur vertikal ini tercakup pula sistom unit waktu yang digunakan,
misalnya apakah sistem semester atau catur wulan.
Akhirnya
struktur program ini menyangkut pula masalah penjadwalan dan pembagian waktu
untuk masing-masing bidang studi, isi kurikulum pada setiap tingkat atau kelas.
2. Strategi
Strategi pelaksanaan suatu kurikulum tergambar dari cara yang ditempuh
didalam melaksanakan pengajaran, dan didalam mengadakan penilaian, cara didalam
melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dan cara dalam mengatur kegiatan sekolah
secara keseluruhan.
Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup baik cara yang berlaku
secara umum maupun cata dalam menyajikan setiap bidang studi, termasuk cara
(metode) mengajar dan pelajaran yang digunakan.
Komponen metode ini menyangkut komponen metode atau upaya apa saja yang
dipakai agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Dalam hal ini tentu saja metode
yang dipergunakan hendaknya relevan terhadap tujuan yang ditetapkan sebelumnnya,
dengan mempertimbangkan kemampuan guru, lingkungan anak serta sarana pendidikan
yang ada. Dalam pelaksanaannya tidak ada satu metode yang baik untuk segala
tujuan, atau dengan kata lain kita harus memperhatikan tujuan dan situasi,
karena suatu metode cocok untuk mencapai suam tujuan akan tetapi belum tentu
cocok untuk mencapai suatu tujuan yang lain. Untuk itu guru harus mengetahm
kapan ia harus menggunakan metode mengingat sifat-sifat polivalent dan
polipragmatis dari suatu metode.
Dengan polipragmatis dimaksud adalah penggunaan satu metode untuk
mencapai tujuan lebih dari satu tujuan; sedang polivalent adalah penggunaan
lebih dari satu metode untuk mencapai satu tujuan. Dalam penympaian seperti
kurikulum yang berIalw niisalnya (kurikulum 1975) kurikulum SPH juga
menggunakan pendekatan PPSI yang dikembangkan melalui satuan pelajaran dan
modul. Dengan metode ini proses pengajaran (belajar-mengajar) dipandang sebagai
suaw sistem. Adapun macam-macam metode dapatlah kita kemukakan sebagai contoh metode
ceramah, tanya jawab, demonstrasi, eksperimen, pemberian tugas, karyawisata,
sosiodrama, bermain peranan, kerja kelompok diskusi, simposium, seminar dan
sebagainya.
4. Komponen Sarana dalam
Kurikulum Lembaga Pendidikan Guru (SPG) meliputi
a. Sarana personal yang terdin dan
a. Guru
b. Tenaga edukatif yang tidak
mengajw seperti konselon
c. Tenaga teknis non edukatif
misaInya tenaga tata usaha.
b. Sarana material yang
terdiri dari
1) Bahan instruksional dalam
bentuk bahan instruksional, teksbook, alat atau media pendidikan, sumber yang
menyediakan bahan instruksional atau pengalaman belajar dan sebagainya.
2) Sarana fisik yang terdin
dari gedung sekolah, kantor, laboratorium, lapangan batsman sekolah dan
sebagainya.
3) Biaya operasional yaitu
tersedianya biaya dan dana untuk penyelengguaan pendidikan.
c. Sarana Kepemimpinan
Sarana
kepemimpinam ini akan memberi dukungan dan pengamanan pelaksanaan, serta
member! bimbingan. penggunaan dan menyempurnakan program pendidikan.
d. Sarana Administrasi
Pendidikan
administratif disini dapat disebutKan sebagai
-
Pedoman Khusus Bidang Pengajaran
-
Pedoman Penyusunan Sawn Pelajaran
-
Pedoman Praktek Keguruan
-
Pedoman Bimbingan Siswa
-
Pedoman Administrasi Dan Supervisi
e. Komponen Evalusasi
Pendidikan
adalah sebagian dari keperluan manusia. Sekolahpun mempalari keperluan dari
masyarakat. Untuk itu maka sekolah termasuk juga didalamnya termasuk juga harus
peka terhadap perubahan-pembahan yang terjadi di masyuakat. Oleh karena itu
kurikulum sebagai bahan konsumsi dari anal didik dm sekaligus juga konsumsi
bagi masywakat juga harus dinilai terus menems serta menyclums terhadap bahan
atau program pengajuan. Disamping itu penilaian terhadap kurikulum dimaksudkan
juga sebagai feedback terhadap tujuan, materi metode dan sarana dalam rangka
membina dan memperkembangkan kurikulum lebih lanjut. Sedangkan penilaian dapat
dilakukan oleh semua pihak baik dari kalangan masyarakat luas maupun dari
kalangan petugas-petugas pendidik.
1.1. LANDASAN PENGEMBANGAN
KURIKULUM
Landasan
Pengembangan Kurikulum dapat meniadi titik tolak sekaligus titik sampai. Titik
tolak berarti pengembangan kurikulum dapat didorong oleh pembahaman tertentu
seperti penemu.an teori belajar yang baru dan perubahan tuntutan masyarakat
terhadap fungsi sekolah. Titik sampai berarti kuirikulum harus dikembangkan sedemikian
rupa sehingga dapat merealisasikan perkembangan tertentu, seperti dampak
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tuntutan-tuntutan sejarah masa lalu,
perbedaan latar belakang murid, nilai-nilai filsafat suatu masyarakat dan
tuntutan-tuntutan kultur tertentu.
Disini hanya
dipaparkan landasan secara umum dan sepintas, sedangkan uraian secara detail
dapat dibaca pada kurikulum man dapat dijabarkan sendiri sesuai dengan kondisi
Indonesia. Tentang landasan ini para ahli mengemukakan berbagai pendapat, sebagai
gambaran ummin kami paparkan pandangan tiga ahli kurikulum.
Landastur Pengembangan
Kurikulum
1.2. KURIKULUM DAN LANDASAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM
1. Pengembangan Kurikulum
No
|
Aspek
|
Saylor & Alexander
|
Ausbrey Haan
|
Hilda Taba
|
1.
|
Sosiologi
|
Contenporary
|
The variety background of
children
|
-
The analysis society
-
The analysis of culture
-
Current conception of the funtions of the school
|
No
|
Aspek
|
Saylor & Alexander
|
Ausbrey Haan
|
Hilda Taba
|
2.
|
Filosofis
|
An Expression of values
|
Methods & values of e
free society
|
-
|
3.
|
Psikologis
|
Child as a learner
|
-
Dynamic of children’s learning
-
Theory of individual growth
-
Complex factor that
|
Psycology of learning
-
Learning theories
-
The concept of development
-
The transfers of learning
|
4.
|
|
|
Contribute to children’s
personality growth.
|
-
Social and culture learning
-
The extension of learning
|
5.
|
“Scientific”
|
|
-
|
-
The nature of knowledge
-
The content of the disciplines
|
Apabila diajukan pertanyaan : apakah kurikulum, itu ?
setiap orang yang ditanya akan menjawab sama atau berbeda satu sama yang lain.
Adanya jawaban yang bervariasi terhadap pertanyaan tersebut sesuai dengan
pendapat para ahli yang juga bervariasi mengenai pengertian kurikulum im.
Kata
"kurikulum" berasal dari satu kata bahasa asing yang berarti
"jalur pacu", dari secara tradisional kurikulum sekolah disajikan
seperti itut (ibarat jalan) bagi kebanyakan orang jais, (1976 : 6). Labih
lanjut Zais (1976) mengemukakan berbagai pengertian kurikulum, yakni : (i).
Kurikulum sebagai program pelajaran, (ii). Kurikulum sebagai isi pelajaran,
(iii). Kurikulum sebagai pengalaman belajar yang direncanakan, (vi). Kurikulum,
sebagai pengalaman dibawah tanggung jawab sekolah, dan (v). kurikulum sebagai
suatu rencama (tertulis) untuk dilaksanakan. Sedangkan Tanner dan Tanner (1980)
mengungkapkan konsep-konsep : (i). Kurikulam sebagai pengetahuan yang
diorganisasikan, (ii). Kurikulum sebagai modus mengajar, (iii). Kurikulum
sebagai arena pengajaran, (iv). Kurikulum sebagai pengalaman, (v). kurikulum
sebagai pengalaman belajar terbimbing, (vi). Kurikulum sebagai kehidupan
terbimbing, (vii). Kurikulum sebagai suam rencana pembelajaran, (viii).
Kurikulum sebaga sistem produksi sceara teknologis, dan (ix). Kurikulum sebagai
tujuan. Untuk memudahkan dan menyederhanakan pembahasan, berikut merupakan penyimpulan
dari konsep-konsep kurikulum yang terdiri dari (i). Kurikulum sebagai jalan
meraih ijazah, (ii). Kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii). Kurikulum
sebagai rencana kegiatan pembelajaran, (vi Kurikulum sebagai basil belajar, dan
(v). kurikulum sebag pengelaman belajar.
a. Kurikulum sebagai jalan
meraih ijazah. Seperti kita ketahai bersama, kurikulum merupakan syarat mutlak
dalam pendidikan formal. Boleh dikata, tidak ada pendidikan formal tanpa ada
kurikulum. Pada pendidikan formal terdapat jenjang jenjang pendidikan yang
selalu berakhir dengan ijazah atau Surat Tanda Tamat Behijar (STTB). Seseorang
yang telah menyelesaikan satu jenjang pendidikan, dalum kenyataannya telah
melalui suatu jalur pacuan yang terdiri dari berbagai mata pelajaran/bidang
studi beserta isi pelajarannya dan berakhir pada ijazah. Para pendidik profesional juga memandang curriculum as
the relatively standardize grown coveret by students in their rece toward the
finish line (diploma)" (Zais, 1976 : 6 ).
Berdasarkan
uraian-uraian sebelumnya dapat kiranya disimpulkan bahwa kurikulum mempakan
jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang
barus dilalui untuk meraih ijazah.
b. Kurikulum sebagai mata don
isi pelajaran. Kurikulum sebagai jalan meraih ijazah mengisyaratkan adanya
sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang barus diselesaikan
oleh siswa. Selain itu, jika ada orang yang bertanya : apa kurikulumnya ?
seringkali dijawab bahwa kurikulum adalah PMP, Babasa Indonesia dan yang lain.
Jawaban bahwa kurikulum terdiri dari berbagai mata pelajaran sudah sejak lama
ada, bahkan sampai sekarang masili sering terbaca ataupun terdengar. Schubert
(1986) mengemukakan bahwa penyebutan kurikulum yang demikian sama halnya
menyamakan kurikulum dengan mata pelajaran (Sumantri, 1988 : 2). Lebih jauh,
orang sering menyebut bahwa isi dari pelajaran tertentu dalam program dikatakan
sebagai kurikulum (Zais, 1976 : 7). Dengan demikian, tidaklah mengejutkan
apabila ada orang mengemukakan kurikulum sebagai mata dan isi pelajaran.
c. Kurikulum sebagai rencana
kegiatan pembelajaran. Winecoff (1988 : 1), mengemukakan : "The curriculum is
generally difined as a plan the developed Ii facilitate the teachingfleaming
process under the direction and guidance of a school, college or university and
its members. "Defenisi kurikulum seperti dikemukakan oleh Winecoff
(1988) tersebut, secara jelas menunjukkan kepada kita bahwa kurikulum
didefenisikan sebagai suatu rencana yang dikembangkan untuk mendukung proses
mengajar/belajar di dalam arahan dan bimbingan sekolah, akademi atau
universitas dan para anggota stafnya. Alexander dan Saylor (1974 dalam Bondi
dan Wiles, 1989 : 7) mengungkapkan pula bahwa kurikulum sebagai suatu rancangan
untuk menyediakan seperangkat kesempatan belajar agar mencapai tujuan.
Kurikulum sebagai sam rencana kegiatan pembelajaran sudah selayaknya mencakup
komponen-komponen kegiatan pembelajaran, namun demikian komponen-komponen
kegiatan pembelajaran yang dirancang dalam kurikulum masih bersifat umum dan luwes
untuk lanjut oleh guru.
d. Kurikulum sebagai hasil
Belajar.
Popham dan Baker mendefiniskan kurikulum sebagai 'All planner leaming out
comes for whkh the scholl is responsible" Tanner & Tanner, 1980 :
24). Secara jelas diutarakan oleh Popham dan Baker bahwa semua rencana hasit
belajar (Kamig out comes) yang merupakan tanggung jawab sekolah adalah
kurikulum. Adanya defenisi ini mengubah pandangan penanggung jawals sekolah
dari kurikulum sebagai alat menjadi kurikulum sebagai tujuan. Bahkan Tanner
& Tanner (1980 :43) memandang kurikulum sebagai rekonstruksi pengetahuan
dan pengalaman, yang secara sistematis dikembangkan dengan bantuan sekolah
(atau universitas) agar memungkinkan siswa menambah penguasaan pengetahuan dan
pengalamannya. Dengan demikian, kurikulum sebagai hasil belajar mempakan
serangkaian hasil belajar yang diharapkan. Namun demikian bukan berarti dalam
kurikulum tidak diorganisasikan cara-cara sistematis untuk mewujudkan
hasil-hasil belajar yang diharapkan.
e. Kurikulum sebagai
pengalaman belajar. Dari empat konsep kurikulum yang diuraikan sebelumnya,
dapatlah kita menandai bahwa setiap orang yang terlibat dalam
pengimplementasian kurikulum tersebut akan memperoleh pengalam belajar. Foshay
mengamati bahwa sebelum tahun 1930-an istilah kurikulum dideferusikan sebagai
"semua pengalaman seorang siswa yang diberikan dibawah bimtbingan
sekolah" (Tanner & Tanner, 1980: 14) sedangkan Krug (1956 dalam Zais,
1976 : 8) menunjukkan kurikulum sebagai "All the means employed by the
school to provide students with opportunities for desirable leaming experiences".
Jelas defenisi Krug ini menunjukkan kepada kita bahwa semua yang bemaksud
dipakai oleh sekolah untuk menyediakan kesempatan-kesempatan bagi siswa
memperoleh pengalaman-pengalaman belajar yang diperlukan sekali adalah
kurikulum. Berdasarkan defenisi kurikulum, belajar tersebut dapat diperoleh di
dalam sekolah maupun di luar sekolah sepanjang direncanakan atau dibimbing
pihak sekolah. Dengan demikian, kurikulum sebagai pengalaman belajar mencakup
pula tugas-tugas belajar yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan sesuatu.
Kelima konsep
tentang kurikulum, yakni : (I). Kurikulum sehagai jalan meraih ijazah, (ii).
Kunkulum sebagai mata dan isi pelajaran, (iii). Kurikulum sebagi rencana
kegiatan belajar, (iv).Kurikulum sebagai hasil belajar, dan (v). kurikulum
sebagai penglaman belajar, semua benar tergantung dari cara memandangnya. Guru
dapat memilih satu atau lebih konsep kurikulum yang dijadikan acuannya. Dalam
UU RI No. 2 tahun 1989 pasal 1 (9) menyebutkan bahwa : " kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan" serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar "
(Depdikbud, 1989: 3), sedangkan dalam pasal 37 menyebutkan: " kurikulum
disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap
perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan
pembangunan nasioanal, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masingmasing satuan pendidikan "
(Depdikbud, 1989 : 15). Rumusan penjabaran kurikulum seperti termaktub dalam UU
Sistem Pendidikan Nasional, bila dikaji merupakan konsep kurikulum yang cukup
lengkap dn menyeluruh. Dalam rumusan tersebut tampak dengan jelas bahwa
kurikulum perlu dan harus dikembangkan.
2. Landasan Pengembangan
Karikalum
Kurikulum merupakan wahana belajar mengajar yang dinamis
sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan
sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat (Depdikbud, 1986: 1).
Adapun yang dimaksud dengan pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang
menentukan bagaimna pembuatan kurikulum akan berjalan. Hal tersebut meliputi
pertanyaan-pertanyaan berikut : Siapa akan dilibatkan dalam pembuatan kurikulum,
guru, administrator, orang tua, atau siswa ? Apa prosedur yang akan digunakan
dalam pembuatan kurikulum, petunjuk administratif, konlisi fakultas (staf
pengajar) atau konsultasi universitas ? jika komisi yang digunakan, bagaimana
mereka akan diatur ? (Zais, 1976 : 17) sedangkan Bondi dan Wiles (1989 : 87)
mengemukakan babwa pengembangan kurikulum yang terbaik adalah proses yang
meliputi banyak hal yakni : (1) kemudahan-kemudahan suatu analisis tujuan, (2)
rancangan suatu program, (3) penerapan serangkaian pengalaman yang berhubungan,
dan (4) peralatan dalam evaluasi proses ini. Secara singkat, pengembangan
kurikulum adalah suatu perbuatan kompleks yang mencakup berbagai jenis
keputusan (Taba, 1962 : 6).
Agar
pengembangan kurikulum dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam
pengembangan kurikulum diperlakan landasan-landasan pengembangan kurikulum.
Seperti yang tercantum dalam kurikulum SP, dalam landasan program dan
pengembangan dikemukakan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada tiga unsur,
yaitu : (1). Nilai dasar yang mempakan falsafah dalam penyelidikan manusia
seutuhnya, (2). Fakta empirik yang tercermin dari pelaksanaan kurikulum, baik
berdasarkan penilaian kurikulum studi, maupun surve lainnya. (3). Landasan
teori yang menjadi arahan pengembangan dan kerangka penyorotannya (Depdikbud,
1986 : 1). Hal yang dikemukakan dalam "Landasan Program dan Pengembangan
Kurikulum" merupakan contoh adanya landasan-landasan pengembangan
kurikulum, yang acapkali disebut sebagai determinan (faktor-faktor penentu)
pengembangan kurikulum.
a. Landasan Filosofis. Pendidikan ada dan berada
dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat untuk
dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan (dalam arti seluas-luasnya)
(Raka, Joni, 1983 : 6). Segala kehendak yang dimiliki oleh masyarakat merupakan
sumber nilai yang memberikan arah pada pendidikan. Dengan demikian pandangan
dan wawasan yang ada dalam masyarakat merupakan pandangan dan wawasan dalam
pendidikan, atau dapat dikatakan bahwa filsafat yang hidup dalam masyarakat
merupakan landasan filosofis pertyelenggaraan pendidikan. Filsafat boleh jadi
didefinisikan sebagai suatu studi tentang : hakikat realitas, hakikat ilmu
pengetalman, hakikat sistem nilai, hakikat nilai kebaikan, hakikat keindahan
dan hakikat pikiran (Winecoff, 1988: 13). Oleh karena itu landasan filosofis
pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai,
nilai kebaikan, keindahan, dan hakikat pikiran yang ada dalam masysarakat.
Secara logis dan realistis, landasan filosofis pengembangan kurikulum dari satu
sistem berbeda dengan pendidikan yang lain. Juga landasan filosofis
pengembangan kurikulum dan suatu lembaga berbeda dengan lembaga yang lain.
Perbedam tersebut sangat terasa dalam masyarakat yang majemuk. Untuk landasan
filosofis pengembangan kurikulum secara cepat dan tepat kita pastikan, yakni
nilai dasar yang merupakan falsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya yakni
pancasila.
b. landsaan Sosial- Budaya -
Agama.
Realitas sosial-budaya - agama yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian
pengembangan kurikulum untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum.
Masyarakat adalah suatu kelompok individu-individu yang diorganisasikan mereka
sendiri ke dalam kelompok-kelompok berbeda ( Zais, 1976 : 157; Raka Joni, 1983
: 5 ). Masyarakat sebagai kelompok individu-individu mempunyai pengaruh
terhadap individu-individu dan sebaliknya, individu-individu itu pada
taaf-taraf tertentu juga mempunyai pengaruh terhadap masyarakat (Raka Joni,
1983 :5) kebersaman individu-individu dalam masyarakat diikat dan terikat oleh
nilai-nilai individu yang menjadi pegangan Mdup dalam interaksi di antana
mereka. Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihomati oleh
individu-individu dalam masyarakat tersebut, mencakup nilai-nilai keagamaan dan
nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai keagamaam berhubungan erat dengan
kepercayaan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka anut.
Oleh kreena nilai agama berhubungan dengan kepereayaan, maka pada umumnya
bersifat langgeng sampai masyarakat pemeluknya melepaskan kepereayaannya (Rika
Joni, 1983 : 5). Nilai-nilai sosial- budaya masyarakat bersumber pada basil
karya akal budi manusia, sehingga dalam mencrima, menyebarluaskan, melestrikan
dan atau melepaskannya manusia menggunakan akalnya. Dengan demikian, apabila
terhadap nilai-nilai sosial budaya yang tidak berterima atau bersesuaian dengan
akaInya akan dilepaskan. Oleh karena itu, nilai-nilai sosial budaya lebih
bersifat sementara bila dibanding nilai-nilai keagamaan. Untuk menerima
melaksanakan, menyebarluaskan. pelestarian, atau penolakan dan pelepasan
nilai-nilai sosial budaya-agama, maka masyarakat memanfaatkan pendidikan yang
dirancang melalui kurikulum. Jelas kiranya bagi kita. mengapa salah satu
landasan pengembangan kurikulum adalah nilai-nilai sosial-budaya-agama.
c. Landasan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni. Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik ( siswa) meng hadapi
lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat ( Raka Joni, 1983:
25 ). Perubahan masarakat mencakup nilai yang disepakati oleh masyarakat
tersebut. Sedangkan seluruh nilal yang telah disepakati oleh msyarakat dapat
pula tersebut, sedangkan seluruh nilai yang disepakati oleh masyarakat dapat
pula disebut sebagai kebudayaan. Oleh karena itu, kebudayaan dapat dikatakan
sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas tinggi (Zais, 1987: 157). Namun
dengan demikian menurut Damd Joesoep (1982 dalam Raka Joni, 1983 : 40) bahwa
sumber ratusan ribu nilai yang ada dalam masyarakat ntuk perkembangan melalui
proses pendidikan ada tiga yaitu : pikiran ( logika), perasaan (estetika), dan
kemuan (etika). Ilmu pengetahuan dan tehnologi adalah nilai-nilai yang
bersumber pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber pada perasaaan
atau estetika. Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi
perubaban yang makin pesat, temasuk didalamya perubahan ilmu pengetahuan,
tehnologi, dan seni.
d. Landasan perkembangan
masyarakat. Salah satu ciri masyarakat adalah selalu berkembang. Mungkin pada
msyarakat tertentu perkembangannya tersebut sangat lambat tetapi masyarakat
lainnya cepat baik sanggat cepat (Nana Sy Sukmadinata, 1988:66). Perkembangan
masyarakat juga dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, ipteks, dan
kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Falsafah hidup akan mengarahkan
perkembangan masyarakat. Nilai-nilai sosial budaya agama akan merupakan
penyaringan nilai-nilai lain yang menghambat perkembangan masyarakat. lpteks
mendukung kegiatan msyarakat, dan kebutuhan msyarakat akan membantu menetapkan
perkembangan yang dilaksanakan. Perkembangan masyarakat akan menuntut
tersedianya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat maka,
diperlukan rancangannya berupa kurikulum yang landasan pengembangannya berupa
perkembangan masyarakat itu sendiri.
Pengertian
kurikulum dan Iandasan-landasan pengembangan kurikulum yang telah diuraikan
sebelumnya, akan merupakan dasar untuk mengkaji pembelajaran dan pengembangan
kurikulum lebili lanjut. Tugas-tugas berikut ini akan membantu memantapkan
perasaan anda mengenai pengertian kurikulum dan landasan - landasan
pengembangan kurikulum.
1.3. Komponen dan Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum.
1. Komponen kurikulum
Sebelum
melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum, seorang pengembang terlebih
dahulu mengenal konaponen atau elemen atau unsur kurikulum. Seperti yang
dikemukakan Tyler (1950 dalam Tabs, 1962 : 422) bahwa "it is important
as a part of a compherensive theory or organization to indkate just what kinds of
elements. An in a given currkulum it is important to identify the
partkular elements that shall be used" Dari pemyataan Tyler tersebut,
tampak pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum. Herrck
(1950 dalam Taba, 1962: 425) mengemukakan 4 (empat) elemen, yakni : tujuan
(obejetives), mata pelajaran (subject matter), metode dan organisasi (method
and organization), dan evaluasi (evolution). Sedangkan ahli yang lain
mengemukakan bahwa kurikulum terdiri dari 4 komponen dasur: (1) aim, goals, and
objektive, (2) content, (3) leaming activities, don (4)evaluations (Zais, 1976:
295). Nana Sy. Sukmadinata (1988 : 110) menemukan empat konaporten dari anatomi
tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau isi
penyampaian, serta evaluasi. Berdasarkan uraian tentang komponen-komponen
kurikulum sebelumnya, yakni komponen kurikulum yang terdiri dari : tujuan,
materil pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi.
a. Tujuan. Tujuan sebagai sebuah
komponen kurikulum mempakan kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali,
karena hasil yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum,
tetapi memberikan arah dan fokus untuk selmh program pendidikan (Zais, 1976 :
297). Apa yang diutarakan oleh Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar
adanya, karena tidak ada satupun aspekaspek pendidikan yang lain bertentangan
dengan tujuan. Dalam kenyataannya aspek-aspek pendidikan selalu mempertanyakan
tentang tujuan. Lebili lanjut Zais (1976 : 307) mengklasifikasik" tujuan
menjadi tiga yakni aims, goal, dan objetives, yang ketiganya
mempakan suatu hirarki vertikal. Adanya klasifikasi tujuan kurikulum seperti
yang disampaikan oleh Zais juga tersurat dalam tujum kurikulum indonesia.
Hirearki vertikal tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi adalah tujuan
pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, diikuti tujuan kurikuler, dan
tujuan pengajaran. Tujuan pendidikan nasional merupukan tujuan kurikulum
tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (pancasila) dan kebutuhan masyarakat
tertuang dalam GBHN dan UU-SPN. Tujuan kelembagaan (tujuan institusional)
mempakan tujuan yang menjabarkan tujun pendidikan nasional, bersumber pada
tujuan tiap jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karekteristik mata pelajaran
bidang studi, karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan yang
terbawah dari hirarki tuju" kurikulum Indonesia adalah tujuan pengajaran.,
yakni suatu tujuan yang, menjabarkan tujuan kurikuler dan bersumber pada
karakteristik mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa. Tujuan
pengajuan terbagi menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum Pengajoran (TUP) dan
Tujuan Kbusus Pengajaran (TKP). Apabila dikaji lebih lanjut akan kita temukan
bahwa dalam perumusannya, tujuan tersusun hirarki vertikal dari yang tertinggi
ke yang terendah dan sebaliknya, untuk pencapaiannya secara hirarki vertikal
daii tujuan yang terendah ke tujuan yang lebib tinggi. Untuk memperjelas
uraian, berikut mempakan hirarki nujuan kurikulum Indonesia.
Hirarki tujun
kurikulum secara vertikal di Indonesia seperti terurai sebelumnya, tersurat
seperti terurai sebelumnya,
Jenjang Tujuan
|
Dokumen
|
Penanggung Jawab
|
Tujuan Pendidikan
|
UU SPN & GBHN
|
Menteri Dikbud
|
Tujuan Kelembagaan
|
Kurikulum Tiap Lembaga
|
Kepala Sekolah
|
Tujuan Kurikuler
|
GBBP
|
Guru Mata Pelajaran /
Bidang Studi / Kelas
|
Tujuan Pengajaran
|
GBPP & Rancangan
Pembelajaran
|
Guru Mata Pelajaran
|
tersurat sampai
dengan Kurikulum Yang Disempumakan (KYD) SD/SLTP/SLTA tahun 1984/1985 atau
1985/1986. Hierarki tujuan kurikulum secara vertikal tersebut dapat saja berkembang
atau dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan atau perkembangan zaman.
Pengembangan
hierarki kurikulum secara. vertikal di Indonesia tertampak dalam draft
kurikulum tahun 1994/1995. Hirarki tujuan kurikulum vertikal yang tersurat
dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut diawali dari tujuan pendidikan
nasional, kemudian tujuan kelembagaan, tujuan kurikuler, tujuan bidang studi,
tujuan kelas dan tujuan catur wulan serta Tujuan pengajaran. Secara garis besar
hierarki tujuan kurikulum dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut, ditujukan
untuk lebili tajam diharapkan dapat memudahkan guru menjabarkan.
b. Materi pengalaman belajar. Hal yang mempakan fungsi
khusus dari kurikulum pendidikan fonnal adalah memilih dan menyusun isi
(komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai
dengan dan paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan
pada jalumya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976: 322). Selain itu untuk
mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajaran
(Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 114). Namun demikian sebenarnya tidak cukup hanya isil bahan ajaran saja yang
dipikirkan dalam kegiatan kurikulum, lebih dari itu adalah pengalaman belajar
yang mampu mendukung pencapaian tujuan secara lebili efektif. Hal ini berarti
kita memandang kurikulum sebagai suatu rencana untuk belajar, dan tujuan
menentukan belajar apa yang penting, maka kurikulum secara pasti mencakup
seleksi, dan organisasilmateri dan pengalaman belajar (Taba, 1962 : 266). Isi
atau materi kurikulum adalah semua pengetalman, keterampilan, nilai-nilai, dan
sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi. Sedangkan
pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar tentang atau
Belajar bagaimana disiplin berpikir dan strata disiplin thou. Dengan demikian
jelaslah bahwa baik materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar barus
dipikirkan dan dikaji serta diorganisasikan dalam pengembangan kurikulum.
Pentingnya materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar dapat kita lihat pada
pernyataan Taba (1962 : 263) berikut ini : Selecting the content, with accompanying
leaming experiences, in one of the two central derision in currkulum making,
and there fore rational method of going about it is a matter of great concert "
c. Organisasi. Perbedaan antara behijar
di sekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian secara
formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka
isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa
sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290). Berdasarkan
pendapat Taba tersebut, jelas babwa materi dan pengalaman Belajar dalam
kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan. Namam
demikian, perlu kita sadari bahwa pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan
yang sulit dan kompleks. Sukar dan kompleknya pengorganisasian kurikulum
dikareakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi serta pengetahuan yang
ada tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan masalah proses
pembelajaran (Sumantri, 1988 : 23).Masalah-masalah utama organisasi kurikulum
berkisar pada ruang lingkup (scope), sekuensi kontinuitas, dan integrasi.
Evaluasi. Evaluasi merupakan
komponen ke empat kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan pendidikan yang
dipandang paling kecil (Zais, 1976 : 369). Evaluasi ditujukan untuk melakukan
evaluasi terhadap belajar sisiwa (basil dan proses) mampun keefektifan
kurikulum dan pembelajaran, Lebih lanjut Zais (1976 : 378) mengemukakan evaluasi
kurikulum secara luas merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang
mencoba menantang untuk mengkondifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi
atau komponen-komponen. Evaluasi kurikulum secara luas tidak hanya menilai
dokumen tertulis, tempat yang lebih penting adalah kurikulum yang diterapkan
sebagai bahan-bahan fungsional dari kejadian-kejadian yang meliputi interaksi
siswa, guru, material, dan lingkungan. Adapun peran evaluasi dalam kurikulum
secara keseluruhan baik evaluasi belajar sisiwa maupun keefektifan kurikulum
dan pembelajaran, dapat digunakan sebagai dasan pengembangan kurikulum. Dari
uraian tentang evaluasi jelaslah bahwa evaluasi bukanlah komponen atau kegiatan
pendidikan yang kecil. Sebagai konponen kurikulum, evaluasi merupakan bagian
integral dari kurikulum. Kegiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data
tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan
pembelajaran, hingga dapat dilihat keputusan-keputusan pembelajaran dan
pendidikan secara tepat.
BAB IV
MOTIVASI BELAJAR
4.1. Pengertian dan
Pentingnya Motivasi
Motivasi
berasal dari kata Inggris motivation yang berarti dorongan, pengalasan dan
motivasi. Kata kerjanya adalah to motivate yang berarti mendorong, menyebabkan
dan merangsang. Motivate sendiri berarti alasan, sebab dan daya penggerak
(Echols, 1984). Motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong
individu tersebut amok melakukan aktifitas-aktifitas tertentu guna mencapai
tujuan yang diinginkan (Suryabrata, 1994). Secara serupa Winkels (1987)
mengemukakan bahwa motif adalah penggerak dalam diri seseorang mau melakukan
aktifitas-aktifitas tertentu dalam mencapai suatu tujun tertentu pula.
Dalam kegiatan
belajar mengajar, dikenal adanya motivasi belajar, yaitu motivasi yang
diterapkan dalam kegiatan belajar. Motivasi belajar adalah keseluruhan dari
penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin
kelangsungan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winskel, 1987).
Motivasi
belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa
senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi
linggi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Siswa yang mempunyai
motiasi belajar tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat
sedikit putus kesalahan dalam belajarnya (Palardi, 1975).
Ada beberapa
ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat dikenali
dalam proses belajar mengajar di kelas, sebagaimana dikemukakan Brown (1981)
sebagai berikut: tertarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap
acuh tak acuh ; tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan ; mempunyai
antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya
terutama kepada guru, ingin
selalu bergabung dalam kelompok kelas; ingin identitas dirinya diakui oleh
orang lain; tindakan, kebiasaan, dan moralnya selalu dalam kontrol diri; selalu
mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali; dan selalu terkontrol oleh
lingkungannya.
Sardiman (1986)
mengemukakan bahwa ciri-ciri motivasi yang ada pada diri seseorang adalah:
tekun dalam menghadapi tugas atau dapat bekerja secara. terus menerus dalam
waktu lama; ulet dalam menghadapi kesulitan dan tidak mudah putus asa, tidak
cepat puas atas prestasi yang diperoleh; menunjukkan minat yang besar terhadap
bermacam-macam masalah belajar; lebih suka bekerja sendiri dan tidak bergantung
kepada orang lain; tidak cepat bosan dengan tugas-tugas rutin; dapat
mempertahankan pendapatnya; tidak mudah melepaskan apa yang diyakini; senang
mencari dan memecahkan masalah.
Suatu hal yang
penting adalah bahwa motivasi pada setiap tingkat yang diatas hanya dapat
dibangkitkan apabila telah diperngaruhii tingkat motivasi di bawahnya. Bila
kita ingin anak belajar dengan baik (tingkat 5), maka haruslah terpengaruh tingkat
1-4. Anak yang lapar, merasa tidak aman, yang tidak dikasihi, yang tidak
diterima sebagai anggota masyarakat kelas, yang guncang harga dirinya, tidak
akan dapat belajar dengan baik.
Motivasi
kelakuan manusia merupakan topik yang sangat luas. Banyak macam motivasi dan
para ahli meneliti tentang bagaimana asal dan perkembangannya dan menjadi suatu
"daya" dalam mengarahkan kelainan seseorang. Motivasi diakui sebagai
hal yang sangat penting bagi pelajaran di sekolah.
Ada sejumlah tokoh yang meneliti soal motivasi belajar
ini. Hewitt (1968) mengemukakan bahwa "attentional set” merupakan dasar
bagi perkembangan motivasi yakni yang bersifat sosial. artinya anak itu suka
bekerja sama dengan anak-anak lain dan dengan guru, ia mengharapkan penghargaan
dari teman-temannya dan mencegah celaan mereka, dan ingin mendapatkan harga
dirinya di kalangan kawan sekelasnya. Selanjutnya anak itu memperoleh motivasi
anak menguasai pelajaran (matery), termasuk penguasaan kemampuan intelektual.
Dengan reinforcement yakni penghargaan atas keberhasilannya motivasi itu dapat
dipupuk. Taraf motivasi tertinggi menurut hewitt ialah motivasi untak
"achievemenf' atau keberhasilan yang merupakan syarat agar anak im
didorong oleh kemauannya sendiri dan merasa kepuasan dalam mengatasi tugas-tugas
yang kian bertambah sulit dan berat. Bila taraf ini tercapai, maka anak itu
sanggup untuk belajar sendiri.
Juga peneliti
lain mengemukakan pentingnya reinforcement berupa pujian, penghargaan yang
diberikan bila hasil belajar anak mendekati bentuk kelakuan yang di inginkan,
dan tidak perlu di tunggu sampai hasil belajarnya benar sepenuhnya. Siswa perlu
diberitahukan tentang hasil pekerjaanya sehingga ia dapat menilai
keberhasilannya dan kegagalannya. Akhirnya anak itu harus meningkat dalam
bentuk penghargaan dari yang konkrit kepada rasa putas atas keberhasilannya
menurut standar yang ditentukannya sendiri.
Pentingnya motivasi
Secara
konseptual motivasi berkaitan erat dengan prestasi atau perolehan belajar.
Pembelajaran yang tinggi motivasi, umumnya tinggi pula perolehan belajarnya.
Sebaliknya, pembelajaran yang rendah motivasinya, rendah pula perolehan
belajarnya. Demikin juga pembelajuan yang sedang-sedang saja motivasinya,
umumnya perolehan belajannya juga sedang-sedang saja.
Banyak riset
yang membuktikan bahwa tingginya motivasi dalam belajar berhubungan dengan
tingginya prestasi belajar. Bahkan pada saat ini, kaitan antara motivasi dengan
perolehan dan atau prestasi ini tidak hanya dalam belajar. Dalam kerjapun,
motivasi mi juga sangat prating. Salah satu hasil peneliti juga menunjukkan
bahwa siswa yang mempunyai motivasi-berprestasi umumnya juga mempunysu prestasi
yang lebih tinggi. Pegawai atau karyawan yang mempunyaj motivasi berprestasi
tinggi juga menunjukkan performansi profesional yang diharapkan atau di atas
rata-rata teman atau sejawatnya.
Bahkan dewasa
ini, ada juga yangg mengembangkan motivasi berprestasi atau motivasi belajar
ini menjadi motif berkompetensi yang dimaksud dengan berkompetensi adalah
dorongan-dorongan untuk menguasai kompetensi keahliannya. Terbukti dengan
jelas, bahwa mereka yang mempunyai motivasi kompetensi yang tinggi cenderung
lebih mengusai bidang-bidangnya dibandingkan dengan mereka yang rendah motif
kompetensinya.
Oleh karena
itu, motivasi belajar sangat urgen dalam peningkatan perolehan belajar. Dalam
khasanah kepustakaan kependidikan, motivasi sering-sering disebut secara
berulang-ulang sebagai variabel yang banyak menentuk perolehan belajar. Bahkan,
orang yang sukses disegala bidang, lebih banyak disebabkan oleh tingginya
motivasi yang mereka punyai.
Juga untuk
belajar diperlukan motivasi "motivation is dan essential
condition of learning". Hasil belajarpun banyak ditentuk oleh
motivasi. Makin tepat motivasi yang kita berikut, makin berhasil pelajaran itu.
Motivasi menentukan intensitas usaha anak belajar.
Motivasi
melepaskan energi atau tenaga yang ada pada seseorang.
Setiap motivasi
bertalian erat dengan suatu tujuan. Tensing dan Hillary mungkin ingin
membuktikan kesanggupan manusia. untuk menaklukan puncak tertinggi itu. Tukang
becak menahankan panas dan hujan untuk meneari nafkah bagi anak istrinya
Motivasi
mempunyai tiga fungsi:
(a) Mendorong manusia untuk
berbuat, jadi sebagal penggerak atau motor yang melepaskan energi.
(b) Menentukan arah perbuatan,
yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
(c) Menyeleksi perbuatan.
yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dijalankan yang serasi guna
mencapai Tujuan itu, dengan menyampingkan perbuatan-perbuatan yang tak
bermanfaat bagi tujuan ini. Seorang yang betul-betul bertekad menang dalam
pertandingan, tak akan menghabiskan waktunya bermain karena, sebab tidak serasi
dengan tujuan.
Dalam bahasa
schari-hari motivasi dinyatakan dengan; hasrat, keinginan, maksud, tekad,
kenuman, dorongan, kebutahan, kehendak, cita-cita, keharusan, kesedihan dan
sebagainya.
4.2. Sifat Motivasi
Intrinsik dan Ekstrinsik
Motivasi dapat
di bedakan atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Yang dimaksud
dengan motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu.
Ausabel (1968)
berpendapat babwa modyasi yang dikaitkan dengan motivasi sosial tidak begitu
penting dibandingkan dengan motivasi yang bertalian dengan penguasaan tugas dan
keberhasilan. Motivasi serupa ini bersifat intrinsik dan keberhasilannya akan
memberi rasa kepuasan. Selain ini keberhasilan itu mempertinggi harga dirinya
dan rasa kemampuannya.
Dalam hal
pertama ia didorong oleh motivasi intrinsik yakni ia ingin mencapai tujuan yang
terkandung didalam perbuatan belajar itu. Dalam belajar telah terkandung tujuan
menambah pengetahuan "intrinsk motivations are inherent in the learning
situasions and meet pupil needs and purposes". Demikian pula bila
semang main badminton untuk menikmatinya, didorong oleh motivasi intrinsik,
yakni 'for the pleasure of the activity".
Motivasi
belajar secara intrinsik sebenamya memang telah ada. Ini sesuai dengan teori,
yang memandang bahwa segala tindakan manusia, termasuk belajar, adalah karena
terdapatnya tanggungjawab internal pada diri manusia itu. Manusia, dalam sudut
pandang teori ini, memang termsuk makhluk yang baik: tinggi tanggungjawabnya,
suka bekerja termasuk belajar, tinggi militansi kerja atau belajarnya, selaia
ingin berprestasi. Berarti, dalam diri manusia sebenarnya terdapat
dorongan-dorongan yang kuat untuk belajar.
Sungguhpun
demikian, rekayasa lingkungan perlu diberikan agar seseorang tetap belajar.
Rekayasa lingkungan antara lain dapat berupa motivasi ekstrinsik. Mengapa
motivasi ekstrinsik perlu diberikan, tak lain karena seseorang tidak senantiasa
bemda dalam keadaan menetap. Bisa terjadi, seseorang yang mempunyai motivasi
belajar intrinsik yang demikian tinggi tiba-tiba melemah. Supaya melemahnya
motivasi intrinsik ini tidak sampai berada pada tingkatan yang sangat rendah,
perlu dikontrol dengan menggunakan motivasi ekstrinsik.
Pada orang yang
tingleat motivasi intrinsiknya rendah, justru motivasi ekstrinsik ini sangat
diperlukan. Motivasi ekstrinsik yang diberikan secara tepat, justru secara
berlahan dapat mencangkokkan motivasi intrinsik mtuk belajar manakala belajar yang
direkayasa dengan motivasi ekstrinsik tersebut telah menjadi kebiasaan bagi
pembelajar. Bahkan kalau sudah sampai di tahap mempribadi, seseorang akan
tinggi motivasi belajarnya secara intrinsik.
Adakah suatu
kenyataan, bahwa anak manusia itu tidak sama, termasuk motivasinya.
Ketidaksamaan dalam motivasi intrinsik yang dipunyai ini, dapat dikurangi
dengan memberikan motivasi eksuinsik.
Bila seorang
belajar untuk mencari penghargaan berupa angka, hadiah, diploma, dan
sebagainya. Ini didorong oleh motivasi ekstrinsik, oleh sebab tujuan-tujuan itu
terletak di luar perbuatan itu, yakni tidak terkandung didalam perbuatan itu
sendiri. "The goal is artifkially introduced". Tujuan itu
bukan sesuatu yang wajar dalam kegiatan. Anak-anak didorong oleh motivasi intrinsik,
bila mereka belajar agar lebib sanggup mengatasi kesulitan kesulitan hidup,
agar memperoleh pengertian, pengetahum, sikap yang baik, penguasaan kecakapan.
Hasil-hasil itu sendiri telah merupakan hadiah.
"The
reward of a thing well done is to have done it"(Emerson). Ganjarant
bagi sesuatu yang dilakukan dengan baik ialah telah melakukannya. Jadi motivasi
ekstrinsik disini tidak perlu.
Akan tetapi di
sekolah sering digunakan motivasi ekstrinsik seperti angka-angka, pujian,
ijazah, kenaikan tingkat, celaan, hukuman, dan sebagainya. Motivasi eksifinsik
dipakai oleh sebab pelajaran-pelajaran sering tidak dengan sendirinya menarik
dan guru sering kurang mampu untuk membangkitkan minat anak.
Membangkitkan
motivasi tidak mudah. Untuk itu guru perlu mengenal murid, dan mempunyai
kesanggupan Kreatif untuk menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan dan minat
anak.
4.3. Motivasi dalam Belajar dan Unsur-Unsur yang mempengamhi motivasi
belajar
Motivasi sangat
krusial dalam belajar dan pembelajaran. pada hal, motivasi belajar tersebut
juga dipengaruhi oleh banyak unsur antara lain: cita-cita aspirasi penubelajar,
kemampuan pembelajar, kondisi pembelajar, kondisi lingkungan belajar,
unsur-unsur dinamis belajar. Pembelajaran dan upaya-upaya guru dalam
membelajarkan pembelajar. Oleh karena itu, unsur-unsur yang mempengaruhi
tersebut, perlu diketahui dan diperhatikan oleh guru yang membelajarkan
pembelajar. Agar dapat mendukung lebih optimal terhadap motivasi belajar. Jika
unsur-unsur yang mempenguuhi tersebut tidak diketahui dan tidak diperhatikan,
bisa menjadi penyebab rendahnya motivasi belajar para pembelajar.
Sebagai
konsekuensi atas perhatian guru terhadap unsurunsur yang mempengaruhi motivasi
belajar dan unsur-unsur yang mempengamhi tersebut, guru hendaknya senantiasa
berupaya meningkatkan motivasi belajar. Upaya meningkatkan motivasi belajar
tersebut dilakukan dengan cara mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip
belajar, mengoptimalkan unsur-unsur belajr / pembalajaran, mengoptimalkan
pemanfaatan pengalaman kemampuan yang di miliki oleh pembelajar dan
mengembangkan cita-cita dan aspirasi pembelajar.
Ausubel mengatakan adanya hubungan
antara motivasi dan belajar. Motivasi bukan mempakan syarat mutlak untuk
belajar tak perlu lebih dahulu ditunggu adanya motivasi sebelum kita
mengajarkan sesuatu. Bahkan kita dapat mengabaikan motivasi dan memusatkan
perhatian kepada pengajaran itu sendiri. Bila belajar itu berhasil, maka akan
timbul motivasi itu dengn sendirinya dan keinginan untuk lebih banyak belajar.
Sukses dalam belajar akan membangkitkan motivasi untuk belaiar.
Menurut
Skinner(1968) masalah motivasi bukan soal memberikan motivasi, akan tetapi
mengatur kondisi belai sehingga memberikan reinforcement.
Motivasi yang
dianggap lebih tinggi tarafnya daripada penguasaan tugas ialah "achievement
motivation" yakni motivasi untuk mencapai atau menghasilkan sesuatu.
Motivasi ini lebib mantap dan memberikan dorongan kepada sejumlah besar
kegiatan, termasuk yang berkaitan dengan pelajari, di sekolah. McClelland
(1965) yang menyelidiki berbagai hal yang dapat mempertinggi motivasi ini,
misalnya dengan merumuskan tujum dengan jelas, mengetahui kemajuan yang
dicapai, merasa turut benanggungjawab, dan lingkungan sosial yang menyokong.
Peneliti lain,
White (1959) mengemukakan konsep kompetensi. Motivasi kompetensi mempunyai
dasar biologis, jadi juga terdapat pada binatang, antara lain motivasi
menyalidiki aktivitas manipulasi. Ada pula peneliti yang mencari motiyasj
positif yang dinyatakan dengan istilah "mastery”, "egoinvolvement"
(keterlibatan diri), dan lain-lain. White berpendapat bahwa kegiatan anak tak
dapat dijelaskan dengan dorongan untuk memuaskan kebutuhan makan, minum, dan
sebagainya. Akan tetapi karena kegiatan untuk berinteraksi secara efektif
dengan lingkungannya yang memberikan rasa mampu. Setiap orang ingin menguasai
lingkungannya.
Walaupun
teori-teori motivasi berbeda-beda, nanum dalam praktek pendidikan penerapannya
bersamaan. Pelajar harus diberikan ganjaran (reward) berupa pujian, angka ang
baik, rasa keberhasilan atas hasil belajarnya, sehingga ia lebih tertarik oleh
pelajaran. Keberhasilan dalam interaksi dengan lingkungan belajar, penguasaan
tujuan program pendidikan memberikan rasa kepuasan dan karena ini merupakan
sumber motivasi yang terus menerus bagi pelajar, sehingga ia sanggup belajar
sendiri sepanjang bidupnya, yang dapat dianggap sebagai salah samtu hasil
pendidikan yang paling penting.
Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Motivasi
Ada beberapa
unsur yang mempengaruhi motivasi belajar. Unsur-unsur tersebut adalah :
1. Cita-cita / aspirasi
pembelajar
2. Kemampuan pembelajar
3. Kondisi pembelajar
4. Kondisi lingkungan belajar
5. Unur-unsur dinamis belajar
Ipembelajaran
6. Upaya guru dalam
membelajarkan pembelajar
Unsur-unsur
tersebut dijelaskan sebagaimana pada uraian berikut :
a. Cita-cita / aspirasi
pembelajaran
Setiap manusia
senantiasa mempunyai cita-cita atau aspirasi tertentu didalam hidupnya temasuk
pembelajar. Cita-cita atau aspirasi ini senantiasa ia kejar dan ia perjuangkan.
Bahkan tidak juang, meskipun rintagan yang ditemui sangat banyak dalam mengejar
cita-cita dan aspirasi tersebut seseorang tetap berusaha semaksimal mungkin
karena hal tersebut berkaitan dengan cita-cita dan aspirasinya. Oleh karena
itu, cita-cita dan aspirasi sangat mempengaruhi terhadap motivasi belajar
seseorang.
Seseorang yang
bercita-cita menjadi dokter, pada saat masih sedang belajar dijenjang
pendidikan dasar, tentu menggemari terhadap mata pelajaran-mata pelajaran dan
bacaan-bacaan yang berkaitan erat dengan ilmu kesehatan. Meskipun mata
pelajaran tersebut masih terintegrasi dengan mata pelajaran IPA, ia akan lebih
bergairah dengan mata pelajaran tersebut. Oleh karena itu. ia akan lebih
temotivasi mempelajari mata pelajaran tersebut dibandingkan dengan mata
pelajaran yang lainnya.
Sebaliknya
seseorang yang kebetulan berstatus mahasisma dan dahulunya bercita-cita menjadi
ahli hukum tetapi ia dipaksa oleh orang tuanya mengambil jurusan teknik
elektro. Dapat dipastikan kesungguhan belajarnya akan berkurang karena apa yang
ia pelajari tidak sesuai dengan cita-cita dan aspirasinya. Ketidaksungguhan
dalam belajar demikian ini tentu lantaran jurusan yang dipaksakan oleh orang
tuanya tidak cocok dengan cita-cita dan aspirasinya. Ia kendor motivasinya,
bisa jadi, pada saat-saat masih disekolah menengah ia tinggi motivasi
belajarnya sebaliknya pada saat sudah menjadi mahasiswa motivasi yang tinggi
tersebut berubah menjadi rendah. Itulah sebabnya, maka cita-cita dan aspirasi
pembelajaran ini perlu diperhitungkan dalam rangka meningkatkan motivasi
belajar seseorang, karena cita-cita atau aspirasi ini mempengaruhi motivasi
belaiar.
Jika kaitan
antara cita-cita atau aspirasi pembelajar dengan motivasi dan perolehan belajar
ini diskemakan seperti tampak dibawah ini:
b. Kemampuan PeMbelajar
Kemampuan
manusia satu dengan yang lain tidaklah sama. Menuntut seseorang sebagaimana
orang lain dari bingkai penglihatan demikian tentulah tidak diberikan. Sebab,
orang yang mempunyai kemampuan rendah akan sangat susah menyerupai orang yang
mempunyai kemampuan tinggi; dan sebaliknya orang yang berkemampun tinggi, akan
menjadi malas jika dituntut sebagaimana mereka yang berkemampuan rendah.
Oleh karena
itu, kemampuan pembelajar ini haruslah diperhatikan dalam proses belajar
pembelajaran. Kemampuan pembelajar erat hubungannya dan bahkan mempengaruhi
motivasi belajar pembelajar. Bisa terjadi, seseorang menjadi rendah motivasi
belajarnya terhadap bidang tertentu oleh karena yang bersangkutan rendah
kemampuannya dibidang tersebut.
Jika kaitan
antara kemampunn pembelajar dengan motivasi dan perolehan belajar ini
diskemakan sebagai berikut:
c. Kondisi pembelajar
Kondisi
pembelajar dapsat dibedakan atas kondisi fisiknya dan kondisi psikologisnya.
Dua macam kondisi ini, fisik dan psikologis, umumnya saling mempengamhi satu
sama lain. Jiwa yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat. Dalam realitasnya
juga berlaku kebalikannya. Bila seseorang kondisi psikologisnya tidak sehat,
bisa berpengaruh juga terhadap ketahanan dan kesehatan fisiknya.
Sangatlah jelas
dan sering dirasakan oleh siapapun jika kondisi fisik dalam keadaan lelah,
umumnya motivasi belajar seseorang akan menurun. Sebaliknya jika kondisi fisik
berada dalam keadaan bugar dan segar, motivasi belajar bisa meningkat. Berarti,
kondisi fisik seseorang mempengaruhi motivasi belajarnya. Orang yang sudah
sangat lelah tidak baik kalau belajar. Demikian juga kalau sedang sakit, tidak
bails untuk dipaksa belajar.
Dalam kondisi
psikologis terganggu, sebutlah misalnya stress, juga tidak bisa
mengkonsentrasikan diri terhadap hal-hal yang dipelajari. Kmena tidak bisa
konsentrasi, mka gairah belajarnya menurun. Keadaan demikian ini, bisa
menjadikan seseorang belajar merasa terpaksa dan tidak banyak bemotivasi.
Jelaslah bahwa
kondisi pembelajar, baik yang bersifat fisik maupun psikis, sama-sama
berpengaruh terhadap motivasi belajarnya. Ada kalanya seseorang yang pada
masa-masa sebelumnya bemotivasi belajar tinggi, tiba-tiba menjadi rendah hanya
karena kondisi fisik dan psikologisnya terganggu atau sakit. Tidak jarang,
seseorang yang motivasi belajarnya biasa-biasa saja, tiba-tiba berubah karena
kondisi fisik dan psikologisnya dalam keadaan prima.
Jika
diskemakan, kondisi pembelajar dalam kaitannya dengan motivasi dan perolehan
belajar adalah sebagai berikut:
d. Kondisi lingkungan belajar
Sudah umum
diketahui bahwa yang menentukan motivasi belajar seseorang, selain faktor
individu juga faktor lingkungan. lebih-lebih lingkungan belajar. Sebab,
individu secara sadar ataukah tidak, senantiasa tersosialisasi oleb
lingkungannya. Lingkungan belajar ini meliputi : lingkungan fisik dan
lingkungan sosial.
Yang dimaksud
dengan lingkurigan fisik adalah tempat dimana pembelajar tersebut belajar.
Apakah tempat belajarnya nyaman ataukah tidak, apakah tempatnya segar atau
pengap. Hal-hal demikian ini berpengaruh terhadap motivasi belajar. Demikian
juga yang amburadul, tidak memberikan gairah bagi belajar seseorang. Sebaiknya
tempat yang teratur, yang tertata rapi, mendorong seseorang bergairah belajar.
Tempat belajar yang berisik oleh suara bisa menganggu belajar, yang tenang, bisa
menimbulkan gairah belajar. Jadi lingkungan fisik berpengaruh terhadap motivasi
belajar.
Lingkungan
sosial adalah suatu lingkungan seseorang dalm kaitannya dengan orang lain.
Contohnya berupa lingkungan sepermainan, lingkungan sebaya, kelompok belajar.
Sungphpun faktor pribadi pribadi seseorang lebih menentukan terhadap diri
sendiri tetapi harus diakui bahwa lingkungan sosial juga menentukan motivasi
belajar seseorang. Contohnya jika dalam lingkungan sosial seseorang tidak
terbiasa dengan aktivitas belajar maka bukan budaya belajar itu yang
dikembangkan oleh seseorang.
Dalam
lingkungan yang kompetitif untuk belajar, seseorang yang berada dilingkungan
tersebut akan terbawa serta untuk belajar seperti orang lain. Baik secara sadar
atau tidak. Kaitan antara kondisi lingkungan belajar dengan motivasi dan
perolehan belajar adalah sebagai berikut :
e. Unsur-Unsur Dinamis belajar
pembelajar
Unsur dinmis
belajar pembelajar meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk
belaiar
b. Bahan belajar dan upaya
penyediannya
c. Alat bantu belajar dan
upaya penyediaannya
d. Suasana belajar dan upaya
pengembangannya
e. Kondisi subjek belajar dan
upaya penyiapan dan peneguhannya
Oleh karena
itu, unsur- unsur dinamis dennkian ini patut diperhatikan agar motivasi belajar
pembelajar menjadi tinggi. tingginya motivasi belajar berimplikasi bagi
maksimainya perolehan belajar pembelajar.
Unsur dinamis
belajar dan pembalajar Motivasi belajar pembelajar Perolehan belajar pembelajar
jika kaitan antara unsur-unsur dinamis dalam belajar dengan motivasi dan
perolehan belajar adalah sebagai berikut :
f. Upaya Guru dalam
Membelajarkan pembelajar
Upaya guru
dalam membelajarkan pembelajar juga berpengaruh terhadap motivasi belajar. Guru
yang tinggi gairahnya dalam membelajarkan pembelajar, menjadikan pembelajar
juga bergairah belajar, guru yang sungguh-sunggub dalam membelajukan
pembelajar, menjadikan tingginya motivasi belajar pembelajar. Pada guru yang
demikian umumnya mempersiapkan diri dengan matang dan senantiasa memberikan
yang terbaru dan terbaik kepada pembelajar. Oleh karena yang di berikan
tersebut menarik. Terbaik dan mungkin terbaru. Maka tingkat aktualitasnya sangat tinggi dimata pembelajar. Sebagai
akibatnya, hal-hal yang disajikan oleh guru menjadi menarik dimata pembelajar.
Menariknya hal-hal yang diberikan ini hisa menjadikan tingginya motivasi
pembelajar.
Sebaliknya pada
guru yang tidak bergairah dalar membelajarkan pembelajar, umumnya mengulang
saja pelajaran yang di berikan dari tahun ketahun. Proses belajar pembelajar
terasa kering dan kehilangan nuansa. Akibat dari proses belajar pembelajaran
demikian ini, pembelajar tidak bergairah dan babkan mungkin kehilangan
motivasi. Hal demikian bisa lebib parah lagi. manakala guru yang membelajarkan
tersebut sudah puas dengan keadaan yang demikian ini.
Oleh karena
itu, upaya guru untuk membelajarkan pembelajar sangat krusial dalam
meningkatkan motivasi pembelajar. Jika di skemakan antara upaya guru untuk
membelajarkan pembelajar dengan motivasi dan perolehan belajar pembelajar
adalah sebagai berikut :
Upaya Meningkatkan motivasi belajar
Upaya belajar
senantiasa bergelombang. Adakalanya bergerak naik dan adakalanya bergerak
turun. Tidak jarang motivasi belajar hanya mendatar saja. Oleh karena demikian
" watak" motivasi tersebut, maka diperlukan upaya untuk
meningkatkannya. Dengan demikian, motivasi belajar yang di punyai oleh
pembelajar bisa cenderung naik dan atau minimal Menetap.
Ada beberapa
upaya yang dapat dilakukan oleh guru guna meningkatkan motivasi pembelajar,
yaitu :
1. Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip
belajar
2. Mengoptimalkan unsur-unsur
dinamis belajar / pembelajaran
3. Mengoptimalkan pemanfaatan
pengalaman / kemampuan yang telah dimiliki dalam belajar
4. Mengembangkan cita-cita /
aspirasi dalam belajar
Secara
berturut-turut, ketiga cara tersebut di kemukakan sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip
belajar
Ada beberapa
prinsip yang harus dipedomani dalam belajar. Prinsip tersebut adalah :
a. Prinsip perhatian dan
motivasi belajar
b. Prinsip keaktifan belajar
c. Prinsip keterlibatan
langsung pembelajar
d. Prinsip pengulangan belajar
e. Prinsip sifat perangsang
dan menantang dari materi yang dipelajari
f. Prinsip pemberian balikan
dan penguruan dalam belajar
g. Prinsip perbedaan
individual antar belajar
Ketujuh prinsip
ini diterapkan secara optimal agar pembelajar mempunyai motivasi yang tinggi
dalam belajar.
Ada dua cara
dalam mengoptimalkan penerapan prinsip belajar tersebut. Pertama, menyusun
strategi-strategi sehingga prinsip-prinsip tersebut dapat terterapkan secara
optimal. Strategi disini, dari pandangan-pandangan dan temuan-temuan teoritik
dan dapat pula digali dari kiat guru sendiri. Temuan-temuan ahli psikologi
pendidikan dan temuan-temuan ahli pengajaran part[ digali hingga dapat
dimanfaatkan untuk mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar.
Kedua,
menjauhkan konstrain-konstrain (kendala-kendala) yang ditemui dalam
mengoptimalkan penerapan prinsip-prinsip belajar. Kendala demikian ini patut
dijauhkan, agar tidak mengganggu bagi penerapan prinsip-prinsip belajar.
2. Mengoptimalkan Unsur-Unsur
Dinamis Belajar / Pembelajaran
Mengingat
unsur-unsur belajar / pembelajaran dapat mempengaruhi motivasi, maka ia perlu
di optimalkan penerapannya. Pengoptimalan demikian mi perlu dilakukan agar
motivasi belajar siswa juga optimal.
Cara
mengoptimalkan unsur-unsur dinamis dalam belajar / pembelajaran dalah :
pertama, menyediakan secara kreatif berbagai unsur belajar pembelajaran
tersebut dalm setting belajar pembelajaran. Penyediaan secara kreatif ini perlu
dilakukan, katena umumnya ketika tidak ada guru dan menerima kondisi tersebut
apa adanya. Contohnya peralatan pengajaran yang tidak tersedia dapat disediakan
dengan merancang sendiri bersama-sama dengan pembelajar.
Kedua, memanfaatkan sumber-sumber diluar sekolah sehingga keterbatasan
yang dimiliki oleh sekolah dapat ditanggulangi. Hal demikian dapat dilakukan
dengan banyak mengadakan kerjasama dengan sejumlah lembaga diluar sekolah
bahkan diluar dunia pendidikan.
3.
Mengoptimalkan Pemanfaatan Pengalaman / Kemampuan Yang
Telah Dimiliki Dalam belajar
Setiap
pembelajar mempunyai kemampuan dan pengalamn-pengalaman tertentu yang berbeda
antara satu dengan yang lain. Kemampuan dan pengalaman yang berbeda demikian
ini hendaknya tidak justru menjadi konstrain dalam aktivitas belajarnya.
Kemampuan atau pengalaman masa Ialu ini bisa didapatkan oleh pembelajw melalui
aktivitas belajar, dan bisa juga didapatkan oleh pembelajar melalui aktivitas
lain atau aktivitas non belajar.
Pengalaman dan
kemampuan masa Ialu ini bisa menjadi konstrain untuk belajar berikutnya, tetapi
tidak jarang bisa mendukung aktivitas belajar. Pengalaman dan kemampuan masa
lain bisa menjadi konstrain belajar, manakala dipandang bertentangan dengan
pengalaman belajar berikutnya oleh pembelajar. Pengalaman dan kemampuan masa
Ialu bisa mendukung terhadap aktivitas belajar manakala sesuai dengan
pengalaman belajar berikutnya. Tidak itu saja pengalamana atau kemampuan masa
lalu malahan bisa menjadi prasyarat bagi pengalaman berikutnya. dan jika kasus
yang trakhir ini terjadi, maka pembelajar tidak dapat mempelajari mata
pelajaran berikutnya, tanpa yang bersangkutan telah mempunyai kemampuan dan
pengalaman yang diprasyaratkan. Dkk dan Cany (1981) menyebut pengalamn dan
kemampuan demikian dengan entry behavior.
Yang harus
diupayakan guru agar kemampuan atau pengalaman masa lalu justru mendukung
terhadap aktivitas belajar adalah :
a. Biarkan pembelajar dapat
menangkap apa yang dipelajari sekarang ini dari perspektif kemmpuan dan
pengalaman masa lalunya. Jangan dipaksa menggunakan perspektif gurunya.
b. Kaitkan aktivitas belajar
pada masa sekarang ini dengan kemampuan dan pengalaman yang sudah dipunyai oleh
pembelajar.
c. Gali dulu pengalaman dari
kemampuan yang sudah dimiliki oleh pembelajar melalui tes lisan atau tertulis sebelum
menyampaikan materi berikutnya.
d. Beri kesempatan kepada
pembelajar untuk membandingkan apa yang sekarang dipelajari dengan kemampuan
dan pengalaman yang telah dimiliki.
4. Mengembangkan Cita-Cita /
Aspirasi Dalam Belajar
Cita-cita
adalah sesuatu yang dikejar oleh seseorang. Kegiatan-kegiatan seseorang,
utamanya kegiatan belajar. Lebih banyak teraksentuasi pada pengejaran dan atau
pencapaian cita-cita atau aspirasi tersebut. Maka dari itu cita-cita atau
sapirasi tersebut harus senantiasa dikembangkan dalam pembelajaran.
Penjurusan yang
ada disekolah-sekolah kita, tidak lain adalah demi penampungan aspirasi dan
cita-cita yang berbeda dari masing-masing pembelajar. Demikian juga dengan
adanya kurikulum muatan tokal, yang antara daerah yang satu dengan yang lain
berbeda, adalah dalam rangka menampung aspirasi dan cita-cita yang berbeda
antara, pembelajar didaerah satu dengan daerah lainnya. Persoalannya adalah,
apakah memang benar bahwa dalam pemilihan jurusan tersebut memang benar-benar
sesuai dengan cita-cita dan aspirasi pembelajar ? mengingat yang menjadi
pertimbangan dalam penjurusan tersebut tidak semata-mata cita-cita dan aspirasi
melainkan banyak hal lain seperti daya tampung masing-masing jurusan, tersedia
tidaknya prasarana dan sarana.
Aspirasi / cita-cita
dapat dikembangkan dalam belajar pembelajaran, dengan beberapa langkah sebagai
berikut :
a. Kenalilah aspirasi dan
cita-cita pembelajar. Pengenalan ini dapat dilakukan dengan melalm penyebaran
daftar isian yang dapat memuat sejumlah cita-cita atau aspirasi pembelajar.
Dari sejumlah aspirasi atau cita-cita tersebut, pembelajar masih diliarapkan
anak merangking dari yang paling
diminaati sampai dengan yang paling tidak diminati. Pengenalan aspirasi ini
dapat dilakukan dengan mengadakan tes minat kepada pembelajar. Dengan tes
minat, akan diketabui jenis-jenis pekerjaan apa dimasa depan yang paling
diminati dan menjadi cita-cita pembelajar.
b. Hasil pengenalan atas
cita-cita aspirasi tersebut dapat dikomunikasikan kepada siswa dan orangmanya.
Orang tua ini patut juga diberi tahu, agar tidak memaksakan kehendaknya kepada
putra-putrinya, karena mungkin pembelajar tersebut mempunyai cita-cita atau
aspirasi yang berbeda dengan orangtuanya.
c. Sediakan program-program
yang dapat mengembanglum aspirasi dan cita cita tersebut. Setelah
program-program tersebut disediakan, barulah para pembelajar diberi kesempatan
untuk mengambil program yang sesuai dengan aspirasi dan cita-citanya.
Persoalannya hanyalah, apakah mungkin hat demikian dilakukan disekolah-sekolah
kita mengingat kurikulum yang tersentralkan dari pusat ?
Jenis Motivasi
Yang Didasarkan Motif Primer Dan Sekunder Motivasi dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu :
1. Motivasi Primer
Motivasi primer
adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar
tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. Manusia
adalah makluk berjasmani, sehingga perilakunya terpengaruh oleh tasting atau
kebutuhan jasmaninya.
Ahli lain,
Freud berpendapat bahwa insting memiliki empat ciri, yaitu tekanan, sasaran,
objek dan sumber.tekanan adalah kekuatan yang memotivasi individu amok
bertingkah laku. Semakin besar energi dalana insting, maka tekanan terhadap
individu semakin besar. Sasaran insting adalah kepuasan atau kesenangan.
Kepuasan tercapai, bila tekanan energi dalam insting berkurang. Sebagai
ilustrasi, keinginan makan berkurang bila individu masih kenyang. Objek insting
adalah hal-hal yang mermaskan insting. Hal-hal yang memutuskan insting tersebut
dapat berasal dari luar individu atau dari dalam individu. Adapun sumber
insting adalah keadaan kejasmaniah individu. Segenap insting manusia dapat di
bedakan menjadi dua jenis, yaitu insting kehidupan (life instinest ) dan
insting kematian (death instinest ). Insting kehidupan terdiri dari insting yang
bertujuan memelihara kelangsungan hidup. lnsting kehidupan tersebut berupa
makan. minum, istirahat dan memelihara keturunan. Insting kematian tertuju pada
penghancuran seperti, merusak, menganiaya, atau membunuh orang lain atau diri
sendiri. Menurut Freud energi bekerja memelihara keseimbangan fisik. Insting
bekerja seumur hidup. Yang mengalami perubahan adalah cara pemuasan atau objek
pemuasan.
2. Motivasi Sekunder
Motivasi
sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Hal ini berbeda dengan motivasi
primer. Sebagai ilusirasi, orang yang
lapar akan tertarik pada makanan tanpa berpikir. Untuk memperoleh
makanan tersebut orang harus bekerja terlebih dahulu. Agar dapat bekerja dengan
baik, orang harus belajar bekerja. Bekerja dengan haik merupakan motivasi
sekunder, bila orang bekerja dengan baik, maka ia memperoleh gaji berupa uang.
Uang tersebut berupa penguat motivasi sekunder, Uang merupakan penguat unnum.
Setelah in bekerja dengan baik maka ia dapat membeli makanan untuk
menghilangkan rasa lapar.
Menurut beberapa
ahli, manusia adalah makluk sosial. Perilakunya tidak hanya terpengaruh oleh
faktor biologis saja. Tetapi juga faktor-faktor sosial. Perilaku manusia
terpengaruh oleh tiga komponen penting seperti afektif, koqnitif, dan konatif. Komponen afektif adalah aspek
emosional. komponen ini terdiri dari motif sosial, sikap dan emosi. Komponen
koqnitif adalah aspek intelektual yang terkait dengan pengetahuan. Komponan
konatif adalah terkait dengan kemauan dan kebiasaan bertindak.
Perilaku
motivasi sekunder juga terpengaruh oleh adanya sikap. Sikap adalah suatu motif
yang dipelajari. Ciri-ciri sikap, yakni :
-
merupakan kecenderungan berpikir, merasa, kemudian bertindak
-
memiliki daya dorong bertindak
-
relatif bersikap tetap
-
kecenderungan melakukan penilaian
-
dapat timbul dari dari pengalaman, dapat dipelajari atau berubah.
Perilaku juga terpengaruh oleh emosi. Emosi
menunjukkan adanya sejenis kegoncangan seseorang. Kegoncangan tersebut disertai
proses jasmani, perilaku dan kesadaran. Emosi memiliki fungsi sebagai pembangkit
tenaga, pemberi informasi pada oranglain, pembawa pesan dalam hubungan dengan
orang lain, sumber informasi tentang diri seseorang.
Perilaku juga
terpengaruh oleh adanya pengetahuan yang dipercaya. Pengetahuan yang dipercaya
tersebut adakalanya berdasarkan akal, ataupun tak berdasar akal sehat
pengetahuan tersebut dapat mendorong terjadinya perilaku.
BAB V
PENDEKATAN CBSA DALAM
PEMBELAJARAN
5.1. KONSEP CBSA DALAM
PEMBELAJARAN
Cara belajar
siswa aktif merupakan suatu upaya dalam pembaruan pendidikan dan pembelajaran.
Kendatipun cara ini tergolong baru, namun sesungguhnya konsep ini telah lama
dikembangkan, hanya perwujudannya yang masih baru dalam sistem pembelajaran di
sekolah-sekolah kita. Karena itu, ada baiknya guru-guru mengenal dan
memahaminya lebih seksama agar mampu menerapkan secara efektif.
5.1.1. Pengertian Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
CBSA adalah
suatu pendekatan dalam pembelajaran yang
menitik beratkan pada keaktifan siswa, yang merupakan inti dari kegiatan
belajar. Pada hakekatnya, keaktifan belajar terjadi dan terdapat pada semua
perbuatan belajar, tetapi kadamya yang berbeda tergantung pada kegiatannya,
materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai.
Dalam CBSA,
kegiatan belajar diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti:
mendengarkan, berdiskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah,
memberikan prakarsa/gagasan, menyusun rencana, dan sebagainya- Keaktifan itu da
yang dapat diamati dan ada pula yang tidak dapat diamati secara langsung.
Setiap kegiatan tersebut menuntut keterlibatan intelektual-emosional siswa
dalam proses pembelajaran melalui asimilasi, dan akomodasi kognitif untuk
mengembangkan pengetahuan, tindakan, serta pengalaman langsung dalam rangka
membentuk keterampilan (motorik, kognitif dan sosial), penghayatan serta
internalisasi nilat-nilai dalam pembentukan sikap (Raka Joni, 1980, h. 2).
Sejak
dimunculkannya pendekatan CBSA dalam lingkungan pendidikan ditanah air, konsep
CBSA telah mengalami perkembangan yang cukup jauh. Pendekatan CBSA dinilai
sebagai suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara
fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperole hasil belajar yang
bempa perpaduan antara matra kognitif, afekisi. dan psikomotorik, (A. Yasin,
1984,h.24).
Dalam kerangka
sistem belajar mengajar, terdapat komponen proses yakni keaktifan fisik,
mental, intelektual dan emosional dan komponen produk, yakni hasil belajar
berupa keterpaduan aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik Secara
lebili rinci komponen produk tersebut mencakup berbagai kemampuan: menamati,
menginterprestasikan, meramalkan. mengkaji, menggeneralisasikan, menemukan,
mendiskusikan, dan mengkomonikasikan hasil penemuan. Aspek-aspek kemampun
tersebut dikembangkan secara terpadu melalui
sistem pembelajaran berdasarkan pendekatan CBSA.
5.1.2 Rasional CBSA dalam
pembelajaran
Penerapan dan
pendayagunaan konsep CBSA dalam pembelajaran merupakan kebutuhan dan sekaligus
sebaga. keharusan dalam kaitannya dengan upaya merealisasikan Sistem Pendidikan
Nasional untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang pada gilirannya
berimplikasi terhadap sistem pembelajaran yang efektif.
Siswa peserta
didik dipandang dari dua sisi yang berkaitan, yakni sebagai objek pembelajaran
dan sebagai subjek yang belajar. Siswa sebagai subjek dipandang sebagai manusia
yang potensial sedang berkembang, memiliki keinginan-keinginan-harapan dan
tujuan hidup, aspirasi dan motivasi dan berbagai kemungkinan potensi lainnya.
Siswa sebagai objek dipandan: sebagai yang memiliki potensi yang perlu dibina,
diarahkan dan dikembangkan melalui proses pembelajaran. Karena itu proses
pembelajaran harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip manusiawi
(humanistik), misainya melalm suasana kekeluargaan terbuka dan bergairah serta
berpariasi sesuai dengan keadaan perkembangan siswa bersangkutan.
Pelaksanaan
proses pembelajaran dititik beratkan pada keaktifan siswa belajar dan keaktifan
guru menciptakan lingkungan belajar yang serasi dan menantang. Penerapan CBSA
dilakukan dengan cara mengfungsionalisasikan seluruh potensi manusiawi siswa
melalui penyediaan lingkungan belajar yang meliputi aspek-aspek bahan
pelajaran, guru, media pembelajaran, suasana kelas dan sebagainya. Cara belajar
di sesuaikan dengan minat dim pemberian kemudahan kepada siswa untuk memperoleh
pemahaman, pendalaman, dan pengendapan sehingga hasil belajar berintemalisasi
dengan pribadi siswa. Dalam kondisi ini semua unsur pribadi siswa aktif seperti
emosi, perasaan, intelektual, pengindran, fisik dan sebagainya.
CBSA dapat
berlangsung dengan efektif, bila guru melaksanakan peran dan fungsinya secara
aktif dan kreatif, mendorong dan membantu serta berupaya mempenguruhi siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran dan belajar yang telah ditentukan. Keaktifan
guru dilakukan pada tahap-tahap kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pellilaian
dan tindak lanjut pembelajaran.Peranan guru bukan sebagai orang yang menuangkan
materi pelajaran kepada siswa, melainkan bertindak sebagai pembantu dan
pelayanan bagi siswanya. Siswa aktif belajar, sedangkan guru memberikan
fasilitas belajar, bantuan dan pelayanan. Beherapa kegiatan yang dapat
dilakukan oleh guru, ialah:
1) menyiapkan lembaran kerja
2) Menyusun tugas bersama
siswa;
3) Memberikan informasi
tentang kegiatan yang akan dilakukan;
4) Memberikan bantuan dan
pelayanan kepada siswa apabila siswa mendapat kesulitan;
5) Menyampaikan pertanyaan
yang bersifat asuhan;
6) Membantu mengarahkan
rumusan kesimpulan umum;
7) Memberikan bantuan dan
pelayanan khusus kepada siswa yang lambat;
8) Menyalurkan bakat dan minat
siswa;
9) Mengamati setiap aktivitas
siswa.
Kegiatan-kegiatan
tersebut menunjukkan, bahwa pembelajaran berdasarkan pendekatan CBSA tidak
diartikan guru menjadi fasif, melainkan tetap harus aktif namun tidak bersikap
mendominasi siswa dan menghambat perkembangan potensinya Guru bertindak sebagai
guru inquiry, dan fasilitator.
5.1.3 Kadar Cara Belajar
Siswa Aktif
Kadar MA
ditandai oleh semakin banyaknya dan bervariasinya keaktifan dan keterlibatan
siswa dalam proses belajar mengajar. Semakin banyak dan semakin beragamnya
keaktifan dan keterlibatan siswa, maka semakin tinggi pula kadar ke-CBSA-annya.
Sebaliknya, semakin sedikit keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses
belajar mengajar, maka berarti semakin rendah kadar CBSA tersebut.
Kadar CBSA itu
dalam rangka sistem belajar mengajar menunjukkan ciri-ciri, sebagai berilmu :
1) Pada tingkat masukan,
ditandai oleh:
a. Adanya keterlibatan siswa
dalam merumuskan kebutuhan pembelajaran sesuai dengan kemampuan, minat,
pengalaman, motivasi, aspirasi yang telah dimiliki sebagai baban masukan untuk
melakukan kegiatan belajar.
b. Adanya keterlibatan siswa
dalam menyusun rancangan belajar dan pembelajaran, yang menjadi acuan baik bagi
siswa mupun bagi guru.
c. Adanya keterlibatan siswa
dalam memilih dan menyediakan sumber bahan pembelajaran.
d. Adanya keterlibatan siswa
dalam pengadaan media pembelajaran yang akan digunakan sebagai alat bantu
belajar.
e. Adanya kesadaran dan
keinginan belajar yang tinggi serta motivasi untuk melakukan kegiatan belajar.
2) Pada tingkat proses, kadar
CBSA ditandai dengan:
a. Adanya keterlibatan siswa
secara fisik, mental, emosional, intelektual, dan personal dalam proses
belajar.
b. Adanya berbagai keaktifan
siswa mengenal, memahami, menganalisis, berbuat, memutuskan, dan berbagai
kegiatan belajar lainnya yang mengandung unsur kemandirian yang cukup tinggi.
c. Keterlibatan secara aktif
oleh siswa dalam menciptakan suasana belajar yang serasi, selaras dan seimbang
dalam proses belajar dan pembelajaran.
d. Keterlibatan siswa
menunjang upaya guru menciptakan lingkungan belajar untuk memperoleh pengalaman
belajar serta turut membantu mengorganisasikan lingkungan belajar itu, baik
secara individual maupun secara kelompok.
e. Keterlibatan siswa dalam
meneari imformasi dari berbagai sumber yang berdaya guna dan tepat guna bagi
mereka sesuai dengan rencana kegiatan belajar yang telah mereka rumuskan
sendiri.
f. Keterlibatan siswa dalam
mengajukan prakarsa, memberikan jawaban atas penanyaan guru, mengajukan
penanyaan/ masalah dam berupaya menjawabnya sendiri, menilai jawaban dari
rekannya, dan memecahkan masalah yang timbul selama berlangsungnya proses
belajar mengajar tersebut.
3) Pada tingkat produk, kadar
CBSA ditandai oleh:
a. Ketertibatan siswa dalam
menilai diri sendiri, menilai teman sekelas.
b. Keterlibatan siswa secara
mandiri mengerjakan tugas menjawab tes dan mengisi instrumen penilaian lainnya
yang diajukan oleh guru.
c. Keterlibatan siswa menyusun
laporan baik tertulis maupun lisan yang berkenaan dengan hasil belajar.
d. Keterlibatan siswa dalam
menilai produk-produk kerja sebagal hasil belajar dan pembelajaran.
Berdasarkan
ciri-ciri tersebut dapat ditentukan derajat kadar CBSA dalam suatu proses
belajar mengajar, dan bila mungkin di klasifikasikan menjadi: kadar tinggi,
kadar sedang, dan kadar rendah. Kendatipun tampak, bahwa keaktifan guru sangat
menonjol, namun tidak berarti keaktifan guru di abaikan. Tanpa upaya dan
pengaruh serta arahan guru sebagai fasilitator dan pengorganisasian belajar,
maka kadar CBSA yang diinginkan tak mungkin tercapai. Guru tetap
bertanggungjawab menciptakan lingkungan belajar yang mampu mengundang /
menantang siswa untuk belajar.
5.1.4 Rambu-Rambu
Penyelenggaraan CBSA
Pembelajaran
berdasarkan CBSA menuntut kondisi-kondisi tertentu untuk menjamin kadar CBSA
yang tinggi guna mencapai tujuan pembelajaran atau hasil belajar siswa pada
tingkat optimal. Penyelenggaraan pembelajaran CBSA tersebut ditandai oleh
indikator-indikator sebagai berikut:
1) Derajat partisipasi dan
responsif siswa yang tinggi. Para siswa berperan serta secara aktif dan
bersikap responsif dalam proses pembelajaran. Siswa tidak tinggal diam hanya
menunggu stimuli yang disampaikan oleh guru, melainkan berperan aktif
menentukan stimuli misalnya merumuskan suatu masalah dan mencari jawahan
serdiri (responsif) atas masalah tersebut. Pada waktu guru menyajikan suatu
topik, siswa aktif-responsif mempertanyakan materi yang terkandung didalamnya.
Kedua contoh tersebut sebagai landa, bahwa siswa berperan serta dalam proses
pembelajaran.
2) Keterlibatan siswa dalam
pelaksanaan pembuatan tugas. Pada dasarnya sejak disusunnya perencanaan tugas-tugas,
para siswa telah dapat diaktifkan peran sertanya. Siswa dapat mengajukan usul
dan minat tugas yang diinginkannya dengan asumsi bahwa tugas tersebut sesuai
dengan kemampuannya. Pada waktu pembuatan tugas, siswa melaksanakan kegiatan
kelompok atau dengan belajar mandiri. Pada waktu penilaian tugas (hasil
pekerjaannya), siswa hendaknya aktif menilai tugas-tugas temannya dan hasil
kerjanya sendiri dalam bentuk menilai dirinya sendiri (self evaluation).
Hal ini menunjukan, bahwa tersedia berbagai kemungkinan dimana siswa dapat
berperan aktif dalam pelaksarman tugas-tugas yang dikondisikan dalam
pembelajaran.
3) Peningkatan kadar CBSA
dalam proses pembelajaran juga ditentukan oleh faktor guru. Guru hendaknya
menyadari tujuan-tujuan belajar yang ingin dicapai, baik dalam arti efek
instruksional maupun efek pengiring, dan dalam pada itu memiliki wawasan dan
penguasaan yang memadai tentang bermacam-macam stategi belajar mengajar yang
dimanfaatkan untuk mencapai tujuan belajar. Sudah barang tentu penguasaan teknik
yang mantap juga merupakan persyaratan sebelum seorang guru bisa secara Kreatif
merancang dan menginformasikan program belajar mengajar (T.R aka Joni, 1985, h.
18),
4) Pendekatan CBSA pada
dasarnya dapat diterapkan sentua strategi dan metode mengajar, walaupun
kadaannya berbeda- beda. Penggunaan metode mengajar, secara berpariasi dapat
memberikan peluang penerapan CBSA dengan kadar yang tinggi. Namun demikian,
pemilihan metode tersebut tetap harus ditandasi oleh tujuan yang hendak
dicapai, bahan pelajaran yang hendak dipelajari, kondisi subjek belajar itu
sendiri (motivasi, pengalaman awal, kondisi kesehatan, keadaan mental, dan
lain-lain), serta penguasaan guru terhadap metode tersebut. Dengan demikian,
keaktivan siswa belajar tetap terarah, terbimbing, dan diharapkan mencapai
hasil secara optimal.
5) Penyediaan media dan
peralatan serta berbagai fasilitas belajar tetap diperlukan, agar tercipta
lingkungan belajar yang menantang dan merangsang serta meningkatkan kegiatan
belajar siswa. Pengetahuan dan keterampilan dalam bidang kemediaan dan
teknologi hardware sangat diisyaratkan. Media dan alat merupakan alat bantu
bagi siswa kendatipun mereka diminta untuk memilih dan menggunakannya sendiri sesuai dengan
aktivitas belajarnya.
6) Keaktifan belajar
berdasarkan CBSA tidak jarang menimbulkan kesulitan balajar pada siswa,
misalnya teknik-teknik belajar, memilih bahan, menilai hasil kegiatan, tim
masalah-masalah lain. Itu sebabnya, bimbingan dan pembelajaran remedial pada
waktu tertentu diperlukan untuk membantu siswa bersangkutan, sehingga kecepatan
belajar dan penyelesaian tugas-tugas tetap terus berlangsung menyertai
rekan-rekannya yang tidak mendapat kesulitan.
7) Kondisi lingkungan
kelas/sekolah turut berpengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran berdasarkan
CBSA. Pengaturan, dan pembinaan lingkungan ini perlu mendapat dari pihak guru
melalui kerja sama dengan guru-guru lainnya serta para siswa sendiri. Termasuk
dalam lingkungan kelas juga suasana. disiplin kelas yang baik.
5.2 PENERAPAN CBSA
Pendekatan CBSA
dapat diterapkan dalam pembelajaran dalam bentuk dan teknik:
Pemanfaatan waktu luang
Pemanfaatan waktu luang di rumah oleh siswa memungkinkan
dilakukanya kegiatan belajar aktif, dengan cara menyusun rencana belajar,
memilah bahan untuk dipelajari, dan menilai penguasaan bahan sendiri. Jika
pemanfaman waktu tersebut dilakukan secara saksama dan berkesinambungan akan
memberikan manfaat yang baik dalam menunjang keberhasilan belajar di sekolah.
Pembelajaran Individual
Pembelajaran
individual adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik perbedaan
individu tiap siswa, seperti: minat abilitet, bakat, kecerdasan, dan
sebagainya. Guru dapat mempersiapkan / merencanakan tugas-tugas belajar bagi
para siswa, sedang pilihan dilakukan oleh siswa masing-masing, dan selanjutnya
tiap siswa aktif belajar secara perseorangan. Teknik lain, kegiatan belajar
dilakukan dalam bentuk kelompok, yang terdiri dari siswa yang memiliki
kemampuan, minat bakat yang sama.
Belajar kelompok
Belajar
kelompok memiliki kadar CBSA yang cukup tinggi. teknik pelaksanaannya dapat
dalam bentuk kerja kelompok, diskusi kelompok, diskusi kelas, diskusi
terbimbing, dan diskusi ceramah. Dalam situasi belajar kelompok, masing-msing
anggota dapat mengajukan gagasan, pendapat, pertanyaan, jawaban, keritik dan
sebagainya. Siswa aktif berpartisipasi, berelasi dan berinteraksi satu dengan
yang lainya.
Bertanya jawab
Kegiatan tanya
jawab antara guru dan siswa, antara siswa dengan siswa, dan antara kelompok
siswa dengan kelompok lainnya memberikan peluang cukup banyak bagi setiap siswa
belajar aktif. Kadar CBSA-nya akan lebih besar jika pertanyaan-pertanyaan
timbul dan diajukan oleh pihak siswa dan dijawab oleh siswa lainnya. Guru
bertindak sebagai pengatur lalulintas atau distributor, dan dianggap perlu guru
melakukan koreksi dan perbaikan terhadap pertanyaan dan jawaban-jawaban
tersebut.
Belajar Inquiry/discovery
(belajar mandiri)
Dalam strategi belajar ini siswa melakukan proses mental
intelektual dalann upaya memecahkan masalah. Dia sendiri merumuskan suatu
masalah, mengumpulkan data, menguji
hipotesis, dan menarik kesimpulan serta mengaplikasikan hasil
belajarnya. Dalam konteks ini, keaktifan siswa belajar memang lebih menonjol,
sedangkan kegiatan guru hanya mengarah membimbing, memberikan fasilitas yang
memungkinkan siswa melakukan kegiatan inquirynya. Strategi dan kemampun inquiry
ini, akan diuraikan lebih lanjut dalam pembahasan mengenai keterampilan proses
sebagai bagian dari CBSA.
Pengajaran unit
Strategi
pengajaran ini berpusat pada suatu masalah atau suatu proyek. Pada tahap-tahap
kegiatan belajar ditempuh tahap-tahap kegiatan utama, yakni: tahap pendahuluan
dimana siswa melakukan orientasi dan perencanaan awal; tahap pengembangan
dimana siswa melakukan kegiatan mencari sendin informasi selanjumya menggunakan
informasi itu dalam kegiatan praktik, tahap kegiatan kulminasi, dimana siswa
mengalami kegiatan penilaian, pembuatan laporan dan tiddak lanjut.
Berdasarkan
beberapa contoh strategi pembelajaran tersebut di atas, maka semakin jelas
tentang bagai mana penerapan pendekatan CBSA tersebut dalam proses
pembelajaran. kendatipun dengan kadar yang berbeda-beda.
5.3 PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES
SEBAGAI BAGIAN DARI CBSA
5.3.1
Rasional keterampilan proses dalam pembelajaran
Pembelajaran
adalah suatu proses interaksi (hubungan timbal balik) antara guru dengan siswa.
Dalam proses tersebut memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan
yang dapat mendorong siswa belajar dan untuk memperoleh pengalaman sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Tercapainya
tujuan pembelajaran ditandai oleh tingkat penguasaan kemampuan dan
pembentukan kepribadian.
Proses
pembelajaran melibatkan terbagi kegiatan dan tindakan yang perlu dilakukan oleh
siswa untuk memperoleh basil belajar yang baik. Kesempatan untuk melakukan kegiatan
dan perolehan hasil belajar ditentukan oleh pendekatan yang digunakan oleh
guru-siswa dalam proses pembelajaran tersebut.
Suatu prinsip
untuk memilih pendekatan pembelajaran ialah belajar melalui proses mengalami
secara langsung untuk memperoleh basil belajar yang bermakna. Proses tersebut
dilaksanakan melalui interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Dalam proses
im siswa bermotivasi dan sering melakukan kegiatan belajar yang menarik dan
bermakna bagi dirinya. Ini berarti, peranan pendekatan belajar mengajar sangat
penting dalam kaitannya dengan keberhasilan belajar.
Dalam kurikulum
telah ditegaskan, bahwa penerapan pendekatan dalam proses belajar mengajar
diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam diri siswa supaya
mampu menemukan dan mengelola perolehannya. Pendekatan mi disebut "pendekatan
proses". Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan ini mengacu
kepada siswa agar belajar berorientasi pada belajar bagaimana belajar
(Depdikbud, 1980).
5.3.2 Pengertian
keterampilan proses dan kaitannya dengan CBSA
Pendekatan
dalam keterampilan proses ialah pendekatan pembelajaran yang bertujuan
mengembangkan sejumiah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk
mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri siswa. Kemampuan-kemampun
fisik dan mental tersebut pada dasarnya leiah dimiliki oleh siswa meskipun
masih sederhana dan perlu dirangsang agar. Menunjukkan jati dirinya. Dengan
mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, anak akan mampu
menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep menumbuhkan dan
mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Keterampilan-keterampilan itu
sendiri menjadi roda penggerak dan penemuan dan pengembangan fakta dan konsep
serta pertumbuhan dan pengembangan sikap dan nilai. Seluruh gerak atau tindakan
dalan proses belajar mengajar akan menciptakan kondisi cara belajar siswa aktif
(Conny Se a 1990).
Pengertian
tersebut menunjukkan, bahwa dengan keterampilan proses siswa berupaya menemukan
mengembangkan konsep dalam materi ajaran. Konsep-konsep yang telah dikembangkan
int berguna untuk menunjang pengembangan kemampuan selanjutnya. Interaksi
antara kemampuan dan konsep melalui proses balajar mengajar selanjutnya
mengembangkan sikap dan nilai pada diri siswa misalnya kreativitas, kritis,
ketelitian, dan kemampu memecahkan masalah.
Pendapat yang
senada diungkapkan oleh Gagne yang merumuskan pengertian keterampilan proses
dalam bidang ilmu pengetahuan alam (sains): pengetahuan tentang konsep-konsep
dari prinsip-prinsip yang dapat diperoleh siswa bila dia memilhi
kemampum-kemampuan dasar tertentu, yaitu keterampilan proses sains yang
dibutuhkan untuk menggunakan sains. Keterampilan-keterampilan dalam bidang
sains itu meliputi: mengamati. menggolongkan, berkomunikasi, mengukur, mengenal
dengan menggunakan hubungan ruang/waktu, menarik kesimpulan menyusun definisi
operasional, mengendalikan variabel. menafsirkan data, dan bereksperimen.
Berdasarkan
konsep pemikiran di atas maka pendekatan keterampilan proses diartikan sebagai
pendekatan dalam perencanaan pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas
dan kreativitas. siswa untuk mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang
sudah dimiliki ketingkat yang lebih tinggi dalam memproses perolehan belajamya.
Hal ini menunjukkan, babwa ketempilan proses erat kaitannya dengan CBSA.
5.3.3 Kemampuan keterampilan
dasar yang perlu dilatih dalam keterampilan proses
Keterampilan
proses sebagai suatu pendekatan proses pembelajaran mengarah pada pengembangan
kennampman fisik dan mental yang mendasar sebagai pendorong untuk mengembangkan
kemampman yang lebih tinggi pada diri siswa.
Ada tujuh jenis
kemampuan yang hendak dikembangkan melalui proses pembelajuan berdasarkan
pendekatan keterampilan proses, yakni:
1) Mengamati ; Siswa harus
mampu menggunakan alat-alat inderanya : melihat, mendengar, meraba, mencium dan
merasa. Dengan kemampuan ini, dia dapat mengumpulkan data / informasi yang
relevan dengan kepentingan belajarnya.
2) Menggolongkan /
mengklasifikasikan ; Siswa harus terampil mengenal perbedaan dan persaman atas
hasil pengamatannya terhadap suatu objek, serta mengadakan klasifikasi
berdasarkan ciri khusus, tujuan, atau kepentingan tertentu. Pembuatan
klasifikasi memerlukan kecermatan dalam melakukan pengamatan.
3) Menafsirkan
(meginterpretasikan) ; Siswa harus memiliki keterampilan menafsirkan fakta,
data, informasi, atau peristiwa. Keterampilan ini diperlukan untuk melakukan
percobaan atau penelitian sederhana.
4) Meramalkan ; Siswa harus
memiliki keterampilan menghubungkan data, fakta, dan informasi. Siswa dituntut
terampil mengantisipasi dan meramalkan kegiatan atau peristiwa yang mungkin
terjadi pada masa yang akan datang.
5) Menerapkem; siswa harus
mampu menerapkan konsep yang telah dipelajari dan dikuasai ke dalam situasi dan
pengalaman baru. Keterampilan ini digunakan untuk menjelaskan tentang apa yang
akan terjadi dan dialami oleh siswa dalam proses belajarnya.
6) Merencanakan penelitian;
siswa harus mampu menentukan masalah dan variabel-vatiabel yang akan diteliti,
tujuan, dan ruang lingkup penelitian. Dia harus menentukan langkah-langkah
kerja pengumpulan dan pengolahan data serta prosedur melakukan penelitian.
7) Mengkomunikasikan; Siswa
harus mampu menyusun dan menyampaikan laporan secara sistimatis dan
menyampaikan perolehannya, baik proses maupun hasil belajarnya kepada siswa
lain dan peminat lainnya.
5.3.4 Penerapan
keterampilan proses dalam pembelajaran
Siswa bentuk
penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran adalah pemecahan masalah atau
inquiry (penemuan).
1) Pengertian pemecahan
masalah
Masalah pads. hakekatnya merupakan bagian dalam kehidupan manusia. Tiap
orang tidak pernah luput dari masalah, baik yang bersifat sederhana maupun yang
sulit. Masalah yang sederhana dapat dijawab melalui proses berpikir yang
sederhana, sedangkan masalah yang rumit memerlukan langkah-langkah pemecahan
yang rumit pula. Masalah pada hakekatnya adalah mengundang jawaban. Suatu
pertanyaan mempunyai peluang tertentu untuk dijawab dengan tepat, bila
pertanyaan iu dirumuskan dengan baik dan sistematis. lni berarti, pemecahan
suatu masalah menuntut kemampuan tertentu pada diri individu yang hendak
memecahkan masalah tersebut.
Pemecahan masalah adalah suatu proses mental dan intelektual dalam
menemukan suatu nasalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang
akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Proses
penecahan masalah memberikan kesempatan peserta didik berperan aktif dalam
mempelajari, mencari dan menemukan sendiri informasil data untuk diolah menjadi
konsep, prinsip, read, atau kesimpulan. Dengan kata lain, pemecahan masalah
menuntut kemampuan memproses infomasi untuk membuat keputusan tertentu.
Kemampuan memecahkan masalah harus ditunjang oleh kemampuan penalaran,
yakni kemampuan melihat hubungan sebab akibat. Kemampuan penalaran memerlukam
upaya peningkatan kemampuan dalam mengamati, bertanya, berkomunikasi dan
berinteraksi dengan lingkungan. Pemikiran terarah pada hal-hal yang bertalian
dengan upaya mencari jawaban terhadap persoalan yang dibadapi. Upaya ini
memerlukan berpikir kneatif dan kemampuan menjajaki bidang-bidang baru serta
menghasilkan temuan-temuan baru.
Para peserta didik harus dilatih tentang tata cara memecahkan masalah
dengan mengembangkan kemampun berpikir yang terarah untuk menghasilkan gagasan
mengenai berbagai kemungkinan memecahkan masalah, dalam kaitannya dengan upaya
mencapai tujuan.
2) Langkah-langkah pemecahan
masalah
Dalam proses pembelajaran, di samping perlunya penalaran yang baik,
tetapi juga penting menguasai lingkungan langkah-langkah memecahkan masalah
secara tepat.
Langkah-lmgkah
tersebut pada umumnya terdiri dari
1. Siswa menghadapi masalah,
artinya dia menyadari adanya suatu masalah tertentu;
2. Siswa merumuskan masalah,
artinya menjabarkan masalah dengan jelas dan spesifikasi;
3. Siswa merumuskan hipotesis,
artinya merumuskan kemungkinan-kemungkinan jawaban atas masalah tersebut, yang
masih perlu diuji kebenarannya;
4. Siswa mengumpulkan dan
mengolah data / informasi dengan teknik dan prosedur tertentu;
BAB V1
KONSEP DASAR EVALUASI
BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN
6.1. PENGERTIAN KEDUDUKAN DAN SYARAT-SYARAT UMUM EVALUASI
Mengapa
evaluasi hasil belajar pembelajaran perlu dilakukan? Karena dengan evaluasilah,
akan diketahui apakah proses belajar mengajar, dimana pembelajaran dan guru
berinteraksi, telah mencapai sasaran yang dikehendaki ataukah belum. Secara
rinci, alasan-alasan bagi perlunya evaluasi pembelajar adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan mengajar guru
akan diketahui, setelah diadakan evaluasi.
2. Taraf penguasa pembelajaran
terhadap materi pelajaran yang diberikan akan diketahui setelah diadakan
evaluasi.
3. Letak kesulitan pembelajar
akan diketahui setelah diadakan evaluasi.
4. Tingkat kesukaran dan
kemudahan bahan pelajaran yang diberikan pembalajar akan diketahui setelah
diadakan evaluasi.
5. Termanfaatkan didalmya
sarana dan fasilitas pendidikan akan diketahui setelah adanya evaluasi.
6. Remidi-remidi spa saja yang
dapat diberikan kepada pembelajaran yang mengalami kesulitan juga. akan
diketalmi setelah melihat hasil
7. Tujuan tujuan pengajaran
yang telah dirumuskan akan diketabui seberapa tingkat pencapaiannya setelah
diadakan evaluasi.
8. Pembelajar dapat
dikelompokkan kedalam kelompok mana juga akan diketahui setelah evaluasi.
9. Pembelajar maua yang perlu
mendapatkan prioritas dalam bimbingan penyuluhan, dan mana yang tidak menjadi
prioritas akan diketahui setelah evaluasi.
Jelaslah bahwa
evaIuasi sangat penting dilakukan guna memberikan pelayanan sebaik mungkin,
dari lebih jauh sangat penting bagi pencapaian tujuan pendidikan.
6.1.1 Pengertian evaluasi
Kata evaluasi
merupakan pengindonesiaan dari kata evaluation dalam bahasa inggris, yang lazim
diartikan dengan penaksiran atau penilaian. Kata kerjanya adalah evaluate yang
berarti menaksir atau menilai. Sedangkan orang yang menilai atau menaksir
disebut sebagai evaluator (Echols, 1975).
Secara harfiah
kata evaluasi berasal dan bahasa Inggris Evaluation; dalam bahasa Arab:
al-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti: pnilaian. Akar katanya adalah value;
dalam Babasa Arab ; al-qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai. Dengan
demikian secara harfiah, evaluasi pendidikan (educationnal evaluation =
al-Taqdir al-Tarbawiy) dapat diartikan sebagai penilaian-penilaian dalam
(bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan pendidikan.
Adapun dui segi
istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwind Wandt dam Gerald W. Brown (1977):
Evaluation refer to act or process to determining the value of some thing.
Menurut definisi int, maka istilah evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung
pengertian: suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari
sesuatu. Apabila definisi evaluasi yang dikemukakan oleh Edwin Wandt dan geral
W Brown itu untuk memberikan definisi tentang evaluasi pendidikan, maka
evaluasi pendidikan itu dapat diberi pengertian sebagai; suatu tindakan atau kegiatan
(yang dilaksanakan dengan maksud) atau suatia proses (yang berlangsung dalam
rangka) menetukan nulai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan (yaitu
segala sesuatu yang berhubungan dengan, atau yang terjadi di lapangan
pendidikan). Atau singkatnya: Evaluasi pendidikan adalah kegiatan atau proses
penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
Mengingat
sangat luasnya pembicaraan tentang penilaian pendidikan, maka dalam buku ini,
pembicaraan hanya akan dibatasi pada penilaian atau evaluasi yang dilaksanakan
di sekolah. Berbkara tentang pengertian evaluasi pendidikan, di tanah air kita,
lembaga administrasi negara mengemukakan batasan mengenai Evaluasi Pendidikan
sebagai berikut:
1) Proses/kegiatan untuk
menentukan kemajuan pendidikan, dibanding tujuan yang telah ditentukan;
2) Usaha untuk memperoleh
informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan
Secara
teminologis, evaluasi dikemukak oleh para ahli sebagai berikut:
1. Grounlund (1976)
mengartikan evaluasi sebagai berikut:
.... a
systematk process of determining the extent to whkh instructional objectives
are achieved by pupil.
2. Nurkancana (1983)
menyatakan bahwa evaluasi dilakukan berkenaan dengan proses kegiatan untuk
menentukan nilai sesuatu.
3. Raka Joni (1975)
mengartikan evaluasi sebagai berikut: 'suatu proses dimana kita
mempertimbangkan sesuatu barang atau gejala dengan mempertimbangkan
patokan-patokan tertentu, patokan-patokan mana mengandung pengertian baik tidak
baik, memadai tidak memadai, memenuhi syarat tidak memenuhi symat dengan
perkataan lain kita menggunakan Value Judgement.
Berdasarkan
pengertian pengertian diatas, sangatlah jelas bahwa evaluasi adalah suatu
proses menentukan nilai seseorang dengan menentukan patokan-patokan tertentu
untuk mencapai suatu Tujuan. Evaluasi hasil belajar pembelajaran adalah suatu
proses menentukan nilai prestasi belajar pembelajar dengan menentukan patokan
patokan tertentu guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan
sebelumnya.
6.1.2 Perbedaan Pengukuran
dan Penilaian
Sebelum
dilakukan evaluasi terkhir dahulu dilakukan pengukuran.Secara etimologis,
pengukuran merupakan terjemahan darl measurement (Echols,1975). Secara
terminologis, pengukuran diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetalmi sesuatu
sebagaimana adanya. Oleh karena sesuatu yang diukur itu bermaksud diketahui
secara apa adanya, maka dalam pengukuran sedikitpun penafsiran mengenai
sesuatu. Sebagaimana adanya mengandung sesuatu pengertian bahwa sesuatu yang
diukur tidak holeh dibandingkan dengan sesuatu yang lainnya.
Jika pengertian
evaluasi dan pengukuran tersebut ditarik ke setting belajar dan pembelajaran,
maka dapat dikemukakan pengertian sebagai berikut:
1. Pengukuran adalah suatu
upaya atau aktivitas yang dimaksudkan untuk mengetahui belajar pembelajaran
sebagaimana adanya, meliputi: hasil belajar pembelajaran. proses belajar
pembelajaran, mereka yang terlibat dalam belajar pembelajaran (pembelajar dan
guru).
2. Penilaian atau evaluasi
adalah suatu aktivitas yang bermaksud menentukan nilai belajar pembelajaran
(baik belumnya/tidaknya, berhasil belumnya/tidaknya, memadai belum/tidaknya,
belajar pembelajaran, yang meliputi hasil belajar, proses belajar dan mereka
yang terlibat dalam belajar pembelajaran ).
Oleh karena
pengukuran adalah salah satu kegiatan yang berada dalam evaluasi, maka orang
yang mengevaluasi sebenamya juga melakukan aktivitas pengukuran. Evaluasi
pendidikan. dengan demikian juga mencakup penguluaran pendidikan. Evaluasi
belajar pembelajaran juga mencakup pengukuran belajar dan pembelajaran.
6.1.3 Pengertian Evaluasi
Dalam Proses Pendidikan
Berbkara
tentang pengertian istilah evaluasi pendidikan ditanah air kita, Lembaga
Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai evaluasi pendidikan sebagai
berikut: Evaluasi pendidikan adalah:
1. Proses atau kegiatan untuk
menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah
ditentukan
2. Usaha untuk memperoleh
informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan
Bertitik tolak
dari uraian diatas, maka apabila defenisi tentang evaluasi pendidikan itu
dituangkan dalm bentuk bagan berikut.
Bagan tersebut
memperlihatkan kepada kita bahwa dalam proses penilaian dilakukan pembandingan
antara informasi- infomasi yang telah berhasil dihimpun dengan kriteria
tertentu, untuk kemudian diambil keputusan atau dirumuskan kebijaksanaan
tertentu. Kriteria atau tolak ukur yang dipegangi tidak lain adalah tujuan yang
sudah ditentikan terlebih dahulu sebelum kegiatan pendidikan itu dilaksanakan..
BAGAN TENTANG EVALUASI PENDIDIKAN
6.2 KEDUDUKAN EVALUASI
DALAM PROSES PENDIDIKAN
Kedudukan
evaluasi dalam belajar dari pembelajaran sungguh sangat penting, dan bahkan
dapat dipandang sebagai bagian yang tak terpisalikan dengan keseluruhan proses
belajar dan pembelajaran. Penting karena dengan evaluasi atom diketahui apakah
belajar dan pembelajaran tersebut telah mencapai tujuuan ataukah belum. Dengan
evaluasi juga akan diketahui faktor-faktor apa saja yang menjadikan penyebab
belajar dan pembelajaran tersebut berhasil dart faktor-faktor apa saja yang
menjadikan penyebab belajar dan pembelajaran tidak atau belum berhasil. Tidak
hanya itu, dengan evaluasi juga diketahui dimanakah letak kegagalan dan
kesuksesan belajar dan pembelajaran. Padahal dikehuinya hal tersebut, akan
dapat dijadikan sebagai titik tolak dalam mengadakan perbaikan belajar duo
pembelajaran.
Evaluasi juga
punya kedudukan yang tak terpisahkan dari belajar dan pembelajaran secara
keseluruhan, karena strategi belajar dan pembelajaran, proses belajar dan
pembelajaran menempatkan evaluasi sebagai salah satu langkahnya. Hampir semua
ahli prosedur sistem instruksional menempatkan evaluasi ini sebagai
langkah-langkahnya. Perhatikan pula langkah-langkah pembelajaran yang
dikemukakan oleh para ahli berikut, pasti kita akan tahu betapa tidak dapat
terpisahkan evaluasi tersebut dengan keseluruhan proses belajar dan
pembelajaran.
1. Mentout Kauffman,
langkah-langkah yang harus ditempuh dalitm belajar pembelajaran adalah dengan
menggunakan model pemecahan masalah sebagai berikut:
a. Identifikasi masalah.
b. Menentukan syarat-syarat
dan altematif pemecahan masalah
c. Memilih strategi pemecahan
masalah.
d. Melaksanakan pemecahan
msalah.
e. Menentukan keefektifan
hasil
f. Mengadakan revisi atas
keseluruhan langkah a sampai dengan Imgkah c.
Jelaslah bahwa langkah c (menentukan keefektifan hasil) pada dasarnya
tidak berbeda dengan evaluasi itu sendiri. Dan dari langkah menentukan
keefektifan basil tersebut baru dapat dilakukan revisi atas keseluruhan langkah
sebelumnya.
2. Menurut Glaser, proses
belajar pembelajaran haruslah menempuh prosedur-prosedur sebagai berikut :
a. Merumuskan teori
pembelajaran (instuksional objectives) b. Memutuskan situasi permulaan siswa
b. Menentukan prosedur
pembelajaran.
c. Penilaian terhadap
perfomansi
d. Umpan balik.
Jelaslah bahwa evaluasi (sebagaimana pada langgkah d) sangat diperlukan
dan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam proses belajar
pembelajaran. Hal serupa dapat juga dibaca pada prosedur belajar pembelajaran
yang dikemukakan para ahli berikut.
3. Menurut Kemp
a. topcs and general purposes.
b. student characteristks
c. learning objectives
d. Subject content.
e. Pre test
f. Teaching/ leaming
activities and resources
g. Evaluation.
4. Menumt Gelder
a. Merumuskan tujuan
instruksional.
b. Analisis situasi.
c. Menentukan aktivitas guru,
aktivitas pembelajar, mata pembelajaran dan alat bantu pembelajaran.
d. Evaluasi
5. Menurut model PPSI
(Prosedur Pengembangan Sistem lnstruksional):
a. Merumuskan tujuan
b. Mengembangkan alat evaluasi
c. Merumuskan kegiatan belajar
pembelajaran
d. Mengembangkan program
kegiatan
e. Pelaksanaan kegiatan
belajar pembelajaran.
No comments:
Post a Comment